KOMPASentertainment |
"Hasrat dan Cita": Penantian 13 Tahun KSP Band Posted: 16 May 2011 05:02 PM PDT JAKARTA, KOMPAS.com — Setelah 13 tahun menghilang di panggung industri rekaman Tanah Air, grup band KSP (Kelompok Suara Parahyangan) akhirnya kembali. Tepat pada tanggal 13 Mei, KSP merilis album ketiga yang diberi judul Hasrat dan Cita. Album ini memuat 13 lagu, dengan melibatkan sejumlah musisi kawakan, yakni Adjie Soetama, Andre Hehanusa, Idang Rasjidi, hingga Oddie Agam. "Hasrat dan Cita" yang menjadi jagoan di album ini merupakan single daur ulang yang diciptakan Fariz RM. Satu lagu daur ulang lainnya adalah "Tanda-tandanya" yang diciptakan Oddie Agam dan dipopulerkan Mus Mudjiono. "Sebelas lagu lainnya adalah lagu-lagu baru yang dikumpulkan sejak tahun 2004," kata Marthin Saba, ditemui di Cafe Halaman, Bandung, akhir pekan lalu. Butuh waktu tujuh tahun dalam proses penggarapan album ketiga ini. Iyus Yusuf (gitar) menambahkan, banyak hal yang menyebabkan lamanya proses pembuatan album tersebut. Salah satunya tentu saja kesulitan saat mengumpulkan para personel yang jumlahnya mencapai 13 orang. "Kendala utama tentu saja karena para personel punya kesibukan masing-masing. Namun, hal yang utama adalah menunggu waktu yang tepat untuk itu," katanya. Mencoba menyuguhkan warna yang berbeda di tengah keseragaman musikalitas, yang nyaris mendominasi industri rekaman saat ini, menjadi semangat KSP dalam berkarya. Tak cuma menghadirkan warna musik yang berbeda, kekuatan band ini juga ditopang oleh kualitas paduan suara para penyanyinya dan dukungan personel musisi yang menghadirkan sajian perkusi dan brass section yang begitu dominan. Kekuatan ini juga makin diperteguh dengan keterlibatan sejumlah musisi kawakan di album ketiga ini. Oddie Agam memberikan warna baru album mereka di single "Mencintainya". Ada juga single "Let's Save the World", yang dibuat musisi Idang Rasjidi. Sementara itu, Iyok Kusdini, salah satu vokalis di grup KSP, juga ikut ambil bagian dengan menciptakan tiga lagu, yakni "Aku", "Merindukanmu", dan "Klasik Disko". Tak sekadar memberikan hiburan, diakui Marthin Saba, KSP juga ingin memberikan wacana baru di album terbaru mereka ini bahwa tren memang harus diciptakan. Makanya, mereka berusaha menghadirkan nuansa baru di tengah gempuran lagu mendayu-dayu. Dari segi industri, grup yang berdiri di Bandung sejak 1978 itu—dan pernah diperkuat Triawan Munaf (ayah Sherina Munaf), Aziz Utama, hingga Dewi Gita—baru merilis dua buah album. Pada 1997, mereka merilis album pertama mereka, yang diberi judul self title (KSP) dan melambungkan lagu "Cinta". Pada Mei 1999, mereka merilis album kedua, dengan hit berjudul "Mimpiku". Bongkar pasang personel memang pernah dialami. Namun, itu tak membuat grup ini bubar jalan. Sekarang grup ini pun dinakhodai Lucky Soeryo (music director dan pemain keyboard), Donny Herdanto (pemain keyboard dan piano), Abimanyu Karyana (pemain bas), Iyus Yusuf (gitaris), Arif (pemain drum), Reza Syafrilyan (pemain perkusi), Diana Saralely dan Brury (pemain terompet), Ivan (pemain trombon), serta Iyok Kusdini, Kiki Satrio, Marthin Saba, dan Uchy Amyrtha (para vokalis). "Kalaupun kita jarang membuat album, KSP tak pernah bubar. Kami beregenerasi," ujar Uchy. "Mengenai album ini, kami hanya berharap mudah-mudahan bisa diterima dan yang penting adalah pembelajaran dalam bermusik. Tidak hanya musik yang itu-itu saja," katanya. Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price. |
Damien Dematra: Demi Film Lupus, Jual Rumah Tak Masalah Posted: 16 May 2011 03:36 PM PDT JAKARTA, KOMPAS.com - Sutradara sekaligus penulis buku, Damien Dematra, mengaku memproduksi film-film yang tidak populer di Indonesia amat sulit, terutama dari segi pendanaan. Termasuk ketika dirinya hendak memproduksi film bertemakan sosial tentang odapus dan penyakit lupus, 'L4 Lupus'. "Kalau bukan film horor dan film yang itu (esek-esek), tampaknya tidak mungkin karena kedua jenis film itu yang laku di pasaran. Untuk saat ini, dunia perfilman di Indonesia lagi lesu. Production house (PH) mana ada yang berani membiayai film-film beginian," kata Damien, Senin (16/5/2011), saat konferensi pers pra-produksi film teranyarnya, di RS Kramat 128, Kramat Raya, Jakarta. Damien mengaku tidak kaget apabila nantinya penonton film terbarunya itu tidak banyak ditonton orang. "Paling banter, sudah syukur kalau seandainya penonton film mencapai 100-150 ribu orang. Tapi target penonton sih sebanyak 5 juta orang, dengan asumsi sekitar 4,8 juta orang berasal dari penonton yang menonton film ini di puskesmas. Ini karena nantinya film ini akan ditayangkan secara gratis di puskesmas-puskesmas," lanjut Damien. Film yang dibintangi oleh Ayu Azhari beserta dengan beberapa pemain seperti Virda Anggraini, Natsha Demtra, dan Lucky Moniaga itu menjadikan alasan manfaat sosial sebagai basis produksi. "Kita produksi sendiri. Kalau memang harus jual rumah, nggak apa-apa, ha-ha-ha. Kita nggak mengharapkan keuntungan. Semoga film ini mampu meningkatkan awareness masyarakat Indonesia akan penyakit lupus dan odapus (penderita lupus)," tambah Damien. Sebagai informasi, lupus merupakan nama sebuah penyakit yang susah terdeteksi. Oleh karenanya, tak jarang penyakit ini memiliki beberapa nama seperti penyakit 'seribu wajah'. Salah diagnosa tidak jarang menghantui penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh ini sehingga berakibat tidak teratasi dengan cara yang tepat. Terlebih, nama penyakit lupus juga jarang dikenal oleh masyarakat. Diprediksi, odapus di Indonesia berjumlah sekitar 1-1,5 juta orang. Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price. |
You are subscribed to email updates from KOMPASentertainment To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan