HONGKONG, KOMPAS.com - Puluhan ribu pengunjuk rasa memenuhi jalan-jalan kota Hongkong, Minggu (1/7/2012), tepat pada peringatan 15 tahun penyatuan dengan China dan pelantikan pemimpin baru.
Demonstrasi besar itu terjadi setelah pelantikan Leung Chun-ying, seorang konsultan properti kaya raya dikenal dekat dengan para pemimpin Komunis China, di hadapan Presiden China, Hu Jintao. Leung sendiri dikenal dekat dengan para pemimpin Partai Komunis China.
Di jalan-jalan di luar lokasi pelantikan, massa berbaris sambil memukul drum dan melambaikan bendera. Mereka menuntut demokrasi penuh dan mengekspresikan ketidaksukaan pada Beijing.
Salah satu yang mereka protes adalah sistem pemilihan pemimpin Hongkong dirancang untuk memilih orang yang diinginkan Beijing. Pemilihan saat ini diserahkan kepada sebuah komite yang terdiri dari 1.200 pebisnis dan warga berpengaruh, yang sebagian besar loyal pada Pemerintah China.
"Cara berpikir China jelas berbeda dengan cara kami," kata Bono Lay, demonstran berusia 46 tahun, seperti dikutip AP.
"Hongkong menjadi makin buruk saja. Hak-hak kita terancam," Eric Lai, dari Front Hak-hak Sipil, berorasi.
Aksi demonstrasi ini diikuti berbagai kalangan dan usia. Dari kaum profesional, pegawai negeri sipil, pembantu, hingga mahasiswa, serta anggota gerakan Falun Gong.
Sebagian besar peserta demo mengenakan baju berkabung, hitam dan putih. Mereka membawa poster bertuliskan "Satu orang satu suara" dan menyerukan "Kekuasaan di tangan rakyat. Mereka mewarnainya dengan tabuhan drum dan nyanyian.
Sebenarnya Hongkong menikmati otonomi yang tidak didapatkan warga di China daratan. Di Hongkong berlaku "satu negara dua sistem sejak diserahkan dari Inggris ke China.
Namun warga Hongkong tetap merasakan kekecewaan karena campur tangan Beijing yang sangat besar. "Tidak ada yang pantas dirayakan hari ini. Hongkong pelan-pelan dihancurkan oleh Partai Komunis," kata Jacky Lim (37), seorang demonstran yang melambaikan bendera Union Jack Inggris.
"Campur tangan langsung Beijing pada pemilihan Leung Chun-ying adalah contoh yang jelas," imbuhnya.
Juru bicara pemerintah Hongkong mengatakan, pihaknya "menghormati sepenuhnya" kebebasan berbicara dan hak itu "berpartisipasi dalam prosesi" dan berjanji akan mendengarkan pandangan para pengunjuk rasa "dengan kerendahan hati".
Sebelumnya, ketika Presiden Hu berpidato di hadapan 2.300 tamu pada pelantikan Leung, seorang demonstran berulang kali meneriakkan "Akhiri peraturan satu partai". Dia juga menyebut soal Peristiwa Tiananmen 1989, tapi dengan cepat aparat keamanan menggiringnya menjauh. Sementara itu para tamu menutupi teriakannya dengan tepuk tangan untuk Hu.