JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto mengungkapkan kronologi upaya penangkapan penyidik KPK Komisaris Polsi Novel Baswedan oleh aparat Polri.
"Kronologinya pada Kamis, 4 Oktober 2012 pukul 20.00 - 21.00 WIB datang utusan dari Polri yaitu saudara AA dan AD bertemu Novel yang meminta Novel untuk bertemu Kepala Satuan Reserse Kriminal (Korseskrim) Polri Yasin Fanani," kata Bambang di gedung KPK Jakarta, Sabtu (10/6/2012).
Menurut Bambang, Novel yang merupakan kepala satuan tugas penanganan kasus korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan roda empat di Korps Lalu Lintas (Korlantas) dengan tersangka Irjen Pol Djoko Susilo, bersedia untuk bertemu Yasin bila diizinkan pimpinan, namun pimpinan yang ada saat itu yaitu Busyro Muqoddas tidak memberikan izin.
"Tujuan pertemuan adalah untuk membantu Novel melakukan konfirmasi atas teror dan kriminalisasi yang didapat Novel kepada Kapolri sebagai orang tua sekaligus pembahasan alih status 28 penyidik di KPK," jelas Bambang.
Namun Bambang mempertanyakan kenapa sampai ada keinginan untuk bertemu dengan Yasin Fanani? "Memang ada eskalasi permintaan penyidik KPK yang sedang mengani Korlantas dan diminta untuk bertemu Kapolri," ungkap Bambang.
Bambang menjelaskan, Novel adalah mantan anggota Polda Bengkulu dengan jabatan Kasatserse Polda Bengkulu pada 1999-2005. Terkait tudingan yang mengatakan bahwa Novel melakukan penembakan terhadap seseorang di Bengkulu, Bambang membantah hal tersebut.
"Pada 2004, ada anak buah Novel yang melakukan tindakan di luar hukum yang menyebabkan korban jiwa, tapi bukan Novel yang melakukan hal itu," tambah Bambang.
Atas kejadian tersebut, Novel diminta untuk menghubungi keluarga korban dan sudah lakukan sidang di majelis kehormatan kode etik. "Novel yang mengambil alih tanggung jawab anak buahnya dan ia pun sudah mendapat teguran keras, sehingga kasusnya sudah selesai pada 2004," jelas Bambang.
Namun pada Jumat (5/10/2012), seseorang yang mengaku bernama Kombes Dedi Riyanto yang berasal dari Direskrimum Polda Bengkulu bersama lima orang lain datang ke KPK.
"Mereka baru bertemu dengan pimpinan KPK pukul 20.00 dengan membawa surat perintah penggeledahan dan penangkapan dengan alasan Novel melanggar pasal 351 ayat 2 dan 3 KUHP," jelas Bambang.
Dalam pertemuan itu menurut Bambang, ada dua opsi: yaitu membuat berita acara
penolakan atau datang saat jam kerja sewajarnya, sehingga surat-surat itu belum diberikan kepada Novel atau pun pimpinan KPK.
"Di sini Novel dituduh melakukan penganiayaan tidak pernah berada di tempat
kejadian, jadi tidak melakukan tindakan seperti yang dituduhkan, kesimpulannya ini adalah tindakan kriminalisasi terhadap KPK," tegas Bambang.
KPK menurut Bambang, berkomitmen untuk menjaga Novel dan penyidik-penyidik KPK lainnya. Ia juga meminta agar tindakan-tindakan seperti itu tidak dilakukan lagi dan cukup dilakukan hanya pada era orde baru.
Ikuti beritanya di topik pilihan "Polisi vs KPK"