Wakil Presiden Irak, Tariq al-Hashemi. (reuters.com)
Berita Terkait
Ankara (ANTARA News) - Wakil Presiden Irak Tareq al-Hashemi, yang diburu dan diadili in absentia di Baghdad atas tuduhan terlibat dalam terorisme, menjalani pemeriksaan medis "rutin" di Turki, kata kantornya, Jumat.
Hashemi, yang kini menjadi buronan internasional setelah Interpol mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap dirinya, pergi dari Istanbul menuju Ankara pada Kamis untuk perawatan di sebuah rumah sakit militer, siar televisi swasta Turki NTV, lapor AFP.
Kementerian Luar Negeri Turki mengkonfirmasi bahwa wakil presiden yang diburu itu berada di Ankara namun menolak berkomentar mengenai alasan kunjungannya.
"Wakil Presiden Tareq al-Hashemi menjalani pemeriksaan medis rutin dan hasilnya normal," kata kantor Hashemi dalam sebuah pernyataan yang dipasang di situs resminya.
Hashemi terus melakukan kontak dengan para pemimpin politik Irak, kata pernyataan itu tanpa penjelasan lebih lanjut mengenai pemeriksaan medis tersebut.
Hashemi, salah satu pemimpin utama Sunni Arab Irak yang berada di Turki sejak 9 April, menghadapi persidangan yang akan digelar lagi pada 15 Mei setelah dua penundaan.
Turki telah menyatakan tidak akan mengekstradisi Hashemi untuk diadili.
"Kami tidak akan mengekstradisi seseorang yang kami dukung sejak awal," kata Deputi Perdana Menteri Turki Bekir Bozdag, seperti dikutip oleh kantor berita Anatolia, Rabu.
Hashemi dan sejumlah pengawalnya menghadapi sekitar 150 kasus, termasuk tuduhan membunuh enam hakim dan pejabat-pejabat tinggi lain, kata seorang juru bicara pengadilan.
"Banyak kejahatan yang dituduhkan pada Hashemi dan pengawal-pengawalnya dan pengakuan telah diperoleh mengenai mereka, termasuk pembunuhan enam hakim, sebagian besar dari Baghdad," kata juru bicara Dewan Pengadilan Tinggi Irak Abdelsattar Bayraqdar dalam sebuah pernyataan pada 30 April.
Ia mengatakan, sekitar 13 pengawal Hashemi telah dibebaskan karena kurangnya bukti dan 73 orang masih ditahan.
Irak dilanda kekerasan yang menewaskan puluhan orang dan kemelut politik sejak pasukan AS menyelesaikan penarikan dari negara itu pada 18 Desember 2011, meninggalkan tanggung jawab keamanan kepada pasukan Irak.
Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki (Syiah) sejak Desember mengupayakan penangkapan Wakil Presiden Tareq al-Hashemi atas tuduhan terorisme dan berusaha memecat Deputi Perdana Menteri Saleh al-Mutlak. Keduanya adalah pemimpin Sunni.
Para ulama Sunni memperingatkan bahwa Maliki sedang mendorong perpecahan sektarian, dan pemrotes memadati jalan-jalan di Irak dengan membawa spanduk mendukung Hashemi dan mengecam pemerintah.
Para pejabat Irak mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Wakil Presiden Tareq al-Hashemi pada Senin (19/12) setelah mereka memperoleh pengakuan yang mengaitkannya dengan kegiatan teroris.
Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Irak Mayor Jendral Adel Daham mengatakan pada jumpa pers, pengakuan para tersangka yang diidentifikasi sebagai pengawal Hashemi mengaitkan wakil presiden tersebut dengan pembunuhan-pembunuhan dan serangan.
Surat perintah penangkapan itu ditandatangani oleh lima hakim, kata Daham.
Puluhan pengawal Hashemi, seorang pemimpin Sunni Arab, ditangkap dalam beberapa pekan setelah pengumuman itu, namun tidak jelas berapa orang yang kini ditahan.
Hashemi, yang membantah tuduhan tersebut, bersembunyi di wilayah otonomi Kurdi di Irak utara, dan para pemimpin Kurdi menolak menyerahkannya ke Baghdad.
Pemerintah Kurdi bahkan mengizinkan Hashemi melakukan lawatan regional ke Qatar, Arab Saudi dan Turki.
Presiden wilayah otonomi Kurdi Irak Massud Barzani menyerukan perundingan darurat untuk mencegah runtuhnya pemerintah persatuan nasional, dengan memperingatkan bahwa "keadaan sedang mengarah ke krisis yang dalam".
Barzani sendiri bersitegang dengan pemerintah Maliki dan menuduh PM Irak itu bergerak ke arah kediktatoran dengan "membunuh proses demokrasi" setelah ketua komisi pemilu Irak ditangkap atas tuduhan korupsi.
Pemimpin Kurdi itu menentang penjualan pesawat tempur F-16 AS kepada Irak bila Maliki masih menjadi PM, karena ia khawatir pesawat-pesawat itu akan digunakan untuk menyerang Kurdistan.
Irak akan menerima 24 dari 36 jet tempur F-16 yang dipesannya dari AS pada awal 2014, kata seorang pejabat tinggi Irak kepada Reuters, Minggu (29/4). (M014)
Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © 2012
Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com