Jumaat, 11 Mei 2012

ANTARA - Berita Terkini

ANTARA - Berita Terkini


Sukhoi jatuh saat tembus awan 37.000 kaki

Posted: 11 May 2012 07:25 PM PDT

Wan cumulonimbus (www.geograph.org.uk)

Berita Terkait

Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) menyatakan saat Sukhoi Superjet 100 menabrak tebing Gunung Salak tanggal 9 Mei pukul 14.33 WIB, gunung tersebut sedang diliputi awan Cumulonimbus menjulang setinggi 37.000 kaki (11,1 km).

"Logika sederhananya, pilot akan mencari jalan keluar yang paling aman. Namun menaikkan pesawat untuk mengatasi awan mungkin dianggap terlalu tinggi, dari 10.000 kaki harus terbang melebihi 37.000 kaki. Karena itu, pilihannya hanya mencari jalan ke kanan, kiri, atau bawah," kata Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lapan Thomas Djamaluddin, ketika dihubungi dari Jakarta, Sabtu.

Karena itu, ia menjelaskan, pilihan minta izin menurunkan pesawat ke ketinggian 6.000 kaki mungkin didasarkan pada pertimbangan bahwa ada sedikit celah yang terlihat di bawah, tetapi terlambat memperhitungkan risiko yang lebih fatal dengan topografi yang bergunung-gunung.

Ia menguraikan, data MTSAT menunjukkan sekitar waktu kejadian, awan di sekitar Gunung Salak memang tampak sangat rapat dengan liputan awan lebih dari 70 persen.

Analisis indeks konveksi yang bisa menggambarkan ketinggian awan juga menunjukkan indeks sekitar 30 yang bermakna adanya awan Cb (Cumulonimbus) yang menjulang tinggi sampai sekitar 37.000 kaki (11,1 kilometer).

Data satelit itu, tambahnya, memberi gambaran bahwa saat kejadian, pesawat dikepung awan tebal yang menjulang tinggi. Pada saat sebelum jatuh itu, diinformasikan pesawat turun dari ketinggian 10.000 kaki (3 kilometer) ke 6.000 kaki (1,8 kilometer), padahal tinggi gunung Salak sekitar 2,2 km.

Namun analisis ini, tegasnya, hanya berdasarkan data satelit cuaca, sekadar untuk memberi jawaban sementara berdasarkan data, bukan berdasarkan spekulasi yang tak berdasar.

"Analisis komprehensif tentang faktor lainnya tentu kita nantikan dari analisis rekamanan penerbangan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), walau tentu saja faktor cuaca tetap tak dapat dikesampingkan," kata Djamal.

Sementara itu, mantan Kepala Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan BPPT Syamsul Bahri yang ditemui mengatakan, saat berada di dalam kepungan awan seorang pilot memiliki risiko yang tinggi untuk tiba-tiba naik atau tiba-tiba turun.

"Karena itulah, setiap pilot selalu menghindari awan untuk menghindari risiko ini dengan terbang jauh di atas liputan awan. Namun mungkin si pilot belum menguasai medan yang berat ini," kata Kepala Biro Perencanaan BPPT yang berpengalaman menerbangkan pesawat untuk layanan modifikasi cuaca itu.(D009)

Editor: Maryati

COPYRIGHT © 2012

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Chevy Volt, mobil listrik paling "green" di Inggris

Posted: 11 May 2012 07:21 PM PDT

Chevrolet Volt

Berita Terkait

Jakarta (ANTARA News) - Chevrolet Volt adalah model eco-car atau listrik terbaik di dunia dengan dua mesin penggerak yaitu mesin bensin dan mesin listrik untuk menggerakan roda. Model itu juga telah memenangi beberapa penghargaan di seluruh dunia.

Sebuah Media Publikasi UK Diesel Car baru-baru ini menganugerahi penghargaan "Best Eco Car" kepada Chevy Volt dan saudaranya Opel (Vauxhall) Ampera.

Menurut redaktur Ian Robertson, "Satu dalam setiap zaman, sejarah dibuat dengan desain mobil terbaru. Chevrolet Volt dan Ampera membuka dunia dengan peluang terbaru mobil listrik."

"Ini adalah mobil yang membuat mobil lebih ramah lingkungan dapat diakses secara luas : sebuah mobil listrik yang bebas kekhawatiran,  mobil ramah lingkungan yang punya jarak tempuh untuk sehari-hari. Kami salut kepada kendaraan-kendaran yang menciptakan jarak tempuh baru," kata Rovertson seperti dikutip Auto Evolution.

Chevy Volt sudah mengesankan dengan memenangkan berbagai penghargaan sejak peluncurannya,  Volt telah menjadi mobil paling berharga sepanjang sejarah dan satu-satunya mobil yang memenangkan Car of the Year dan penghargaan Atlantik, pada 2011 dan penghargaan Eropa pada 2012. (adm)

Editor: Aditia Maruli

COPYRIGHT © 2012

Tiada ulasan:

Catat Ulasan