Ada 780 orang yang tinggal di desa ini dan kami menghadapi 79 kasus penyakit tersebut. Penyakit itu telah menyerang hampir setiap keluarga,"
Berita Terkait
Kampala (ANTARA News) - Patrick Anywar (14) tergeletak tanpa busana di lantai berdebu sementara sinar Matahari menyengat di satu desa Uganda, sementara matanya berusaha memandang ke atas kepalanya untuk melihat saudara lelaki dan perempuannya sedang bermain di luar rumah keluarganya.
Setelah upaya satu menit untuk melihat saudaranya, kepala Anywar terkulai di dadanya dan tubuhnya, yang kurus, mengejang.
Anywar adalah satu dari lebih 3.000 anak di Uganda utara yang menderita penyakit misterius yang membuat lemah tubuh yang dikenal dengan nama "nodding disease", yang telah menyerang hampir setiap keluarga di Desa Tumangu.
"Nodding disease" --atau "nodding syndrome"-- adalah penyakit baru yang tak banyak diketahui dan muncul di Sudan pada 1980-an. Itu adalah penyakit yang melumpuhkan fisik, mental dan mengakibatkan kematian. Penyakit tersebut hanya menyerang anak kecil yang berusia lima sampai 15 tahun.
Penyakit itu saat ini terbatas di beberapa wilayah kecil di Sudan Selatan, Tanzania dan Uganda. Sebelum mewabah di Sudan Selatan dan penyebaran terbatas, penyakit tersebut pertama kali digambarkan ada pada 1962 di wilayah pegunungan Tanzania, kendati hubungan penyakit itu dengan "nodding syndrome" dibuat belum lama ini.
Selama beberapa tahun, para ilmuwan telah berusaha tapi gagal memastikan penyebab penyakit tersebut, yang dikatakan warga Uganda telah menewaskan ratusan anak kecil.
Yang mereka ketahui ialah penyakit itu hanya menyerang anak-anak dan secara bertahap menghancurkan korbannya melalui serangan yang merusak tubuh, mengekang pertumbuhan tubuh, membuat lemah anggota tubuh, melumpuhkan mental dan kadang-kala mengakibatkan kelaparan.
Ibu Anywar, Rugina Abwoyo, sudah kehilangan seorang putra, yang bernama Watmon, akibat penyakit itu pada 2010. Sekarang ia tak bisa berbuat apa-apa selain menyaksikan tanpa daya saat seorang lagi anaknya akan lepas dari pelukannya, demikian laporan AFP.
"Sebelumnya ia berjalan dan berlarian seperti anak-anak lain, tapi sekarang harus ada orang yang tinggal di rumah untuk merawat dia," kata Abwoyo kepada AFP. "Penyakit tersebut mengerikan --penyakit itu membuat dia tak bisa makan dan minum sendiri."
Sementara itu, Joe Otto, seorang relawan kesehatan --saat berjalan menyusuri jalan setapak melewati tanaman sorgum, menjelaskan betapa "nodding disease" telah memporakporandakan Tumangu, sekitar 450 kilometer di sebelah utara ibu kota Uganda, Kampala.
"Ada 780 orang yang tinggal di desa ini dan kami menghadapi 79 kasus penyakit tersebut. Penyakit itu telah menyerang hampir setiap keluarga," kata Otto (54) kepada AFP.
Setiap kali obat yang dikirim secara tak beraturan tiba di pusat kesehatan setempat yang berjarak beberapa kilometer, Otto menggenjot sepedanya untuk mengambil obat itu. Namun ia tahu semua obat tersebut hanya menawarkan penyelesaian jangka pendek.
"Kami membagikan obat untuk epilepsi, seperti carbamazepine, tapi penyakit ini berbeda dari epilepsi," kata Otto.
Meskipun begitu, karena penyakit tersebut telah menyerang seluruh masyarakat, warga setempat telah bergeser dari takut jadi menerima dengan suram, kata Otto.
"Kami mulai mengatakan pasien yang telah meninggal adalah orang `yang telah sembuh`, sebab akhirnya mereka beristirahat dari penyakit yang menyakitkan ini," kata Otto.
Para ilmuwan terus berusaha menemukan obat: sejak 2010, para peneliti mulai dari epidemiolog sampai ahli lingkungan hidup, ahli syaraf, ahli racun dan ahli ilmu jiwa telah melakukan serangkaian percobaan.
Penelitian telah dilakukan untuk melihat kemungkinan hubungan antara penyakit itu dan apa saja mulai dari parasit yang menyebabkan kebutaan, sampai kekurangan gizi dan dampak pasca-perang saudara yang memporak-porandakan Uganda utara selama beberapa dasawarsa.
Para ilmuwan belum mampu menetapkan faktor resiko atau penyebab penyakit tersebut.
(C003)
Editor: Aditia Maruli
COPYRIGHT © 2012
Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com