Sabtu, 18 Februari 2012

KOMPAS.com - Regional

KOMPAS.com - Regional


Tak Temukan Keadilan, Indra Jalan Kaki ke Mekkah

Posted: 18 Feb 2012 07:50 AM PST

MALANG, KOMPAS.com - Tak mendapatkan keadilan di bumi Indonesia, Indra Azwan (53), warga Kota Malang, Jawa Timur, melakukan aksi jalan kaki dari Malang-Mekkah. Aksi tersebut dilakukan, karena di Indonesia tak menemukan keadilan. Ia akan mengadu kepada Tuhan di tanah suci Mekkah.

Aksi jalan kaki ini saya lakukan, hanya untuk menuntut keadilan.

-- Indra Azwan

Aksi jalan kaki itu dilakukan warga yang tinggal di Jalan Genuk Watu Barat II/95 RT 2 RW 3, Kelurahan Purwantoro, Kecamatan Blimbing, Kota Malang itu sudah yang keempat kalinya, Malang-Jakarta untuk ketemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Rute Malang-Jakarta itu ditempuh Indra dengan berjalan kaki selama 22 hari, pada 9 Juli 2010. Indra berhasil bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di istana. Dalam pertemuan tersebut, Presiden berjanji akan menegakkan supremasi hukum untuk menangani kasus yang menimpa Rifki Andika (12), anak Indra, yang menjadi korban tabrak lari di Jalan S Parman Kota Malang pada 8 Februari 1998 silam.

Rifki Andika ditabrak oleh mobil Honda Accord bernomor polisi L 512 BN yang dikemudikan oleh Lettu Joko Sumantri, anggota TNI. Mengetahui penabrak anaknya adalah anggota TNI, Indra langsung melaporkan hal tersebut ke Polisi Militer Daerah Militer (Dan POM) V Brawijaya, Detasemen Polisi Militer V/3. Dari laporan ini, keluar surat laporan Nomor /V-3/II/1993.

Lalu, pada 13 Februari 1993, Dan POM V Brawijaya melimpahkan berkas perkara kepada Kapolda Jatim, selaku Papera dan Kepada Kaotmil III-12 Surabaya. Dua minggu berselang, tersangka diperintahkan dikeluarkan dari tahanan oleh Dan POM V/3 Malang, Letkol CPM Drs. Hendro Jono. Berbagai upaya hukum telah dilakukan Indra, namun hanya menemui jalan buntu.

Tak kunjung menemukan keadilan, Indra juga pernah mengirimkan surat kepada Wakil Presiden RI pada tahun 1995, Danpuspom (1996), dan Kapolda Jawa Timur (2004). Hingga pada 25 September 2006, Pengadilan Militer III-12 Surabaya, menetapkan melalui nomor TAP/11/IX/2006, bahwa Pengadilan tidak berwenang lagi untuk mengadili perkara tersebut karena terdakwa telah menjadi perwira menengah.

Kemudian, pada 6 Februari 2008, majelis hakim pada pengadilan militer tinggi-III Surabaya, membacakan putusan, bahwa hak menuntut pidana atas diri terdakwa tidak dapat diterima. Pemeriksaan atas perkara tersebut sudah kedaluwarsa.

"Aksi jalan kaki ini saya lakukan, hanya untuk menuntut keadilan. Di Indonesia, untuk mendapatkan keadilan sudah tak ada. Kebohongan malah yang ada," katanya, sembari berjalan kaki, tak jauh dari rumahnya, saat ditemui Kompas.com, Sabtu (18/2/2012).

Indra berjalan kaki, sambil membawa bendera Merah Putih di pundaknya. Ia juga membawa pakaian di dalam tas ranselnya. Kata Indra, tanah suci Mekkah itu menjadi pilihannya terakhir untuk menyuarakan keadilan. "Saya akan mengadu kepada Tuhan di mekkah. Hanya itu yang bisa saya lakukan demi anak saya. Keadilan tidak ada di Indonesia, yang ada kebohongan," tegasnya.

Perjalanan panjang itu, akan melintasi sejumlah kota di Indonesia. Dari Malang, terlebih dahulu, Indra akan menuju ke Surabaya. Tujuannya, untuk mengembalikan uang tunai yang diberikan Kapolda Jawa Timur, senilai Rp 2,5 juta. Setelah itu, menyusuri jalur pantai utara menuju Jakarta dan langsung menuju Istana Merdeka untuk ketemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Tujuan Indra bertemu presiden juga akan mengembalikan uang tunai senilai Rp 25 juta yang pernah diterimanya dari Kepala Rumah Tangga Istana pada 10 Agustus 2010 silam. "Kami tak butuh uang. Tapi butuh keadilan untuk anak saya yang ditabrak lari. Saya tak mau dibungkam dengan uang. Keadilan harus ditegakkan," tegasnya.

Setelah bertemu Presiden Yudhoyono, Indra akan melanjutkan perjalannya ke tanah Sumatera. Lalu menuju Malaysia, dan Thailand. "Dari Thailand, akan dilanjutkan menuju India, Iran, dan berakhir di Mekah," kata Indra.

Di Mekkah, lanjut Indra, dirinya akan menyampaikan unek-uneknya kepada Tuhan. Seperti apa kondisi pemimpin di Indonesia. "Saya akan terus bermunajat dan berdoa. Saya akan curahkan semua ketidakadilan yang ada di Indonesia kepada Allah," katanya, sembari meminta doa semoga apa yang diharapkannya sampai pada tujuan.

Paket Brosur Alat Kesehatan Dikira Bom

Posted: 18 Feb 2012 07:08 AM PST

KEDIRI, KOMPAS.com — Warga Jalan KH Agus Salim, Kota Kediri, Jawa Timur, dikejutkan dengan penemuan sebuah paket yang mencurigakan, Sabtu (18/2/2012). Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, paket kemudian diamankan oleh tim Jibom Brimob Kompi C Polda Jatim di Kediri.

Paket kardus terbungkus tas plastik warna hitam itu awalnya ditemukan di rumah Bajuri, warga Jalan Agus Salim, Kota Kediri. Bajuri menuturkan, paket dengan alamat pengirim Jakarta itu ia terima dari seseorang sejak tanggal 10 Januari lalu.

Karena tidak merasa memilikinya, ia tidak pernah membukanya. Terlebih sebelumnya, tetangga sekitar sering meminjam alamat rumahnya untuk keperluan surat-menyurat. "Lha ini kok lama gak ada yang ambil, saya tanya tetangga gak ada yang tahu. Saya khawatir bom, jadi saya akhirnya lapor polisi," kata Bajuri.

Tidak lama berselang, petugas penjinak bom datang dan segera melakukan sterilisasi tempat untuk mempermudah pemeriksaan. Dari pengecekan melalui pendeteksi logam, petugas menemukan adanya kandungan logam. Paket itu kemudian dievakuasi ke lapangan markas Brimob untuk diperiksa lebih lanjut. "Memang protap kita seperti itu," kata Ajun Komisaris Besar Ratno Kuncoro, Kepala Polres Kediri Kota.

Setelah paket itu dibuka, isinya ternyata hanya ratusan lembar kertas brosur alat kesehatan. Rencana penghancuran pun diurungkan, dan petugas menelusuri asal-usul paket itu.

Dari hasil penelusuran diketahui, paket itu ditujukan kepada sebuah kantor cabang alat kesehatan yang terletak beberapa blok dari rumah Bajuri. Paket itu dikirim ke rumah Bajuri karena ada kesalahan penulisan nomor rumah. Seharusnya ditulis nomor 49, tetapi pada paket tertulis nomor 9. "Kita telusuri, dan kita panggil wakil kantor cabang alat kesehatan, ternyata benar," imbuh Ratno.

Ratno menegaskan, kejadian tersebut tidak ada hubungannya dengan rencana kedatangan Wakil Presiden Boediono yang akan membuka Rakornas Partai Persatuan Pembangunan (Rakornas PPP) di Kota Kediri, Selasa (21/2/2012) depan.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan