JAKARTA, KOMPAS.com — Setelah sekitar 12 tahun dalam kondisi tenang, sejak Maret, Matahari mulai bergejolak dengan memunculkan flare skala sedang, yaitu kelas M.
Pada Kamis (11/4/2013) pukul 14.16, teropong matahari milik Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional menunjukkan flare pada tingkat M 6,5. Flare terpantau muncul di daerah Matahari yang dinamai 1719.
"Karena mengarah ke Bumi, flare atau ledakan medan magnet Matahari diperkirakan akan menimbulkan dampak di Bumi akhir pekan ini," kata Thomas Djamaluddin, Deputi Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional bidang sains, pengkajian, dan informasi kedirgantaraan, di Jakarta, Jumat (12/4/2013).
"Sebelumnya flare kelas M tercatat pada 15 dan 22 Maret lalu," ujarnya.
Flare kelas M, bila fluks yang ditimbulkan antara 0,00001 hingga 0,0001 watt per meter persegi. Flare kecil bila kurang dari 0,00001 watt per meter persegi. Kelas ekstrem atau X bila fluks lebih dari 0,0001 watt per meter persegi.
Terjadinya flare, diawali dengan kemunculan banyak bintik Matahari. Bintik hitam di permukaan Matahari yang tampak pada teropong sesungguhnya puntiran garis medan magnet yang menembus permukaan Matahari. Fenomena Ini berpotensi menimbulkan flare, akibat terbukanya kumparan medan magnet. Selain melepaskan partikel berenergi tinggi, flare juga memancarkan radiasi gelombang elektromagnetik dan menimbulkan badai matahari.
Selain fenomena itu, juga akan muncul lontaran masa korona (corona mass ejection/CME).
Karena itu aktivitas matahari ini, jelas Thomas, akan mempengaruhi lingkungan ionosfer dan atmosfer bumi, hingga gangguan geomagnet antara lain ditandai dengan munculnya aurora di kawasan kutub.
"Dampak keseharian yang dirasakan manusia tidak ada, tetapi dapat memberikan gangguan pada satelit komunikasi yang menjadi sarana penting bagi manusia," katanya.
Gangguan pada dinamika atmosfer Bumi ini, belum diketahui pasti mekanismenya. Akan tetapi, diduga berkaitan dengan adanya sinar kosmik yang terpengaruh aktivitas Matahari. Selain itu, distribusi panas akan menyebabkan terjadinya perubahan daerah tekanan rendah atau tinggi dan liputan awan di Bumi.
Kondisi global ini dampaknya beragam di tingkat lokal, karena kondisi topografi setiap daerah berbeda.
Clara Yono Yatini, Kepala Pusat Sains Antariksa Lapan, belum lama ini memperkirakan aktivitas Matahari akan meningkat hingga mencapai puncaknya pada pertengahan tahun 2013. Bintik hitam Matahari diprediksi mencapai jumlah tertinggi yaitu hingga 90 buah.
Namun, sumber lain menyebutkan hingga 170 buah, sama dengan kejadian tahun 2000.
Pengamatan Lapan dengan teropong matahari menunjukkan, gangguan cuaca antariksa terjadi, yaitu pada tahun 2000, 2003, dan tahun 2005. Dampaknya yang muncul pada tahun-tahun itu, antara lain berupa gangguan komunikasi satelit dan padamnya jaringan listrik di beberapa negara.