Jakarta (Antara News) – Kata orang Jakarta itu kota metropolitan dengan segudang problema, transportasi publik adalah satu dari segudang masalah itu.
Yang satu ini malah seperti benang kusut. Sulit sekali mengurainya.
Ketersediaan armada yang kurang memadai untuk jumlah penduduk yang membludak, memperkeruh problem ini. Ini diperparah oleh kelayakan kendaraan-kendaraan di Jakarta.
Banyak kendaraan umum yang semestinya sudah dipensiunkan dari jalanan. Eh tetap saja beroperasi.
Hasilnya, tidak hanya membuat penumpang tak nyaman, kesegaran udara pun tercemar. Cermati saja, bus yang sudah berusia 30 tahun saja masih meramaikan jalanan ibukota.
Bus-bus ini merajai jalanan ibukota, tapi banyak dari mereka menderu sambil memuntahkan asap kotor gelap nan menyesakkan.
Kondisi bus terlihat memprihatinkan karena sepertinya kurang rutin diperiksa. Pengemudi abai dengan kondisi bus selama bus masih dapat beroperasi, padahal bus beroperasi hampir setiap hari.
Ronald, supir bus, mengaku bila ada keluhan, bus baru dicek montir langganannya. Mesin bus yang tidak dicek secara berkala menyebabkan komponen-komponen dalam mesin diesel kotor sehingga berasap hitam.
Kantung bahan bakar kadang tak diisi dengan yang semestinya.
Slamet, supir bajaj asal Tegal, mengaku mengisi bajajnya dengan bensin meski di badan bajaj tertulis 'BBG'. Alasannya, sarana kurang memadai karena memang tidak semua pom bensin menyediakan isi ulang gas.
Pengemudi merasa rugi waktu bila mengisi gas karena ia harus antri lebih setengah jam di POM bensin yang menyediakan bahan bakar gas, belum termasuk waktu untuk mencari pom bensin jenis ini.
Ironisnya, setidanya dari pengakuan Slamet, tak ada imbauan untuk mengisi gas dari si pemilik bajaj.
Akhrinya, Slamet memilih mengisi bajaj dengan bensin. Hanya untuk menyelamatkan waktu dan uang.
Ketika ditanyai soal kelayakan mesin, pengemudi-pengemudi mengaku tidak
tahu-menahu. Yang penting bus masih bisa beroperasi, kata mereka.
Himbauan uji emisi pun tak sampai diingat mereka, mungkin hanya mampir ke telinga saja.
Para sopir sewa bajaj yang beroperasi di daerah Cikini, yang kendaraan bukan milik sendiri, tidak dihimbau mengikuti uji emisi dari pemilik kendaraan. Merek apatis, tergantung si pemilik.
Jika si pemilik menghendaki, dijalankan. Bila tidak, mereka masa bodoh.
Hasilnya, kepulan asap hitam dari kendaraan mereka terus menyembur atmosfer kota. Jakarta pun menjadi kota dengan tingkat polusi tertinggi= setelah Beijing, New Delhi, Mexico City.
Tentu saja itu bukan hanya karena ulah para sopir angkutan umum. Sistem kebijakan pun mungkin turut berperan.
Yang jelas, ketidakpedulian ada di mana-mana, salah satunya dari para pengemudi angkutan umum ini.
Mereka tidak menyadari bahwa kendaraan yang mereka bawa turut andil memperbesar tingkat polusi di Jakarta.
"Kita nggak mikirin yang rumit-rumit. Yang penting dapet duit buat makan. Bos kita juga nggak mikirin masalah polusi," tegas Slamet.
Ironisnya ketidakpedulian ini kerap bertalian dengan sikap pengguna kendaraan juga. Di dalam bus-bus itu sering didapati sampah produksi penumpang. Tak hanya sampah, di angkutan umum juga mereka bebas gratis mengepulkan asap. Asap rokok.
Indra, penumpang bus, mengaku lebih suka menumpang bus kota ketimbang mengendarai motor pribadi dengan alasan, "Enak kalau naik bus, bisa ngerokok".
Prilaku seperti ini jelas disayangkan banyak orang yang peduli pada kesehatan tubuh dan lingkungan. Fanny, siswi kelas dua SMU negeri di Tangerang, misalnya.
"Percuma kalau angkutan umum dibenahi tapi attitude penumpang nggak," kata si remaja putri ini.
Tapi, bagai "anjing menggonggong kafilah tetap berlalu," warga Jakarta tak surut animo menggunakan transportasi publik. Mungkin karena tak ada pilihan lain.
Murah adalah alasan umum mereka menggunakan jasa angkutan umum.
Tapi ini tak boleh dibiarkan. Angkutan umum tetap mesti dibuat senyaman dan sebersih mungkin, selain juga terjangkau oleh kantong kebanyakan orang. Masih ada satu lagi, itu semua juga tak mengerosi kualitas udara dan lingkungan kota.
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © 2012
Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com