Sejumlah tank militer memasuki area Jabal Al-Zawya di Idlib, Suri'ah, (REUTERS/Social Media Website via Reuters TV Damascus/ox/11.)
Berita Terkait
Video
Jakarta (ANTARA News) - Ia telah berdagang senjata di Lembah Bekaa di Lebanon sejak hari-hari terakhir perang saudara di negerinya, hampir seperempat abad lalu, tapi sekarang adalah tahun paling sibuk buat dia.
Kerusuhan di negara tetangga Lebanon, Suriah, telah membuat pedagang senjata Abu Wael menghadapi peningkatan permintaan akan senjata, sementara harga Kalashnikov dan senjata lain berlipat. Ia juga "membantu" memasok kelompok perlawanan --yang memiliki senjata tambah baik-- terhadap Presiden Bashar al-Assad.
Dalam enam bulan pertama protes, Abu Wael menjual 2.000 senapan Kalashnikov dan M16, pengiriman paling banyak selama tahun-tahun panjang bisnis senjata bawah-tanahnya, yang telah ia tekuni selama beberapa dasawarsa di seluruh perbatasan keropos di Timur Tengah.
Harga Kashnikov telah naik 75 persen jadi sebanyak 2.000 dolar AS, sementara harga M16 berlipat jadi 2.500 dolar AS --kondisi yang mencerminkan lonjakan permintaan akan senjata.
Lonjakan harga terbesar terjadi pada harga granat berpeluncur roket (RPG), yang bersama peluncurnya sekarang berharga 2.500 dolar AS sedangkan harga sebelumnya "hanya" 400 dolar AS, ketika permintaan masih sedikit.
"Saya membeli senjata dari orang Lebanon dan menjualnya kepada pedagang yang kemudian menyalurkannya ke pedagang Suriah," kata Abu Wael (63), yang tak bersedia menyebutkan nama lengkapnya.
Ia berbicara kepada Reuters --yang dipantau ANTARA di Jakarta, Sabtu (26/11)-- dengan wajahnya ditutupi penutup kepala orang Arab, keffiyeh, dan memegang salah satu senapannya. Ia mengatakan ia memang sengaja mengenakan pakaian petani Lembah Bekaa guna menghindari perhatian. Ia tak pernah berbicara melalui telefon, dan tak mau nama lengkapnya disebutkan.
"Ada jaringan yang teratur antara Lebanon dan Suriah yang menangani penjualan dan pembelian senjata dari bermacam jenis, terutama senapan," kata Abu Wael.
Kemunculan petempur anti-Bashar yang menamakan diri Tentara Suriah Bebas, menyerang tank, tentara Suriah dan bahkan gedung dinas intelijen di pinggiran Damaskus, ibu kota Suriah, telah membuat Suriah menghidupkan kembali tuduhan mengenai penyelundupan senjata dari luar negeri.
Damaskus menyatakan Suriah telah menggagalkan banyak upaya guna menyelundupkan senjata. Tak lama setelah protes meletus pada Maret, pemerintah menuduh seorang politikus anti-Suriah di Lebanon mendanai penyelundup senjata guna memasok penentang Bashar. Awal November, Menteri Luar Negeri Suriah Walid al-Mouallem menuduh tetangga Suriah di barat, Turki, gagal menghentikan arus senjata.
Tapi para pedagang, diplomat dan pengulas mengatakan senjata yang datang memasuki perbatasan Suriah dengan Lebanon, Turki, Jordania dan Irak mungkin hanya merupakan sebagian kecil senjata gerilyawan yang juga dipasok oleh tentara pembelot, yang membawa senjata mereka ketika mereka membelot, dan melalui serangan terhadap, atau bahkan pembelian dari, gudang militer.
Banyak pegiat meremehkan peran penyelundupan senjata, mungkin untuk mempertegas sisi damai aksi perlawanan di Suriah.
"Tak ada senjata"
Tentara pembelot Suriah di wilayah perbatasan Turki berkeras penyelundupan senjata ke dalam negara itu bisa diabaikan. Tapi mereka mengatakan keluarga orang Suriah yang mendukung aksi perlawanan telah mengirim peralatan elektronik guna membantu mereka berkomunikasi serta uang kontan yang digunakan untuk menyogok petugas keamanan agar menyerahkan senjata.
"Turki tak memberi kami kesempatan untuk mengirim senjata ke dalam," kata Kapten Ayham al-Kurdi --yang memimpin brigade Abu Fida di Tentara Suriah Bebas-- kepada Reuters.
Seorang pembelot lain yang tak ingin menyebutkan identitasnya mengatakan dua juta dolar AS baru-baru ini dikirim menyeberangi perbatasan "untuk membantu saudara kami memiliki saluran komunikasi yang lebih baik.
Beberapa pembelot yang terlibat dalam apa yang mereka sebut jalur senjata dalam jumlah sedikit mengatakan sebagian besar senjata yang sampai ke Suriah dibawa melintasi perbatasan dari Lebanon utara, tempat perbatasan yang terpencil dan tak memiliki pembatas selama beberapa dasawarsa telah menjadi "surga" bagi penyelundup barang bersubsidi dari Suriah dan senjata dari Lebanon.
Mereka menyatakan juga ada peningkatan arus senjata dan RPG ke dalam wilayah Suriah dari suku Sunni di provinsi Anbar, Irak Barat. Mereka memiliki hubungan erat dengan saudara mereka di Suriah timur, ratusan kilometer dari Damaskus.
"Karena hubungan antar-suku lintas perbatasan, suku di Irak membantu kelompok yang membelot di daerah Deir az-Zor. Tapi jumlahnya tetap saja sedikit dan jarak yang jauh menimbulkan kesulitan untuk mengangkut banyak senjata," al-Kurdi menambahkan.
Seorang tokoh suku dari provinsi Deir az-Zor, Suriah timur --yang mengaku bernama Sheikh Abu Ismail, mengatakan senjata mungkin dipasok pada masa depan "tergantung atas perkembangan di lapangan dan perubahan apa yang dihasilkan oleh revolusi".
"Perbatasan tak ditutup ... jadi arus senjata akan meningkat pada masa depan jika pemerintah melanjutkan penindasan dan pembunuhannya," kata Sheikh Abu Ismail melalui telefon kepada Reuters.
PBB menyatakan lebih dari 3.500 orang telah tewas dalam penindasan oleh pemerintah Bashar terhadap pemrotes. Pemerintah sejak awal kerusuhan telah menuduh kelompok bersenjata bertanggung-jawab atas pertumpahan darah, dan mengatakan mereka telah membunuh 1.100 prajurit dan polisi.
(ANT)
Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © 2011
Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com
Full content generated by Get Full RSS.