TAK peduli tumpukan salju yang terus meninggi dan suhu yang dingin menggigit, panggung adibusana Paris terus memancarkan glamorama dan kekuatan industri haute couture yang kembali menunjukkan geliatnya.
Dibanding kemajuan pesat industri busana siap pakai yang terbukti memutar pundi-pundi dalam kecepatan tinggi,industri adibusana memang berjalan perlahan.Meski begitu,bukan berarti sama sekali mati.
Bahkan, industri yang identik dengan eksklusivitas dan napas glamor ini terus menunjukkan kekuatannya dengan merangkul pasar-pasar baru.Timur Tengah dan Asia menjadi kontributor utama yang menyalakan tungku pemanas di dapur rumah mode papan atas. Karenanya, wajar bila di panggung Paris Haute Couture,gaya dramatis yang kerap mendominasi tergantikan nuansa praktis berbalut elegansi dan sofistikasi premium.
Lihat saja panggung Atelier Versace yang membuka tirai pertunjukan adibusana Paris. Donatella Versace, sang desainer,mengungkapkan bahwa dirinya terinspirasi suasana romantis Le Centorial di waktu malam. Bangunan berusia ratusan tahun yang menjadi venue pertunjukan Versace itu memang memancarkan aura romantis dan glamorama masa lalu. Namun, bukan Donatella bila tidak menghadirkan napas modern.
Arsitektur dari awal abad ke-19 yang didominasi baja dan kaca itu dituangkan dalam ragam gaun berwarna-warni yang dikombinasikan dengan napas rock and roll. Namun, bukan berarti gaun-gaun adibusana Versace tampil biasa. Malah, Donatella menyatakan, salah satu koleksi busananya yang terbuat dari bulu mink dengan detail kaca, kulit piton dan sulaman kristal membutuhkan 500 jam pengerjaan. Donatella juga dengan berani mengambil risiko menghadirkan koleksi bergaya punk dan rock and roll dalam warna-warna neon.
"Terkadang menghadirkan koleksi couture bergaya red carpet membuat saya bosan. Berkelas tidak melulu berarti klasik,"kata dia, yang mendapat anggukan setuju dari Kevin Costner,Olivia Munn,dan Melissa George,Putri Charlotte dari Monako serta penyanyi rap, Ne-Yo.
"Saya sangat menyukai koleksi Versace,"kata George." Sangat edgy dan sangat Versace,"tambahnya. Warna rupanya memang jadi kekuatan utama panggung adibusana Paris.
Sebab, palet berwarna-warni juga terlihat di panggung Dior. Raf Simons, sang direktur kreatif, kali ini menciptakan taman modern di antara salju. Sementara untuk busananya, Simons mengambil inspirasi dari kisah fairy taleyang dia padankan bersama siluet feminin konstruktif yang menjadi ciri khasnya.Hasilnya, kisah fantasi modern yang terkemas dengan cantik,yang sekaligus membuktikan kepiawaian Simons sebagai seorang mastermind mode.
"Ada kesan Alice in Wonderland, tapi tetap dalam napas Dior.Koleksi yang cantik, modern, dan merefleksikan sisi baru couture,"kata Editor-in- Chief Vogue Inggris Alexandra Shulman." Simons dengan jenius menempatkan DNA Dior dalam setiap koleksi," tambahnya. Di panggung Chanel, Karl Lagerfeld mencipta hutan tropis. Berbicara busana,Lagerfeld menuangkan kecintaannya kepada fantasi dan napas neoklasik.
" Ada visi yang ingin saya wujudkan, mimpi yang ingin saya tuangkan tentang kisah romantis neo-klasik,mitos Yunani yang terjadi di hutan fantasi," katanya kepada The Independent.
Hasilnya? Rangkaian busana cantik yang nyaris terlihat ethereal. Warna putih dan palet pastel mendominasi catwalk, diselingi kilau kristal, sequin, lace, dan embellishment tiga dimensi. Menekankan kisah mitos, Lagerfeld menambahkan aksen bulu dan kain sifon nan melambai. "Chanel adalah couture house sebenarnya.
Ketika Pierre Berge mengatakan couture sudah mati,dengan keras saya menentang dan menegaskan bahwa couture bertahan dengan baik.Ada banyak klien baru berdatangan dan mereka tidak hanya membeli satu atau dua potong,melainkan berpuluh-puluh baju,"papar Lagerfeld."
Couture punya wajah baru, bukan lagi sebatas mimpi,melainkan gaya hidup,"katanya.
CEO Givenchy Fabrizio Malverdi mengatakan bahwa pasar couture akan terus hidup.Saya percaya masih ada konsumen yang akan terus membeli koleksi couture. Dengan adanya mereka, couture akan terus hidup," paparnya. (tty)