Khamis, 3 Mac 2011

KOMPAS.com - Internasional

KOMPAS.com - Internasional


Aljazair Bantah Dukung Khadafy

Posted: 04 Mar 2011 04:01 AM PST

Aljazair Bantah Dukung Khadafy

Editor: Egidius Patnistik

Jumat, 4 Maret 2011 | 12:01 WIB

ALJIERS, KOMPAS.com - Aljazair bantah tuduhan pemberontak Libya bahwa negara itu telah membantu para pendukung pemimpin Moamar Khadafy dalam perang saudara di Libya.

"Saya membantah dengan keras informasi ini. Ini benar-benar tak dapat difahami," kata Halim Benatallah, utusan kementerian yang mengurusi warga Aljazair di luar negeri, Kamis, kepada Reuters. "Sebaliknya, Aljazair telah memainkan peran kemanusiaannya dengan berupaya membantu semampunya."

Benatallah berbicara di pelabuhan Aljiers, tempat sebuah kapal Aljazair yang membawa 1.300 warga Aljazair, Amerika, Maroko dan Tunisia yang melarikan diri dari kekerasan di Libya. Para pengunsi itu tiba dari Tripoli dan Benghazi.

Pemberontak Dewan Nasional Libya mengatakan, Rabu, mereka yakin Niger, Mali dan Kenya telah mengirim tentara untuk membantu Khadafy ketika ia melawan pemberontakan terhadap pemerintahannya. "Ada bukti bahwa pemerintah Aljazair mengambil bagian dalam hal itu," ujar jurubicara dewan Hafiz Ghoga.

Sent Using Telkomsel Mobile Internet Service powered by

Kirim Komentar Anda

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Nasib Al Qaeda Diperdebatkan

Posted: 04 Mar 2011 02:38 AM PST

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Sejumlah analis, Rabu (2/3), meyakini adanya kebingungan luar biasa di kalangan garis keras pejuang jihad (jihadist) dalam menyikapi perkembangan dan situasi terakhir di Timur Tengah terkait gelombang revolusi rakyat yang terjadi di sejumlah negara.

Kebingungan terutama soal bagaimana mereka harus bersikap, mengartikan, dan mengaitkan semua peristiwa itu dengan visi dan garis perjuangan mereka dalam menegakkan kepemimpinan Islam di dunia, seperti yang selama ini dipaksakan oleh kelompok Al Qaeda.

Berbagai kebingungan dan bahkan perpecahan pendapat muncul dalam beberapa "diskusi" yang mereka gelar. Hal ini, antara lain, terlihat melalui jaringan internet (online) macam Forum Shumukh al-Islam, yang dimonitor kelompok intelijen SITE Intelligence Group.

Selama ini mereka diketahui berdiam diri dan tidak menanggapi aksi rakyat di sejumlah negara. Hal ini diyakini sebagai cara mereka menyerap dan mencerna apa yang terjadi di kawasan tersebut.

Beberapa dari mereka menganggap kondisi ini adalah saat yang paling membahayakan bagi keberadaan mereka. Namun, sebagian lain justru memandangnya sebagai peluang.

Ada juga kelompok yang menganggap tidak ada yang berubah pascaberbagai gejolak di Timur Tengah ini. Mereka tidak khawatir kerusuhan yang terjadi bakal mengganggu atau bahkan memperburuk perjuangan mereka.

Berbagai tanggapan yang muncul dalam forum itu diyakini menunjukkan kalkulasi yang telah dibuat dalam lingkaran kelompok-kelompok jihad.

"Apanya yang berubah?" tulis Abu Musab al-Dhahak dalam forum online itu.

Menurut dia, rakyat di sejumlah negara yang bergolak itu sama sekali tidak mengusir atau mengubah apa pun selain sekadar wajah dan simbol.

Bagi Al-Dhahak, kejatuhan rezim harus diterjemahkan sebagai jatuhnya demokrasi dan berdaulatnya syariat Tuhan.

Tidak siap

Namun, berbeda dengan yang menjadi kebiasaannya selama ini, kelompok garis keras Al Qaeda terkesan kuat tidak siap. Mereka tidak mampu bereaksi dengan cepat dalam menyikapi penggulingan penguasa otoriter yang telah memimpin dalam jangka panjang, seperti di Mesir dan Tunisia.

Padahal, mereka biasanya selalu ingin menyampaikan pesan-pesan mereka, bahkan saat mereka berada dalam kondisi terdesak sekalipun.

Kondisi itu tampak dalam pernyataan pemimpin nomor dua Al Qaeda, Ayman Zawahiri, yang hanya merespons kejadian di Mesir sebagai "harapan dan kabar gembira". Zawahiri sekaligus menegaskan kembali kewajiban menjadikan hukum syariah sebagai batu landasan setiap gerakan revolusi.

Apa yang juga dianggap tidak biasa karena pernyataan Zawahiri itu sama sekali tidak menyentuh implikasi kejadian tersebut dengan kemungkinan kebangkitan populer bagi Al Qaeda, yang selama ini menolak demokrasi dan kebebasan sipil.

"Saya tidak pernah melihat mereka sediam ini. Sepertinya mereka sedang menunggu dan melihat sambil terus merundukkan kepala. Buat saya, ini adalah kepemimpinan Al Qaeda yang paling reflektif," ujar Jarret Brachman, mantan analis badan intelijen CIA dan pakar Al Qaeda, Rabu.

Sejumlah analis juga berpendapat, Amerika Serikat jangan terburu-buru mencoret keberadaan Al Qaeda dari daftar sumber ancaman terhadap mereka menyusul perubahan besar-besaran di kawasan Timur Tengah. Selain karena Al Qaeda masih punya akar kuat di sejumlah negara seperti Yaman, perubahan yang terjadi juga harus bisa dimanfaatkan dengan baik.

"Saat rezim berubah cepat, dalam jangka pendek kondisi itu bisa menguntungkan Al Qaeda akibat ketidakstabilan dan kekosongan yang terjadi. Namun, bisa juga sebaliknya jika perubahan mendatangkan perbaikan bagi rakyat, seperti terciptanya lapangan pekerjaan baru dan pemberantasan korupsi," ujar peneliti New American Foundation, Barak Barfi. (AFP/DWA)

Sent Using Telkomsel Mobile Internet Service powered by

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan