ANTARA - Peristiwa |
David PPeterpan gugat Rp5 miliar RS Hasan Sadikin Bandung Posted: 13 May 2012 07:02 AM PDT ... Gugatannya perdatanya sebesar Rp5 miliar... Berita Terkait "Mengapa kami layangkan gugatan ini karena tidak ada itikad baik dari pihak RSHS Bandung terkait dugaan malpraktik terhadap klien saya yang dilakukan dr Reno. Gugatannya perdatanya sebesar Rp5 miliar," kata Kuasa Hukum David Peterpan, Monang Saragih, ketika dihubungi melalui telepon, Minggu malam. Saragih menuturkan, Senin (14/5), pihaknya akan mendatangi Mapolrestabes Bandung untuk melaporkan dokter yang mengoperasi David Peterpan. "Untuk tahap pertama, besok kami akan mendatangi Mapolrestabes Bandung untuk melaporkan dokter Reno yang mengoperasi klien saya," kata Monang. Setelah melaporkan dr Reno, kata dia, maka langkah hukum selanjutnya ialah melaporkan pihak manajemen RS Hasan Sadikin Bandung ke Pengadilan Negeri Bandung. "Beberapa hari setelah melaporkan dr Reno, barulah kami akan menggugat secara perdata RSHS dan dr Reno ke PN atas tindakannya kepada klien saya," kata dia. Pihaknya membenarkan pada 3 Mei 2012 lalu manajemen dan kuasa hukum RSHS Bandung mengundang dirinya dan David Peterpan untuk proses mediasi. "Lantas dalam pertemuan tersebut, saya tanya ke mereka. Kalau ini resiko medis, siapa yang harus bertanggung jawab, dan dari manajemen RSHS menjawab dokter yang menangani klien saya lah yang harusnya bertanggung jawan (dr Reno). Tapi waktu itu, dari Benny (kuasa hukum RSHS) dan salah satu anggota IDI keberatan kalau dr Reno harus bertanggung jawab," ujarnya. Ia menuturkan, kliennya sangat menyayangkan pelayanan dan sikap RS Hasan Sadikin Bandung karena operasi bedah laparoskopi merupakan sebuah operasi ringan jika ditangani dengan baik. "Pelayanan dari RSHS yang sangat kita sesalkan, ini kan operasi ringan. Tapi kondisi klien saya malah semakin parah usai dioperasi tersebut," kata dia. (KR-ASJ/Z003) Editor: Ade Marboen COPYRIGHT © 2012 Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com |
Tjahjo: perlu buka keran bahas RUU PM Posted: 13 May 2012 06:57 AM PDT Semarang (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo menyatakan pemerintah dan DPR RI perlu membuka keran pembahasan revisi terhadap UU tentang Peradilan Militer yang sejak 2004 hingga sekarang dalam keadaan tanpa adanya pemecahan. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) periode 2004--2009 pernah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer (PM) bersama pemerintah. Namun, pembahasannya mengalami jalan buntu (deadlock), kata Tjahjo Kumolo menjawab pertanyaan ANTARA dari Semarang, Minggu. Menurut Tjahjo yang juga anggota Komisi I (Bidang Pertahanan, Luar Negeri, dan Informasi) DPR RI, pembahasan revisi terhadap UU PM itu mengalami deadlock karena terjadi perbedaan pendapat antara DPR dan pemerintah, khususnya terkait draf Pasal 9 yang mengatur yurisdiksi peradilan militer. Pada pembahasan revisi UU PM itu, lanjut Tjahjo, DPR menginginkan agar prajurit TNI yang melakukan pelanggaran pidana umum diadili di peradilan umum tanpa melihat oknumnya. Kendati demikian, tetap berdasarkan pada delik atau bentuk pelanggarannya sesuai dengan ketentuan Pasal 65 UU No. 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Adapun ketentuan yang ada di dalam Pasal 65 Ayat (2) menyebutkan prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang. Kemudian, pada Pasal 65 Ayat (3) menyatakan apabila kekuasaan peradilan umum tidak berfungsi, maka prajurit tunduk di bawah kekuasaan peradilan yang diatur dengan undang-undang. "Pada pembahasan revisi terhadap UU No. 31/1997, Pemerintah menginginkan semua prajurit diadili di peradilan militer tanpa melihat bentuk deliknya," kata Tjahjo yang juga wakil rakyat asal Daerah Pemilihan Jawa Tengah I periode 2004--2009. Setelah terpilih kembali sebagai presiden pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden RI 2009, Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan program 100 hari pemerintahannya. Pembahasan RUU Peradilan Militer ini, menurut Tjahjo, menjadi salah satu prioritas dalam program tersebut. "Akan tetapi, sampai saat ini tidak pernah diajukan oleh Pemerintah," demikian anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo . Editor: Ruslan Burhani COPYRIGHT © 2012 Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com |
You are subscribed to email updates from ANTARA News - Nasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan