Khamis, 10 November 2011

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Strategi Pemberdayaan Perempuan Belum Sepenuhnya Diterapkan

Posted: 10 Nov 2011 10:37 AM PST

JAKARTA, KOMPAS.com -- Tiga srikandi partai politik terbesar di DPR, yaitu Nurul Arifin (Partai Golkar), Theresia Pardede (Partai Demokrat), dan Rieke Diah Pitaloka (PDI Perjuangan) membantah partainya tidak memiliki strategi pemberdayaan perempuan dan keadilan jender. Mereka menyatakan sudah punya strategi, meskipun belum sepenuhnya diterapkan dalam program yang maksimal.

Bantahan mereka disampaikan saat diskusi yang dimoderatori oleh sosiolog Universitas Indonesia (UI) Imam B Prasodjo di Kampus Program Studi Kajian Jender, Program Pascasarjana UI, Kamis (10/11/2011) di Salemba, Jakarta.

Dalam diskusi itu, Ani Soetjipto dan Shelly Adelina dari Program Studi Kajian Jender, Program Pascasarjana UI, mengungkapkan bahwa sebagian kesimpulan studi komparatif terhadap tiga parpol terbesar pemenang pemilu 2009, yang dinilai tak memiliki strategi pemberdayaan dan keadilan jender.

Tiga partai terbesar itu dipilih dalam penelitian karena dapat menentukan dan mendominasi kekuatan politik, yang dapat menyebabkan akses dan kontrol dari partai menengah akan mengalami hambatan dan menentukan dalam pengambilan kebijakan publik. Kursi keterwakilan mereka cukup besar.

"Saya menolak kalau disebutkan partai Golkar tidak memiliki strategi pemberdayaan perempuan dan keadilan jender. Partai Golkar memiliki departemen perempuan, yang aktif melakukan pelatihan terhadap kelompok perempuan melalui berbagai program," ungkap Nurul.

Nurul mengakui, akses untuk menjadi pimpinan di jajaran Partai Golkar tidak mudah jika tidak memiliki historis nama besar keluarga. "Kuota 30 persen perempuan memang sudah terpenuhi di partai, akan tetapi tidak strategis dan menentukan karena hanya di tingkat kelompok kerja," kata Nurul.

Rieke juga tak sependapat. "PDI-P melalui berbagai program menugaskan pimpinan daerah asal PDI-P untuk mengurangi pembangunan mal dan mempertahankan pasar tradisional. Di balik program itu, PDI-P mempertahankan ruang bagi perempuan melaksanakan kesetaraannya," kata Rieke.

Adapun Theresia mengemukakan, sebagai partai baru, Partai Demokrat juga mengedepankan sejumlah program. "Pak SBY sering mengingatkan program-program pemberdayaan perempuan terus dijalankan," ujarnya.

Full content generated by Get Full RSS.

Ketua DPR: Penyelenggaraan Ibadah Haji Harus Diperbaiki

Posted: 10 Nov 2011 10:37 AM PST

JAKARTA, KOMPAS.com Ketua DPR Marzuki Alie menyatakan, penyelenggaraan ibadah haji harus diperbaiki. Hingga kini masih banyak keluhan yang disampaikan jemaah Indonesia. Tim Pengawas Haji DPR pun menemukan sejumlah permasalahan di lapangan. 

Marzuki dalam keterangan pers mengenai hasil pengawasan di Mekkah yang disampaikan melalui Grup DPR, di Jakarta, Kamis (10/11/2011), mewacanakan tentang revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaran Haji.

"Kita mencoba untuk belajar dari beberapa negara yang kita anggap cukup bagus dalam penyelenggaraan haji, walaupun kita tahu bahwa jumlah jemaah kita terbesar dari seluruh negara," katanya.

Ketua DPR mengatakan, pengelolaan haji bukan hanya persoalan peribadatan. Masalah peribadatan rata-rata jemaah haji Indonesia sudah cukup memadai dengan banyaknya kelompok bimbingan ibadah haji (KBIH) yang memberikan pelatihan manasik haji.

"Pengelolaan haji ini persoalan manajemen. Kalau saya lihat seperti manajemen perang, ada proses pemindahan jemaah/pasukan, ada manajemen logistiknya, ada manajemen transportasinya," katanya.

Marzuki yang juga Ketua Tim Pengawas Haji DPR mengemukakan, pihaknya tidak mau berbicara masalah korupsinya, tetapi bagaimana keluhan yang ada setiap tahun tidak ditanggapi dengan baik.

"Saya tidak mengecilkan keinginan Kementerian Agama (Kemenag) untuk berbuat sebaik-baiknya. Saya tidak menafikan bahwa ada perbaikan yang dilakukan. Namun faktanya, saya datangi semua maktab, tidak ada yang menyatakan puas atas pengelolaan haji ini," kata Marzuki.

"Ada juga jemaah yang ditempatkan di Biban, Mekkah. Jemaah dari Maluku dan Bogor meminta Kemenag jangan bohong karena waktu di embarkasi menyatakan, mereka masuk ring 1. Kenyataannya, jarak maktab ke Masjidil Haram tiga kilometer," kata Marzuki.

Akibatnya, kata Marzuki, biaya hidup yang diberikan sebagai bantuan habis untuk biaya transportasi yang tidak standar. "Waktu berangkat tarifnya ada yang 3 riyal, 5 riyal, 10 riyal, tetapi waktu pulang naik taksi 'diembat' sampai 100 riyal," ujarnya.

Kalau dibandingkan dengan Malaysia yang lebih murah, tentu biaya itu sangat tidak sepadan. Kuota terakhir biaya penyelenggaraan ibadah haji-nya Rp 34 juta.

"Belum lagi lemahnya pengawasan. Relatif tidak ada pengawasan sama sekali. Pengawasan yang dilakukan sektor tidak punya daya paksa terhadap ketua maktab. Mereka tidak didengarkan sama sekali," kata Marzuki.

Oleh karena itu, lanjut Marzuki, kalangan anggota Komisi VIII DPR mulai berpikir apakah tidak sebaiknya prosesnya dibuat seperti Malaysia, dengan membentuk badan haji yang tidak perlu dibiayai APBN. "Nanti semua persoalan itu akan ditindaklanjuti oleh Komisi VIII," katanya. (Antara)

 

Full content generated by Get Full RSS.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan