KOMPAS.com - Internasional |
Skenario Baru Evakuasi WNI dari Libya Posted: 25 Feb 2011 03:40 AM PST JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah Indonesia mengubah rencana evakuasi warga negara Indonesia yang berada di Libya. Kementerian Luar Negeri pada Jumat (25/2/2011) menyampaikan, WNI di Libya akan dievakuasi dengan Tunis Air menuju Tunisia. Sebelumnya pemerintah melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan, warga negara Indonesia (WNI) akan dievakuasi ke Jordania terlebih dahulu. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Michael Tene menjelaskan, pemerintah memilih opsi evakuasi ke Tunisia karena dinilai merupakan opsi paling aman sesuai dengan perkembangan situasi di Libya. "Bardasarkan penilaian pusat, perwakilan, dan perusahaan soal tempat karyawannya akan dievakuasi, saat ini opsi yang terbaik dilakukan melalui Tunisia, dilihat dari kelayakan, perizinan, kemudahan, dan lain-lain," katanya dalam jumpa pers di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Jumat. Pemerintah melalui Satuan Tugas Evakuasi Libya yang dipimpin Hassan Wirajuda mulai menjalankan evakuasi tahap pertama pada 25 Februari waktu Tripoli, Libya. Pada tahap pertama akan dievakuasi 201 WNI yang merupakan karyawan PT Wijaya Karya. "Ditambah WNI lainnya untuk berangkat dievakuasi dengan pesawat Tunis Air mendarat sekitar pukul 18.30 di sana (di Tunis). Kemudian dari Tunisa akan ditangani untuk kembali ke Indonesia," ucap Michael. Ia juga menegaskan, sebanyak 875 WNI yang berada di Libya saat ini dalam kondisi aman. "Komposisi warga kita 875 orang di Libya, yang sebagian besar di KBRI, 500 lebih orang bekerja di sektor formal, perusahaan Indonesia dan asing, serta 130 mahasiswa dan pelajar," ucap Michael. |
Berharap Keajaiban Pascagempa Bumi Posted: 25 Feb 2011 02:54 AM PST KOMPAS.com — Anne Vos, perempuan warga negara Australia, merasa mendapat kesempatan sangat berharga untuk kedua kalinya dalam hidup. Kondisi dia dinyatakan membaik, Kamis (24/2/2011), walau masih terus menjalani perawatan di rumah sakit. Selama dua hari sebelumnya, Vos terjebak di bawah reruntuhan sebuah gedung setelah gempa 6,3 skala Richter yang menghantam Selandia Baru, Selasa lalu. "Saya berharap mereka (regu penyelamat) segera bisa mengeluarkan saya secepat mungkin. Sangat gelap dan mengerikan di dalam sini," ujar Vos melalui telepon seluler. Cerita Vos saat tengah terperangkap di bawah meja kerjanya di dalam reruntuhan gedung Pyne Gould Corporation itu ditayangkan secara langsung dan ditonton jutaan pemirsa televisi. "Saya rasa saya terluka parah. Saya dapat merasakan tanah di bawah saya sangat basah. Saya tidak tahu pasti apa yang terjadi. Sepertinya tangan saya terluka," ujar Vos ketika itu. Gempa besar yang meluluhlantakkan kota Christchurch, Selandia Baru, itu diyakini memakan banyak korban jiwa. Hingga Kamis dilaporkan, tim penyelamat berhasil mengeluarkan sedikitnya 98 jenazah dari bawah reruntuhan, sedangkan 226 orang belum ditemukan. Sebanyak 30 orang dapat diselamatkan hidup-hidup pada malam pertama seusai kejadian. Petugas penyelamat hingga hari ini berupaya terus mencari korban selamat. Mereka menolak menyerah dan terus berharap mukjizat terjadi. Sejumlah perlengkapan canggih, seperti kamera mini dan alat pendengar yang sangat peka, serta bahkan anjing pelacak dikerahkan untuk mencari dan menyelamatkan korban yang diperkirakan masih bertahan hidup di bawah reruntuhan. "Selama ini kita sering melihat mukjizat terjadi dalam sejumlah bencana di negara lain. Kita tidak bisa menyerah begitu saja, tetapi tetap juga harus realistis," ujar Perdana Menteri Selandia Baru John Key. Komandan distrik kepolisian setempat, Dave Cliff, menyatakan akan berupaya semaksimal mungkin menyelamatkan mereka yang masih hidup dan terjebak di bawah reruntuhan. Namun, Cliff juga mengingatkan kemungkinan aksi penjarahan pascabencana menyusul lusinan laporan kejahatan yang masuk ke kantornya. Lebih lanjut dilaporkan pula, ratusan warga mencoba keluar dari daerah bencana itu dengan berbondong-bondong menuju bandar udara. "Apa yang saya alami sangat mengguncang. Benar-benar gila. Saya gemetar sepanjang hari. Bahkan, saya tidak ingat lagi apa saya sudah makan atau belum," ujar Vanessa Burgess, yang terpaksa menginap di bandara bersama kedua anaknya. Mereka selamat dari bencana itu. (AFP/DWA) |
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Internasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan