KOMPAS.com - Nasional |
Menkes: Atas Jasa PSK, Saya Jadi Doktor Posted: 22 Dec 2010 04:42 PM PST JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kesehatan, Endang Rahayu Sedyaningsih, meluncurkan kembali bukunya yang berjudul "Perempuan-perempuan Kramat Tunggak". Keberanian dan kegigihan mereka dalam mempertahankan hidup dan harga diri membuat saya bangga dapat berkenalan dengan mereka. -- Menteri Kesehatan, Endang Rahayu Sedyaningsih Ia rupanya sejak lama menaruh perhatian pada nasib "Kupu-kupu Malam" yang beroperasi di sebuah daerah prostitusi terbesar di Kramat Tunggak, Jakarta Utara tersebut. "Tahun 1993 dan tahun 1995, saya mondar-mandir sehari-hari di Kramat Tunggak, melakukan penelitian buat disertasi. Di sana saya dapat banyak bantuan dari para pekerja seks dan petugas sosial," ucap Endang, Rabu (22/12/2010), dalam acara peluncuran bukunya di Bentara Budaya Jakarta. Untuk merampungkan disertasi yang kemudian dijadikan buku itulah, Endang yang tengah menempuh studi di Harvard School of Public Health, Boston, Amerika Serikat harus bekerja keras untuk dapat masuk ke dalam komunitas pekerja seks komersia (PSK). Saat itu, Endang mengambil tema disertasi tentang perilaku seksual mereka yang beresiko tinggi terkena penyakit seks menular seperti HIV/AIDS. Untuk menyatu dengan komunitas baru yang sama sekali asing itu, ia pun harus terjun langsung ke lapangan. Bahkan, ia menyempatkan diri menginap pada salah satu rumah bordil di Kramat Tunggak, yang sekarang sudah didirikan Islamic Center tersebut. Pendekatan Endang kepada para pekerja seks ini rupanya juga diawali dengan kecanggungan. Salah satu kutipan dalam bukunya menyiratkan hal tersebut. "Saat pertama kali ke Kramat Tunggak, saya lihat ada perempuan-perempuan muda berseragam putih hijau. Ketika melihat dan mendekati, saya pikir tidak boleh menyinggung perasaan perempuan ini. Tapi hal ini yang saya sadari membuat saya bersikap tidak wajar, tersenyum ramah berlebihan, mengangguk ke kiri dan ke kanan. Di balas dengan pandangan curiga dan tak ramah," tuturnya. Namun, hari demi hari dijalani Endang di tempat tersebut dan akhirnya mengenal secara personal satu per satu wanita malam tersebut. "Setelah berkenalan, lepas sudah topeng keramahtamahan. Saya menganggap mereka sebagai perempuan biasa dan mereka pun menganggap saya manusia biasa," tulis Endang. Hal inilah yang kemudian membuat ikatan Endang dengan para pekerja seks terjalin begitu kuat meski kejadian ini sudah belasan tahun berlalu. "Karena atas jasa pekerja seks komersial perempuan itulah saya bisa jadi doktor. Saya selalu berjanji memperhatikan PSK," ucap Menkes dalam sambutannya. Di dalam bukunya, Endang pun menempatkan para perempuan Kramat Tunggak ini di urutan atas. "Ucapan terima kasih saya tujukan kepada perempuan-perempuan di Kramat Tunggak. Dari mereka saya belajar arti kehidupan lebih dalam dari apa yang pernah saya alami sendiri," tulisnya. Ia juga memuji, "Keberanian dan kegigihan mereka dalam mempertahankan hidup dan harga diri membuat saya bangga dapat berkenalan dengan mereka. Anggapan umum bahwa mereka mengambil halan termudah mendari nafkah harus dipertanyakan, sebab melacur sama sekali bukan pekerjaan yang mudah." |
Lokasi Hunian Berubah, Wapres Bentuk Tim Posted: 22 Dec 2010 01:57 PM PST JAKARTA, KOMPAS.com - Pasca penanganan banjir bandang di Ibukota Teluk Wondama, Wasior, Papua Barat, Wakil Presiden Boediono membentuk dua tim untuk menangani penambahan rumah hunian sementara (Huntara) bagi pengungsi dan relokasi kota Wasior. Pembentukan tim didasari karena selain terjadinya penambahan jumlah pengungsi yang harus ditampung di Huntara sekarang ini, juga karena kawasan Naikirei, ternyata tidak memenuhi syarat sebagai kota pengganti. Tim yang masing-masing dipimpin Menko Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono dan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto akan mencari informasi dan data-data yang akurat selain mensurvey bakal lokasi baru Wasior. Pembentukan tim didasari karena selain terjadinya penambahan jumlah pengungsi yang harus ditampung di Huntara sekarang ini, juga karena kawasan Naikirei, ternyata tidak memenuhi syarat sebagai kota pengganti padahal semula kawasan berjarak sekitar 40 kilometer itu bakal dijadikan lokasi hunian baru bagi warga pasca banjir bandang di Ibukota Teluk Wondama, Wasior itu. Demikian disampaikan Agung Laksono dan Juru Bicara Presiden Yopie Hidayat saat ditanya pers secara terpisah, seusai mengikuti rapat khusus pasca penanganan banjir bandang Wasior, yang dipimpin Wapres Boediono di Istana Wapres, Jakarta, Rabnu (22/12). Lokasinya kurang tepat untuk dijadikan lokasi baru pengganti Wasior. Oleh sebab itu, Wapres membentuk tim yang dipimpin Menteri Pekerjaan Umum untuk melakukan survey kembali dan mencari lokasi yang baru yang lebih memungkinkan, tandas Agung. Menurut Yopie, lokasi semula yang direncanakan di Naikirei, kurang tepat karena selain jauh, berawa-rawa, juga secara secara ekonomi kurang ekonomis dan kondisi fisiknya harus dipertimbangkan lagi. Jadi, tidak mudah memba ngun kota baru. "Karena itu mau disurvei lagi lokasi di Raisiei yang lebih dekat dengan Wasior", kata Yopie. Sementara, terkait pembentukan tim kedua, Yopie menyatakan Wapres menginginkan agar tim tersebut mencari informasi dan data-data terkait jumlah pengungsi yang sebenarnya. "Setelah itu baru bisa diputuskan pembangunan barak kembali atau huntara bagi pengungsi Wasior yang masih kekurangan," kata Yopie. Yopie menyatakan, ada 1.124 kepala keluarga pengungsi Wasior. Namun, ada kekurangan untuk 600 kepala keluarga. Oleh sebab itu perlu dibangun barak lagi. "Kalau untuk satu barak bisa untuk 12 kepala keluarga, maka setidak dibutuhkan 12 barak untuk sekitar 600 kepala keluarga," ujar Yopie lagi. Agung membenarkan dengan demikian akan ada hitungan baru mengenai jumlah dana yang dibutuhkan untuk pembangunan huntara baru. |
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Nasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan