ANTARA - Mancanegara |
Bekas Diktator Argentina Videla Dipenjara Seumur Hidup Posted: 22 Dec 2010 05:48 PM PST Buinos Aires (ANTARA News/Reuters) - Bekas diktator Argentina Jorge Rafael Videla, yang membela kampanye kekerasan negara yang menewaskan ribuan orang dari 1976 hingga 1983, telah dipenjarakan seumur hidup karena pembunuhan, penganiayaan dan penculikan. Full Feed Generated by GetFullRSS.com, sponsored by USA Best Price.Videla, 85, yang telah menghabiskan bertahun-tahun di sebuah penjara militer dan tahanan rumah, acapkali membenarkan kekejaman junta militer dalam tindakan keras yang dikatakan sebagai Perang Kotor terhadap para penentang sayap kiri, pada saat pengadilannya. "Saya tidak membicarakan mengenai perang kotor. Saya lebih suka membicarakan mengenai perang yang adil," katanya seperti dikutip pada pengadilan di kota Cordoba di Argentina tengah itu, tempat ia diadili bersama dengan 29 tokoh militer lainnya. Para aktivis hak asasi manusia di ruang pengadilan bertepuk tangan ketika hukumannya di penjara sipil diumumkan. Kelompok-kelompok HAM menyatakan sebanyak 30.000 orang telah diculik dan dibunuh pada masa kediktatorannya pada 1976-1983, yang dimulai ketika Videla dan dua pemimpin militer lainnya melakukan kudeta pada 24 Maret 1976. Videla juga mengkritik upaya pemerintah untuk membawa para pemimpin militer ke pengadilan karena kejahatan HAM sebelum hukuman dibacakan Rabu. "Musuh kemarin telah mencapai tujuan mereka dan sekarang mereka memerintah negara ini dan berusaha untuk tampak seperti pejuang HAM," kata Videla seperti dikutip oleh harian La Nacion dalam perujukan terselubung ke pemerintah kiri-tengah pimpinan Presiden Cristina Fernandez. Pada masa kepresidenan suami Fernandez, mendiang Nestor Fernandez, 2003-2007, penyelidikan lagi terhadap Perang Kotor dibuka. Ketika demokrasi kembali ke negara Amerika itu pada 1983, Videla dijatuhi hukuman seumur hidup karena kejahatan hak asasi manusia yang dilakukan dalam lima tahun di kepemimpinan junta militer. Tapi ia baru menjalani lima tahun hukuman penjara sebelum diberi pengampunan oleh ketika itu presiden Carlos Menem. Delapan tahun kemudian, seorang hakim membatalkan pengampunan Videla, memutuskan bahwa pencurian bayi-bayi yang dilahirkan tawanan politik merupakan kejahatan HAM dan karena itu tidak bisa diabaikan. Pada 2007, sebuah pengadilan memerintahkan dia menjalani hukuman seumur hidup yang ia terima pada 1985 ketika Argentina mengadili para pemimpin penting kediktatoran. Hukuman Rabu itu adalah yang pertama sejak ia dimaafkan oleh Menem. Pada puncak pertumpahan darah 1970-an, Videla membantah penculikan-penculikan yang terjadi: "Tidak ada yang hilang, mereka orang-orang yang tidak berarti, mereka tidak ada." (S008/S026) |
DK PBB Setujui Tambahan Pasukan untuk Somalia Posted: 22 Dec 2010 05:03 PM PST Kamis, 23 Desember 2010 08:03 WIB | Mancanegara | Timur Tengah/Afrika | Dibaca 190 kali PBB (ANTARA News/Reuters) - Dewan Keamanan PBB hari Rabu menyetujui penambahan pasukan penjaga perdamaian Uni Afrika di Somalia dari 8.000 menjadi 12.000 personel untuk membantu pemerintah negara itu memerangi gerilyawan muslim garis keras. Full Feed Generated by GetFullRSS.com, sponsored by USA Best Price.Pasukan yang dikenal sebagai AMISOM itu saat ini terdiri dari prajurit-prajurit yang berasal dari Uganda dan Burundi. Uganda diperkirakan mengirim 4.000 prajurit tambahan. Negara-negara Afrika mendesak penambahan pasukan menjadi 20.000 personel untuk menumpas militan dari Mogadishu, ibukota Somalia, namun negara-negara besar di DK PBB menyebut jumlah itu terlalu berlebihan. Beaya AMISOM sebagian besar ditanggung oleh masyarakat internasional. Sejumlah diplomat DK mengatakan, pasukan tambahan itu akan memungkinkan AMISOM mengamankan Mogadishu dari gerilyawan Al-Shabaab, yang berusaha menggulingkan pemerintah rapuh Somalia. Resolusi Rabu itu meminta Sekretaris Jendral Ban Ki-moon terus menyediakan perlengkapan dan pelayanan bagi AMISOM, yang menerima mandat dari Dewan Keamanan. Resolusi itu juga meminta negara-negara anggota DK dan badan internasional segera memberikan sumbangan untuk mendanai AMISOM. Pasukan itu sudah menerima sekitar 130 juta dolar setahun dari bantuan dana luar, kata beberapa diplomat. Negara-negara Afrika dan pemerintah Somalia telah lama mendesak DK PBB mengirim pasukan penjaga perdamaian berkekuatan penuh ke Somalia untuk menggantikan AMISOM, namun DK menyatakan bahwa mereka tidak akan melakukan hal itu sampai situasi keamanan membaik di negara tersebut. Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Penculikan, kekerasan mematikan dan perompakan melanda negara tersebut. Al-Shabaab dan kelompok gerilya garis keras lain ingin memberlakukan hukum sharia yang ketat di Somalia dan juga telah melakukan eksekusi-eksekusi, pelemparan batu dan amputasi di wilayah selatan dan tengah. Nama Al-Shabaab mencuat setelah serangan mematikan di Kampala pada Juli lalu. Para pejabat AS mengatakan, kelompok Al-Shabaab bisa menimbulkan ancaman global yang lebih luas. Al-Shabaab, kelompok muslim garis keras yang menguasai sebagian besar wilayah tengah dan tengah Somalia, mengklaim bertanggung jawab atas serangan di Kampala, ibukota Uganda, pada 11 Juli yang menewaskan 76 orang. Pemboman itu merupakan serangan terburuk di Afrika timur sejak pemboman 1998 terhadap kedutaan besar AS di Nairobi dan Dar es Salaam yang diklaim oleh Al-Qaeda. Serangan-serangan bom pada 11 Juli itu dilakukan di sebuah restoran dan sebuah tempat minum yang ramai di Kampala ketika orang sedang menyaksikan siaran final Piala Dunia di Afrika Selatan. Uganda adalah negara pertama yang menempatkan pasukan di Somalia pada awal 2007 untuk misi Uni Afrika yang bertujuan melindungi pemerintah sementara dari Al-Shabaab dan sekutu mereka yang berhaluan keras di negara Tanduk Afrika tersebut. Washington menyebut Al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden. Milisi garis Al-Shabaab dan sekutunya, Hezb al-Islam, berusaha menggulingkan pemerintah Presiden Sharif Ahmed ketika mereka meluncurkan ofensif mematikan pada Mei tahun lalu. Mereka menghadapi perlawanan sengit dari kelompok milisi pro-pemerintah yang menentang pemberlakuan hukum Islam yang ketat di wilayah Somalia tengah dan selatan yang mereka kuasai. (M014/S026) |
You are subscribed to email updates from ANTARA - Mancanegara To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan