Jumaat, 3 Jun 2011

ANTARA - Peristiwa

ANTARA - Peristiwa


Banten Kaji Dukung Gelar Pahlawan Sjafrudin Prawiranegara

Posted: 03 Jun 2011 06:33 AM PDT

Serang (ANTARA News) - Pemerintah Provinsi Banten masih mengkaji usul dan dukungan pemberian gelar kepahlawanan kepada Syafrudin Prawiranegara yang lahir 28 Februari 1911 di Anyer Kidul, Serang, Banten.

Asisten Daerah I (Asda I) Pemprov Banten Anwar Mas`ud di Serang, Jumat, mengatakan saat ini usul gelar pahlawan nasional untuk Syafrudin Prawiranegara masih dikaji oleh Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar (TPPG) Daerah.

"Setelah ada rekomendasi dari panitia Peringatan Satu Abad Sjafrudin Prawiranegara yang menggelar seminar beberapa hari lalu , kami akan mendukung penuh untuk mengusulkan gelar kepahlawanan bagi Syafrudin Prawiranegara," kata Anwar Mas`ud usai menjadi pembicara pada Dialog Kerakyatan yang digelar Dewan Pengurus Daerah KAMMI Banten di Serang.

Ia mengatakan, tim pengkaji tersebut terdiri dari para tokoh masyarakat, peneliti sejarah, akademisi dan Asda II Pemprov Banten.

Ia mengatakan, upaya mendorong penyematan gelar pahlawan bagi Syafrudin Prawiranegara telah dilakukan Pemprov Banten, diantaranya dengan menghelat peringatan satu abad Syafrudin Prawiranegara beberapa waktu lalu.

"Ada juga usulan lagi, bahwa tak hanya gelar kepahlawanan yang diusulkan bagi Sjafrudin, tetapi kami juga akan mengajukan agar Syafrudin diakui sebagai Presiden kedua RI. Usulan itu disampaikan para tokoh Banten diantaranya pak Nadjmudin Busro," kata Anwar Mas`ud.

Sementara itu, sejarawan Banten Nadjmudin Busro mengatakan, gelar kepahlawanan bagi Alm Sjafrudin Prawiranegara juga harus diiringi pengakuan pemerintah bahwa Sjafrudin adalah Presiden RI kedua.

"Karena faktanya, Pak Sjafrudin memang menjadi Presiden RI selama enam bulan 12 hari di Bukit Tinggi, saat pemerintahan darurat. Tanpa kepemimpinan beliau saat itu, RI akan jatuh ke tangan Belanda lagi," kata Najmudin Busro.(*)

M045/R010

Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

S Pernah Diangkat Sebagai Hakim Karier Tipikor

Posted: 03 Jun 2011 06:24 AM PDT

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho. (ANTARA)

Sanksi atau hukuman MA terhadap hakim nakal atau menerima suap hanya sanksi administratif. Hal ini tidak memberikan efek jera bagi hakim"

Berita Terkait

Video

Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan bahwa hakim S yang ditangkap KPK terkait dalam dugaan suap kasus kepailitan, pernah diangkat menjadi hakim karier tindak pidana korupsi oleh Mahkamah Agung.

Pengangkatannya berdasarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 041/KMA/K/III/2009 tertanggal 18 Maret 2009, kata Wakil Koordinator ICW Emerson F. Juntho melalui siaran persnya di Jakarta, Jumat.

Namun, kata dia, karena mendapatkan kritik dari sejumlah kalangan seperti media, akademisi, praktisi hukum dan LSM, akhirnya pengangkatannya dibatalkan.

Di bagian lain, dia menyatakan dengan ditangkapnya hakim S itu sekaligus melengkapi potret suram dunia pengadilan di Tanah Air.

"Sebelumnya sudah ada sedikitnya empat hakim yang ditangkap dan diproses oleh penegak hukum," katanya.

Keempat hakim tersebut, antara lain Ibrahim (Hakim PTUN Jakarta atas dugaan suap oleh DL Sitorus), Muhtadi Asnun (Hakim PN Tanggerang atas dugaan suap oleh Gayus Tambunan), dan Herman Alositandi (Hakim PN Jakarta Selatan atas dugaan pemerasan saksi kasus korupsi Jamsostek).

Ia menyatakan kasus hakim S itu menunjukkan lemahnya pengawasan di internal pengadilan khususnya MA.

"Sanksi atau hukuman MA terhadap hakim nakal atau menerima suap hanya sanksi administratif (umumnya mutasi atau non job atau penundaan kenaikan pangkat dalam periode tertentu). Hal ini tidak memberikan efek jera bagi hakim," katanya.

Selain itu, kata dia, fungsi pengawasan eksternal oleh Komisi Yudisial belum optimal seperti yang diharapkan. "KY belum menjadi lembaga yang menakutkan hakim," katanya.

Ia juga menyarankan agar KPK sebaiknya menangani sendiri kasus suap yang melibatkan hakim Syarifuddin Umar atau dengan kata lain tidak melimpahkan kepada kejaksaan/kepolisian.

"Hal itu agar proses menjadi cepat dan menutup peluang korupsi/kolusi dalam penanganan kasus tersebut," katanya.(*)

R021/A023

Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan