Sabtu, 9 Februari 2013

ANTARA - Peristiwa

ANTARA - Peristiwa


Pakar: dongeng membentuk karakter anak

Posted: 09 Feb 2013 05:50 AM PST

Kudus (ANTARA News) - Pakar dongeng berasal dari Yogyakarta Muhammad Aris Kusdianto mengatakan dongeng bermanfaat membentuk karakter anak sehingga harus terus dihidupkan terutama oleh kalangan orang tua.

"Saat ini, budaya dongeng dari orang tua kepada anak sudah mulai langka. Untuk itu, kami mengajak orang tua untuk menghidupkan kembali budaya mendongeng untuk memberikan kesan hangat di dalam keluarga," katanya di sela Festival Maulud Nabi Muhammad SAW di SDIT Al Islam Kudus, Sabtu.

Selain itu, kata Ars yang dikenal dengan sebutan Kak Aris Pahlawan Bertopeng tersebut, mendongeng dapat meningkatkan kecerdasan anak sedangkan mendongeng secara rutin cukup efektif dalam mengakrabkan hubungan antara orang tua dengan anaknya.

Ia berharap, baik orang tua maupun guru tidak menyia-nyiakan manfaat dongeng untuk anak-anak.

"Dongeng juga bisa disukai anak-anak selayaknya seorang anak menyukai makanan favoritnya," katanya.

Melalui dongeng, kata dia, anak bisa belajar kosakata baru, belajar untuk mengekspresikan perasaan, seperti senang, sedih, ataupun marah, serta menyerap nilai-nilai kebaikannya.

Ia menyatakan kepada orang tua atau guru yang hendak mendongeng, agar tanpa menggunakan media, melainkan hanya lewat gerakan, suara, maupun ekspresi, sehingga anak bisa berimajinasi.

"Jika menggunakan media, imanijasi anak kurang terlatih karena gambarnya sudah bisa dilihat langsung," katanya.

Selain itu, kata dia, mendongeng tidak ada batasan umur, bahkan bayi yang masih dalam kandungan orang tua bisa didengarkan dongeng.

Bahan dongeng, katanya, memang harus disesuaikan dengan usia, agar dapat mengena.

Kepala SDIT Al Islam Kudus Istifainzah mengatakan dalam Festival Maulud Nabi Muhammad SAW itu, sekolah sengaja mendatangkan pendongeng profesional agar anak juga tertarik mendengarkan dongeng ketika nantinya berada di rumah.

"Lewat pendongeng tersebut, anak juga mendengarkan kisah tentang Nabi Muhammad SAW agar anak juga bisa meneladani sikap dan perilakunya," katanya.

Apalagi, kata dia, dongeng lebih sering diperkenalkan kepada anak saat masih usia TK, sedangkan tingkat SD masih jarang terjadi.

(M029)

Kemendikbud segera laksanakan gerakan antiputus sekolah

Posted: 09 Feb 2013 05:46 AM PST

Banjarmasin (ANTARA News) - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) segera melaksanakan program gerakan antiputus sekolah bagi pelajar sekolah dasar hingga sekolah menengah atas melalui pemberian beasiswa secara terus-menerus.

"Saat ini, angka putus sekolah di Indonesia masih relatif cukup tinggi sehingga perlu ada gerakan yang didukung oleh seluruh pihak terkait, baik melalui pendekatan program maupun sosial," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, di Banjarmasin, Sabtu.

Pendekatan program dimaksud, kata dia, antara lain dengan memberikan beasiswa bagi anak-anak dari keluarga miskin mulai SD hingga SMP bahkan SMA. Selama ini, anak-anak yang mendapatkan beasiswa di SD masih merasa khawatir kalau melanjutkan ke SMP atau SMA, tidak memiliki jaminan mendapatkan beasiswa kembali, jelas Mendikbud.

Kekhawatiran tersebut, kata dia, membuat angka putus sekolah--mulai tingkat SD hingga SMA--masih relatif sangat tinggi, apalagi yang bisa melanjutkan ke perguruan tinggi, angkanya masih sangat jauh.

Mendikbud menggambarkan, pada tahun 2007, dari 100 persen anak-anak yang masuk SD, yang melanjutkan sekolah hingga lulus hanya 80 persen, sedangkan 20 persen lainnya putus sekolah.

Dari 80 persen yang lulus SD, hanya sekitar 61 persen yang melanjutkan ke SMP maupun sekolah setingkat lainnya, kemudian dari jumlah tersebut yang sekolah hingga lulus hanya sekitar 48 persen.

"Tentu ini adalah jumlah yang sangat memprihatinkan, mengingat pendidikan SD--SMP merupakan pendidikan dasar yang seharusnya dimiliki oleh seluruh generasi muda Indonesia saat ini," katanya.

Sementara itu, dari 48 persen tersebut, yang melanjutkan ke SMA tinggal 21 persen dan berhasil lulus hanya sekitar 10 persen, sedangkan yang melanjutkan ke perguruan tinggi hanya sekitar 1,4 persen.

Selanjutnya, berdasarkan penelitan pada tahun 2011, terjadi sedikit peningkatan anak yang melanjutkan ke SMP dari 61 persen menjadi sekitar 70 persen, dan yang masuk perguruan tinggi menjadi 4,4 persen.

Menekan angka putus sekolah tersebut, kata dia, perlu gerakan serempak, bukan hanya dilakukan oleh pemerintah kabupaten, provinsi, maupun pemerintah pusat, melainkan juga oleh guru, kepala sekolah, dan pihak sekolah lainnya.

Setiap sekolah, kata dia, harus memiliki data anak didikinya, dan mengawal mereka hingga lulus sekolah dan melanjutkan ke jenjang berikutnya.

Bila ada yang tidak melanjutkan, kepala sekolah atau guru wajib mendatangi ke rumahnya dan mengantarkan langsung untuk mendaftar ke sekolah yang diinginkan karena telah ada jaminan beasiswa yang secara otomatis berkesinambungan.

"Jemput anak-anak yang tidak melanjutkan sekolah dan antar serta daftarkan, ini adalah tanggung jawab sosial kita," katanya.

Menurut Nuh, pendidikan merupakan jalur terbaik untuk memperbaiki kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat karena biasanya anak miskin yang tidak sekolah akan menikah dengan orang miskin juga, yang pada akhirnya juga akan melahirkan anak-anak yang lebih miskin.

"Rantai kemiskinan ini yang harus kita putus melalui pendidikan," kata Nuh.

(U004)

Tiada ulasan:

Catat Ulasan