Khamis, 27 Disember 2012

Republika Online

Republika Online


Liburan Tapi Depresi? Ini Dia Penyebabnya

Posted: 27 Dec 2012 06:12 PM PST

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Musim libur memang menjadi waktu dimana seseorang bisa menjadi sangat bahagia. Namun, bagi sebagian lainnya, musim libur bisa menjadi sangat rentan yang berujung pada depresinya seseorang.

Banyak kemungkinan faktor yang memicu depresi di saat liburan. Salah satunya adalah berbagai faktor berikut ini yang dikutip dari Symptom Find, Jumat (28/12).

1. Stres

Musim libur itu membuat seseorang lebih banyak berbelanja untuk hadiah. Mereka menghabiskan waktu untuk berurusan dengan macetnya jalanan dan lalu lintas.

Sebagian orang mungkin stres memikirkan hadiah liburan apa yang sebaiknya disediakannya untuk pasangan. Sebagian orang juga juga bisa stres karena mencemaskan berapa banyak uang yang akan mereka habiskan untuk liburan.

2. Lelah

Kelelahan menjadi puncak dari pelaksanaan jadwal liburan. Kelelahan membuat seseorang menjadi malas berolahraga. Malas berolahraga menyebabkan sistem kekebalan atau imunitas tubuh menurun.

3. Tegang bertemu keluarga

Beberapa orang jarang melihat orang tua, saudara, dan kerabatnya sendiri di hari libur. Sehingga, pada waktu bertemu langsung dengan keluarga, seseorang menjadi tegang dan cemas. Ini juga bisa memicu depresi.

4. Kesepian

Di saat satu orang merasa tegang karena bertemu keluarganya, di sisi lain ada orang lain yang kesepian. Mereka tak bisa menghabiskan waktu untuk orang yang dicintai. Mungkin, orang tersebut mengalami kendala keuangan, jarak, atau alasan lain, misalnya ada teman dekat yang meninggal.

5. Harapan tak sesuai kenyataan

Beberapa orang mungkin terlalu bersemangat menyambut liburan. Namun, ketika menjalaninya, ternyata serunya liburan tak sesuai dengan pandangan pertamanya di awal.

Mau Panjang Umur? Perbanyaklah Marah

Posted: 27 Dec 2012 05:04 PM PST

REPUBLIKA.CO.ID, Mengeluarkan amarah ternyata dapat menjadi resep panjang umur bagi kita. Dikutip dari Medical Daily, Jumat (28/12), sutudi kesehatan terbaru menunjukkan kemmapuan mengekspresikan rasa marah dan tidak memendam amarah di dalam hati, dapat membuat kita lebih menikmati hidup.

Dua peneliti asal Universitas Jena di Jerman Marcus Mund and Kristin Mitte mengungkapkan, orang-orang di Jerman dan Italia memiliki harapan hidup dua kali lebih panjang daripada kebanyakan orang di Inggris. Pembawaan orang Inggris dan tenang dan diam, ternyata justru berdampak buruk pada kesehatan mental mereka.

Menahan marah, ternyata tidak hanya membuat pikiran negatif yang ada di dalam pikiran terus mengendap tapi juga menurunkan kemmapuan fisik tubuh. 

Berdasaekan studi yang dilakukan terhadap enam ribu orang, Mund dan Mitte menemukan detak jantung yang meningkat menjadi gangguan kesehatan paling awal akibat menahan marah. Gejala sederhana ini dapat terus bereskalasi menjadi gangguan jantung dan bahkan gagal ginjal.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan