Ahad, 6 November 2011

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Terlambat Diangkut ke Mina, Jemaah Kepanasan

Posted: 06 Nov 2011 12:46 AM PDT

Haji

Terlambat Diangkut ke Mina, Jemaah Kepanasan

Tjahja Gunawan Diredja | Marcus Suprihadi | Minggu, 6 November 2011 | 14:41 WIB

MEKKAH, KOMPAS.com — Jemaah haji Indonesia kepanasan di padang pasir Mudzalifah karena lama menunggu kedatangan bus yang mengangkut mereka ke Mina, Minggu (6/11/2011). Akibat tak tahan panas, sebagian jemaah haji berebut masuk bus setiap kali bus datang di depan antrean mereka.

Wartawan Kompas Tjahja Gunawan Diredja melaporkan dari Mekkah setelah melaksanakan wukuf di Padang Arafah, Sabtu siang. Pada malam harinya, seluruh jemaah menuju Bukit Mudzalifah untuk melaksanakan mabit atau menginap hingga dini hari sekaligus mengambil batu di sana.

Selanjutnya, batu-batu kecil tersebut dibawa ke Mina untuk lempar jumrah. "Biasanya jemaah sudah meninggalkan Mudzalifah setelah subuh, tapi kali ini jam 10 siang begini baru diangkut bus," kata Mustofa Kamal, pemimpin regu 12 yang sudah beberapa kali melaksanakan ibadah haji.

Transportasi jemaah haji Indonesia di Arab Saudi dikelola pengelola maktab. Mereka adalah warga lokal yang mendapat kepercayaan dari perwakilan Kementerian Agama RI di Arab Saudi atau Muasasah.

Full content generated by Get Full RSS.

Kabinet Hasil "Reshuffle" Telah Tercoreng

Posted: 05 Nov 2011 09:25 PM PDT

Remisi Koruptor

Kabinet Hasil "Reshuffle" Telah Tercoreng

Marcellus Hernowo | Marcus Suprihadi | Minggu, 6 November 2011 | 10:39 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com "Blunder" yang dibuat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam kebijakan pengetatan remisi dan pembebasan bersyarat bagi terpidana korupsi serta terorisme telah mencoreng kredibilitas Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II hasil reshuffle atau perombakan kabinet.

"Presiden Susilo Bambang Yudhoyono perlu mengonsolidasikan lagi anggota KIB II agar blunder serupa tidak berulang," kata Bambang Soesatyo, anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, Minggu (6/11/2011), kepada Kompas.com di Jakarta.

Bambang menilai, kebijakan pengetatan remisi tanpa mengubah Undang-Undang No 12 Tahun 1995 dan Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan telah menggambarkan rendahnya kualifikasi penggagas kebijakan itu.

Langkah Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana yang belakangan menjelaskan bahwa maksud kata moratorium yang pernah diucapkannya adalah pengetatan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat, menurut Bambang, tidak mencerminkan sikap penuh tanggung jawab seorang pejabat tinggi negara.

"Cara Denny Indrayana meralat maksud kata moratorium yang pernah diucapkannya juga amat menyederhanakan masalah. Pasalnya, arti kata moratorium selama ini adalah pembekuan sementara. Tidak layak dan tidak pada tempatnya seorang pejabat publik bertindak 'suka-suka' seperti itu," tambah politisi dari Partai Golkar ini.

Full content generated by Get Full RSS.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan