KOMPAS.com - Nasional |
Posted: 01 Jul 2011 09:45 AM PDT JAKARTA, KOMPAS.com — Penyidik Bareskrim Polri menahan Masyhuri Hasan, mantan staf kepaniteraan di Mahkamah Konstitusi, Jumat (1/7/2011). Penahanan dilakukan setelah Hasan diperiksa sebagai tersangka pemalsuan surat keputusan MK terkait sengketa Pemilu 2009 di Wilayah Sulawesi Selatan I. "Ditahan di Rutan Bareskrim Polri," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Boy Rafli Amar melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Jumat malam. Hasan adalah pihak yang pertama kali dijadikan tersangka oleh penyidik. Dia dijerat Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Dokumen. Penyidik akan mengembangkan mereka yang terlibat, baik pembuat surat palsu, pengguna surat palsu, hingga auktor intelektualis. Selain memeriksa Hasan, pagi tadi penyidik juga memeriksa mantan hakim MK, Arsyad Sanusi, beserta putrinya, Neshawati Zulkarnain, sebagai saksi. Hasan telah diberhentikan dengan hormat oleh MK lantaran dianggap terlibat dalam kasus pemalsuan surat keputusan perkara yang dimohonkan Partai Hanura. Menurut hasil tim investigasi MK, Hasan diketahui mengopi berkas surat jawaban panitera MK yang dibuat pada 14 Agustus 2009 . Berkas surat yang isinya tak sesuai dengan amar putusan MK itu lalu dicetak dan diberi tanggal serta nomor surat dengan tulisan tangan. Ia pun mengambil hasil pemindaian (scan) tanda tangan panitera MK Zainal Arifin Hoesein yang terdapat di dalam komputer MK kemudian membubuhkannya ke surat itu. Hasan, seperti diungkapkan dalam laporan tim investigasi, kemudian menuju kediaman Arsyad Sanusi (saat itu masih menjadi hakim MK). Kepada tim, ia mengaku mendapat telepon dari anak Arsyad, Neshawati, yang meminta datang ke Apartemen Pejabat Negara di Kemayoran. Ia kemudian menyerahkan kopi berkas surat jawaban panitera MK itu kepada Arsyad. Menurut keterangan Hasan kepada tim investigasi, Dewi Yasin Limpo berada di Kemayoran. Atas perbuatannya itu, MK memberikan sanksi administratif kepada Hasan berupa pemberhentian. Namun, ia berhasil lolos dalam seleksi calon hakim di MA dan pernah ditugaskan di PN Jayapura. MA akan memeriksa yang bersangkutan terkait kasus itu. Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price. |
Menkominfo: Pejabat Harus Siap Dikritik Posted: 01 Jul 2011 08:39 AM PDT JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring menyatakan bahwa seorang pejabat publik harus siap dikritik dan disorot oleh publik. Hal tersebut adalah merupakan bagian dari keterbukaan informasi publik. Pernyataan ini disampaikan saat pidato pembukaan Rakornas Komisi Informasi Publik, Jumat (1/7/2011) yang berlangsung di Yogyakarta. "Peran Komisi Informasi baik yang di pusat maupun daerah adalah mengawasi berlakunya UU KIP No 14/2008, menyosialisasikannya kepada badan-badan publik, baik eksekutif, legislatif, yudikatif, maupun ke masyarakat," ujar Tifatul dalam pernyataan yang diterima Kompas.com. Di samping UU No 14/2008 mengenai KIP untuk meningkatkan transparansi, partisipasi publik, dan juga akuntabilitas publik, Tifatul menambahkan bahwa social media juga semakin memberi ruang kepada masyarakat untuk mengontrol pemerintahan dan pejabat publik. Bahkan melalui social media, media-media konvensional pun tidak luput dari kritik dan sorotan publik. "Media konvensional tidak lagi mutlak sebagai sarana pembentuk opini. Saat ini social media juga sangat berpengaruh dan di-update setiap saat. Lihatlah apa yg terjadi di Tunisia, Mesir, dan negara-negara Arab lainnya," tutur Tifatul. Mengutip istilah Wapres Boediono, Tifatul menyampaikan bahwa suara dalam terminologi bahasa Inggris dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu voice, sound, dan noise. Contohnya voice of people, sound of bird, dan kadang cuma sekadar noise, seperti suara berisik. "Saya setuju dengan Wapres bahwa suara publik itu pun ada yang berupa voice, mungkin cuma sound atau bahkan hanya noise. Jadi kita harus pandai-pandai memilah mana yang harus ditanggapi," ujar Tifatul. Dalam alam demokrasi dan keterbukaan seperti saat ini, seluruh pejabat publik diharapkan siap selalu untuk dimintai informasi yang memang menjadi hak publik. Melalui UU No 14/2008 ini, kini publik punya hak untuk mengetahui informasi publik, kecuali rahasia-rahasia yang sudah diatur juga dalam undang-undang tersebut. Terakhir, Menkominfo berpesan kepada seluruh komisioner KIP, baik yang di pusat maupun daerah yang akan mengadakan rakornas, agar tidak merasa senang jika banyak gugatan dan sengketa informasi. Namun, justru akan lebih senang apabila dapat mendorong islah, mempertemukan dua pihak yang bersengketa. Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price. |
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Nasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan