KOMPAS.com - Internasional |
"Mayat" Berteriak dari Kamar Jenazah Posted: 27 Jul 2011 03:58 AM PDT "Mayat" Berteriak dari Kamar Jenazah Egidius Patnistik | Rabu, 27 Juli 2011 | 10:58 WIB JOHANNESBURG, KOMPAS.com — Seorang pria Afrika Selatan berusia 50 tahun yang dikira sudah meninggal dan ditempatkan di kamar mayat tiba-tiba bangun pada Minggu (25/7/2011) lalu. Ia berteriak-teriak agar dikeluarkan dari ruang jenazah yang sangat dingin. Teriakan "mayat" itu menakuti dua penjaga yang mengira ia hantu, lapor media setempat sebagai diktuip Telegraph, Senin. "Keluarganya mengira dia telah meninggal," kata juru bicara kesehatan Sizwe Kupelo kepada kantor berita Sapa. "Keluarga itu mengontak kantor pemakaman swasta yang lalu membawa apa yang mereka pikir mayat ke kamar mayat. Namun, pria itu bangun di kamar mayat pada Minggu pukul 17.00 dan berteriak. Ia meminta untuk dikeluarkan dari tempat yang dingin tersebut." Dua penjaga yang sedang bertugas bukannya menolong. Mereka justru lari tunggang-langgang dari bangunan yang terletak di kota kecil Libode di Eastern Cape. Mereka mengira, yang berteriak itu hantu. Setelah meminta bantuan dan kembali ke kamar mayat, mereka menemukan orang itu hidup. Sebuah ambulans kemudian dikirim untuk menjemput pria yang telah "terpapar suhu dingin yang ekstrem selama hampir 24 jam" kata Kupelo. Dia mengatakan, masyarakat tidak boleh berasumsi bahwa orang sakit telah meninggal, lalu mengontak kamar mayat. "Dokter, pekerja darurat, dan polisi adalah orang-orang yang berhak untuk memeriksa pasien dan menentukan apakah mereka sudah meninggal atau belum," kata Kupelo. |
Demi "Game Online", 3 Anak Dijual Posted: 27 Jul 2011 03:38 AM PDT Demi "Game Online", 3 Anak Dijual Kistyarini | Rabu, 27 Juli 2011 | 10:38 WIB BEIJING, KOMPAS.com — Demi memenuhi "kebutuhan" bermain game online, pasangan muda Li Lin dan Li Juan, asal Dongguan, China, tega menjual tiga anak mereka. Ide menjual anak itu tercetus, setelah kelahiran anak kedua mereka pada 2009. Bayi perempuan itu dijual dengan harga 500 dollar AS Rp 4,2 juta. Menurut surat kabar Sanxiang City News, pasangan ini bertemu pada 2007 di sebuah warung internet. Rupanya minat yang sama pada game online menyatukan mereka. Setahun kemudian, pada 2008, anak pertama mereka lahir. Demi game online juga mereka tega meninggalkan bayi laki-laki itu untuk ke warnet. Ide menjual anak itu tercetus setelah kelahiran anak kedua mereka pada 2009. Bayi perempuan itu dijual dengan harga 500 dollar AS (sekitar Rp 4,2 juta). Setelah uang itu habis, giliran anak sulung yang dijual. Karena anak laki-laki, harga jualnya lebih mahal, sekitar 4.600 dollar AS (Rp 39 juta). Anak ketiga mereka juga menjadi korban agar bisa bermain game online. Bayi lelaki itu ditawarkan seharga sama dengan kakaknya, Rp 42 juta. Praktik ini berhenti setelah ibu si ayah muda itu mengetahuinya. Sang ibu langsung melaporkannya ke pihak berwajib. Kepada polisi, pasangan yang berusia di bawah 21 tahun itu berdalih tidak mengetahui bahwa yang mereka lakukan melanggar hukum. |
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Internasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan