Selasa, 26 Julai 2011

ANTARA - Berita Terkini

ANTARA - Berita Terkini


Populasi "Botswana Wildebeest" Turun Hampir 90 Persen

Posted: 26 Jul 2011 06:09 PM PDT

Hewan Gnu, atau Botswana Wildebeest. (animalpictures1.com)

Kebakaran semak cenderung membunuh puluhan hewan dalam satu kejadian. Misalnya, di satu taman nasional, kami melihat 43 bangkai zebra yang kematian hewan itu jelas disebabkan oleh kebakaran hutan.

Berita Terkait

Video

Garborone (ANTARA News/Xinhua-OANA) - Populasi rusa kutub di Botswana (Botswana Wildebeest) telah merosot sampai hampir 90 persen akibat banyak penyebab termasuk penggunaan lahan, pemecahan habitat, perubahan tumbuh-tumbuhan, penjagaan dari penyakit hewan, kebakaran dan perburuan liar.

Satu studi baru-baru ini oleh Elephant Without Borders (EWB), organisasi amal yang mendedikasikan diri untuk memelihara marga satwa dan sumber alam, memperlihatkan rusa kutub di Botswana berada di ambang kepunahan dan akan sulit untuk diremajakan.

Populasi rusa kutub, terutama di beberapa kabupaten di bagian utara negeri tersebut --Ngamiland dan Chobe-- telah merosot sampai hampir 90 persen selama 15 tahun belakangan.

Pendiri EWB Michael Chase sebagaimana dikutip harian setempat Mmegi pada Selasa (27/7) mengatakan hewan lain yang berkurangnya populasinya menimbulkan keprihatinan besar meliputi jerapah, kudu (sejenis rusa), lechwe (rusa yang hidup di Botswana, Zambia, bagian selatan Republik Democratik Kongo, bagian timur-laut Namibia, dan bagian timur Angola, terutama di Delta Okavango, Dataran Kafue dan Rawa-rawa Bangweulu.), burung unta, kuda, tsessebe (rusa padang rumput dan dataran rendah) dan babi hutan.

"Yang sangat mengganggu ialah penurunan hampir 90 persen jumlah rusa kutub yang terlihat dalam survei," kata Chase, sebagaimana dikutip Xinhua, yang dipantau ANTARA News, di Jakarta, Rabu. "Misalnya, di Chobe, kami hanya melihat 500 rusa kutub."

Menurut survei itu, sebagian besar penurunan populasi hewan tersebut disebabkan oleh penggunaan lahan, pemecahan habitat, perubahan tumbuh-tumbuhan, kemarau, pertahanan terhadap penyakit hewan, kebakaran dan perburuan liar.

"Kebakaran semak cenderung membunuh puluhan hewan dalam satu kejadian," kata Chase. "Misalnya, di satu taman nasional, kami melihat 43 bangkai zebra yang kematian hewan itu jelas disebabkan oleh kebakaran hutan."

Ia menyatakan peningkatan perburuan liar menambah parah keadaan. "Dalam satu kasus, pemburu liar membunuh satu singa yang sedang menyusui dan mempunyai enam anak." Meskipun populasi gajah di Botswana utara tetap stabil, yaitu 130.000 ekor.

Survei itu, yang dipimpin oleh Departemen Margasatwa dan Taman Nasional, memerlukan waktu 250 jam terbang dan menempuh jalur penerbangan secara keseluruhan 25.598 kilometer melintasi 73.478 kilometer persegi di sebagian besar taman nasional di negeri tersebut.

Survei itu menganalisis data pembanding dari sembilan survei serupa yang dilakukan antara 1993 dan 2004.

(C003) (A011)

Editor: Ella Syafputri

COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by Used Car Search.

Penghijauan Kawasan Merapi Terbantu Turunnya Hujan

Posted: 26 Jul 2011 06:00 PM PDT

Ilustrasi Penghijauan di kawasan Merapi.(FOTO ANTARA/ Wahyu Putro A)

Bibit tanaman penghijauan kawasan Merapi masih perlu penanganan khusus, terutama penyiramannya. Bibit pohon mulai tumbuh, dan hanya perlu penanganan serta perawatan yang intensif.

Berita Terkait

Video

Sleman (ANTARA News) - Penghijauan kawasan Gunung Merapi yang mulai kekeringan akibat musim kemarau, sedikit terbantu dengan turunnya hujan di wilayah itu dalam beberapa hari terakhir, kata ketua tim penghijauan lereng gunung itu, Bambang Sugeng.

"Dalam beberapa hari terakhir hujan sempat turun di kawasan Merapi, dan ini sangat membantu penyiraman ribuan bibit pohon penghijauan yang mulai kekeringan akibat musim kemarau," katanya, di Sleman, Rabu.

Menurut dia, meskipun hujan beberapa kali hanya sebentar, namun menyebabkan lahan kering di kawasan gunung ini menjadi basah, dan bibit pohon penghijauan tersirami air.

"Bibit tanaman penghijauan kawasan Merapi masih perlu penanganan khusus, terutama penyiramannya. Bibit pohon mulai tumbuh, dan hanya perlu penanganan serta perawatan yang intensif," katanya.

Meskipun demikian, kata dia, penyiraman bibit pohon penghijauan dengan sistem tetes atau infus, tetap dilakukan. "Dari ratusan ribu bibit pohon yang ditanam, baru sekitar 1.000 batang di antaranya yang mendapatkan penyiraman dengan sistem tetes. Masih banyak yang belum dirawat dengan sistem tetes atau infusisasi," katanya.

Bambang mengatakan warga sekitar tidak mungkin bisa menyirami bibit pohon penghijauan setiap hari, karena selain ketersediaan air yang terbatas, mereka juga sudah mulai sibuk menata kehidupannya kembali.

"Bak-bak kecil penampung air yang disediakan untuk tanaman penghijauan jumlahnya belum memadai untuk bisa menjangkau seluruh bibit yang ditanam. Sehingga perlu ada infus, dan jumlahnya juga harus banyak. Sebab, jika jumlah infus tidak memadai, bibit tanaman yang tidak mendapatkan tetesan air pasti mati," katanya.

(V001)(M008)

Editor: Ella Syafputri

COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by Used Car Search.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan