KOMPAS.com - Nasional |
Dipo Alam Dianggap Bukan Aktivis 77/78 Posted: 27 Feb 2011 06:56 PM PST JAKARTA, KOMPAS.com — Dua pucuk pimpinan aktivis era 1977/78, M Hatta Taliwang dan Umar Marasabessy, menegaskan, Sekretaris Kabinet Dipo Alam tidak pernah tergabung dalam aktivitas mereka sebagaimana disebut sejumlah kalangan. "Mengingat banyak media menyebut dan mengait-ngaitkan Dipo Alam dengan komunitas kami, maka dengan ini kami tegaskan bahwa dia bukan Aktivis 77/78," kata Hatta yang dibenarkan Umar, di Jakarta, Minggu (27/2/2011) malam. Seperti diberitakan, Dipo Alam memicu polemik karena gertakannya untuk memboikot media massa, terutama TV One, Media Indonesia dan Metro TV yang dinilainya kerap menjelek-jelekkan bosnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Karena itu, Hatta dan Umar pun mengecam sikap Dipo Alam yang dinilai kurang bijaksana menghadapi media massa. Menurut Hatta Taliwang, Dipo Alam tidak punya kaitan langsung dengan Gerakan Mahasiswa 77/78. Saat gejolak politik di akhir 1977 hingga awal 1978, dia sudah tidak menjabat lagi sebagai Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia. "Ketika itu, Dipo Alam telah digantikan oleh Lukman Hakim (kini Ketua LIPI). Sejak itu, gaungnya tak kedengaran di dunia kemahasiswaan," katanya. Dikatakan, mereka memiliki data otentik. Dipo Alam memang pernah jadi aktivis mahasiswa, tetapi terakhir hanya dikenal sebagai Ketua Dewan Mahasiswa (Dema) Universitas Indonesia tahun 1976. "Dia memang sempat ditahan sekitar satu hingga dua bulan di 'Kampus Kuning' (Markas Batalion 202 Tajimalela di Bekasi) yang dijadikan tempat penahanan para aktivis Dema dari berbagai kampus di Jakarta," ungkapnya. Penahanan Dipo Alam ketika itu, menurutnya, karena pernah bersama-sama dengan Bambang Sulistomo mengusung Ali Sadikin sebagai calon presiden alternatif. "Jadi, sekali lagi, Dipo Alam tidak punya kaitan langsung dengan Gerakan Mahasiswa 77/78. Ada bukti lain yang bisa menjelaskan soal itu," katanya didampingi A Rachim, salah satu aktivis komunitas tersebut. Bambang Sulistomo yang dimaksud adalah putra Soetomo atau Bung Tomo dari Surabaya yang penobatannya sebagai Pahlawan Nasional baru dilakukan tahun lalu. Hatta Taliwang dan Umar Marasabessy menambahkan, pihaknya punya informasi sangat akurat bahwa Dipo Alam tidak pernah diadili atau menjadi saksi di pengadilan ketika teman-temannya diadili di sejumlah kota, mulai Bandung, Jakarta, Medan, Surabaya, dan Yogyakarta. |
Ketua BPK Bicara KKN RI di Malaysia Posted: 27 Feb 2011 03:17 PM PST Ketua BPK Bicara KKN RI di Malaysia Editor: yuli Minggu, 27 Februari 2011 | 23:17 WIB DHONI SETIAWAN/KOMPAS.com Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Jakarta Pusat. TERKAIT: KUALA LUMPUR, KOMPAS.com — Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Purnomo mengatakan, timbulnya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di dalam negeri karena fungsi monitoring sejumlah pihak masih kurang lengkap sehingga perlu dicarikan solusinya. "Solusinya bisa secara ekstensifikasi (mencari yang tersembunyi) dan intensifikasi (mengungkapkan yang tidak jujur)," kata Hadi Purnomo dalam diskusi sosialisasi BPK yang dihadiri Duta Besar RI di Malaysia, Da'i Bachtiar, dan para stafnya, Minggu (27/2/2011). Itu sebabnya, kata Purnomo, BPK akan terus berupaya agar pelaporan bisa dilakukan secara transparan dan akuntabel. "Insya Allah, kami dapat melakukannya agar rakyat Indonesia bisa menjadi sejahtera dan makmur," katanya. Ia mengisahkan, guna memperkuat monitoring di dalam negeri khususnya dengan pemerintah daerah, BPK menandatangani sejumlah nota kesepahaman dengan sejumlah pemda. Pada Kamis (24/2/2011) lalu, BPK menandatangani nota kesepahaman tentang pengembangan dan pengelolaan sistem informasi untuk akses data bersama Pemda Banten dan delapan kabupaten/kota di Banten. Penandatanganan tersebut merupakan langkah awal untuk menciptakan pusat data BPK melalui strategi link and match dalam rangka pemeriksaan berbasis elektronik atau e-audit. Nota kesepahaman yang sama dengan seluruh lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan BUMN juga telah ditandatangani BPK bersama pihak tersebut. "Kami mengharapkan sinergi tersebut memberikan manfaat untuk mengurangi KKN secara sistemik, mendukung optimalisasi penerimaan negara serta mendukung efisiensi dan efektivitas pengeluaran negara," kata Hadi Purnomo. Selama 2010, katanya, BPK sudah menandatangani kesepakatan bersama dengan 488 DPRD dari 524 DPRD provinsi dan kabupaten/kota dari 32 provinsi di Indonesia. Kirim Komentar Anda |
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Nasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan