KOMPAS.com - Nasional |
Bos Gayus: Vonis Melegitimasi Rekayasa Posted: 23 Feb 2011 05:26 PM PST JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa Maruli Pandapotan Manurung, bekas Pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang pernah menjadi bos Gayus HP Tambunan, menyatakan kekecewaan kepada majelis hakim. Ia berdalih, hakim telah melegitimasi rekayasa kasus yang menjerat dirinya dengan memvonis dua tahun enam bulan penjara ditambah denda Rp 50 juta. "Malam ini saya dapat jawaban atas pertanyaan saya selama ini. Masih adakah kebenaran dan keadilan di negeri ini? Jawabannya nyaris tidak ada. Hukum ternyata dapat digunakan pihak-pihak tertentu. Hukum dapat melegitimasi rekayasa kasus," ucap Maruli kepada majelis hakim setelah mendengar vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu ( 23/2/2011 ) malam. Pernyataan itu dikatakan Maruli saat dimintai tanggapan hakim apakah menerima, banding, atau pikir-pikir atas vonis. Dikatakan Maruli, putusan hakim itu dapat mempidanakan seluruh produk administrasi perpajakan yang dikeluarkan pegawai pajak di Indonesia. "Menjawab pertanyaan yang mulia apakah saya banding, menolak, atau pikir-pikir, saya justru ragu apakah di Pengadilan Tinggi (DKI Jakarta) saya mendapat jawaban atas pertanyaan saya atau berlanjut penganiayaan kepada saya. Karena itu saya pikir-pikir," ucap Maruli dengan mata berkaca-kaca. Juniver Girsang, pengacara Maruli, mengkritik pertimbangan hakim yang menyebut kliennya tidak teliti, tidak cermat, dan tidak tepat saat menangani keberatan pajak PT SAT. "Menurut kami, malahan majelis hakim yang membuat pertimbangan tidak cermat, tidak proporsional, dan tidak rasional," lontar dia. Juniver menilai hakim menyimpang dari KUHAP lantaran tidak menggunakan keterangan saksi-saksi dalam persidangan. "Dalam KUHAP, keterangan yang benar itu adalah keterangan di sidang. Tidak ada satu pun saksi yang memberatkan Maruli. Gayus katakan di bawah sumpah bahwa kasus itu pesanan dari penyidik," ucap dia. "Sekarang kita lihat, ratusan yang sudah diproses masalah keberatan. Berarti itu semua adalah pidana. Saya tak bisa bayangkan bagaimana petugas pajak, apakah mereka bisa bekerja atau tidak. Mereka pasti akan khawatir untuk memproses (keberatan pajak), padahal itu adalah kewajiban pegawai pajak," tambah Juniver. |
KPK-Kemenkeu Awasi Gratifikasi Posted: 23 Feb 2011 02:54 PM PST Pencegahan KKN KPK-Kemenkeu Awasi Gratifikasi Penulis: Maria Natalia | Editor: Nasru Alam Aziz Rabu, 23 Februari 2011 | 22:54 WIB JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana mempelajari dan menyusun sistem pelaporan pengawasan gratifikasi. Sistem ini diperluas, setelah sebelumnya hanya dilakukan Kemenkeu langsung ke KPK. Saat ini diupayakan jajaran Kemenkeu di daerah bisa manyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaran Negara (LHKPN) melalui Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenkeu langsung melalui sistem itu. Sistem yang dimaksud berupa link secara online. "Kita akan mencoba sistem, yang memungkinkan Kemenkeu dilevel-level tertentu cukup melaporkan ke Irjen dan kemudian Irjen yang lakukan pengelolaannya. Selanjutnya pengendalian dengan KPK secara sistem elektronik jadi nanti ada satu media yang link secara online dengan KPK," jelas Menteri Keuangan Agus Martowardojo di kantor KPK, Rabu (23/02/2011). Agus menjelaskan, melalui pelaksanaan sistem ini KPK juga bisa melakukan supervisi. Sistem ini tidak berlaku pada pemberi laporan yang berjumlah 8.000 pegawai Kemenkeu yang sudah menyampaikan LHKPN berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Mereka tetap harus melapor langsung ke KPK. Sementara itu, sebanyak 20.000 pegawai Kemenkeu lainnya, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 38 Tahun 2011, akan diproses melalui sistem baru yang akan dikerjakan Irjen Kemenkeu."Nanti misalnya pegawai Kemenkeu yang ada di Ambon atau di Surabaya, tidak perlu berhubungan dengan KPK di Jakarta Pusat. Itu nanti bisa melalui kantor Irjen Kemenkeu. Lalu Irjen Kemenkeu yang akan berkoordinasi dengan KPK melalui sistem itu," papar Agus. Sistem yang di susun ini menurut Pimpinan KPK Chandra M Hamsah akan diberlakukan sampai ke level paling bawah dari Kemenkeu. Hal ini diterapkan agar seluruh penerimaan yang diperoleh karyawan Kemenkeu di luar pendapatnya harus dilaporkan. "Dengan sistem ini kita harapkan pengelolaan keuangan negara oleh karyawan Kemenkeu, baik dari sisi anggaran maupun perbendaharaan, pajak, dan lain-lain, makin profesional dilakukan oleh pegawai-pegawai yang punya integritas," tutur Chandra. Kirim Komentar Anda |
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Nasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan