KOMPAS.com - Nasional |
Wapres: Jangan Coba-coba Sistem Lain Posted: 23 Dec 2010 12:54 PM PST JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Presiden Boediono menyatakan, jalan yang terbaik bagi bangsa Indonesia ke depan ini adalah melanjutkan dan memperkuat sistem demokrasi yang telah dipilih sejak 12 tahun yang lampau. Mencoba-coba lagi sistem lain sangat berisiko, di antaranya, bisa menimbulkan gejolak dan biaya sosial yang terlalu besar. -- Boediono Mencoba-coba lagi sistem lain sangat berisiko, di antaranya, bisa menimbulkan gejolak dan biaya sosial yang terlalu besar. Saran Wapres, lebih baik sistem yang ada terus diperbaiki kekurangan-kekurangan dan kelemahannya. Hal itu disampaikan oleh Wapres Boediono saat memberikan kuliah umum di hadapan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Ciputat, Jakarta, Kamis (23/12/2010). Dalam acara itu hadir Rektor UIN Komaruddin Hidayat dan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Bachtiar Effendi beserta jajaran guru besar dan dosen UIN lainnya. Selain dibuka dialog setelah memberikan kuliah umum, Wapres juga sempat didemo oleh aktivis mahasiswa UIN. Mereka sempat akan menggelar aksi di pintu gerbang UIN di sebelah Selatan, tetapi dihalang-halangi oleh aparat. Perjalanan Wapres menyebabkan kemacetan total mengingat rombongan Wapres harus melalui jalur yang berlawanan arah saat menjelang kampus UIN. "Hari ini, saya ingin membahas bersama konsolidasi demokrasi kita. Saya gunakan istilah konsolidasi karena menurut hemat saya, jalan yang terbaik bagi kita ke depan ini adalah melanjutkan dan memperkuat sistem demokrasi yang telah kita pilih sejak dua belas tahun yang lampau," ujarnya. Dikatakan Wapres Boediono, dengan mencoba-coba lagi sistem lain sangat berisiko menimbulkan gejolak dan biaya sosial yang terlalu besar bagi bangsa ini, seperti yang telah terjadi dalam setiap perubahan sistem politik seperti yang pernah kita alami sejak kemerdekaan lalu. Lebih baik sistem yang ada terus kita perbaiki kekurangan-kekurangannya. Wapres memaparkan, dalam beberapa waktu terakhir ini, ia mencoba mengikuti literatur mengenai bagaimana demokrasi dikonsolidasikan di sejumlah negara. "Mengapa ada yang berhasil di sebagian negara dan mengapa tidak di negara-negara lain. Saya merasa hal ini penting karena sistem politik yang mantap adalah landasan bagi kemajuan sosial-ekonomi yang berkelanjutan. Pada gilirannya, kemajuan sosial-ekonomi yang berkelanjutan adalah prasyarat mutlak bagi dimungkinkannya kesejahteraan, martabat, dan kecerdasan rakyat yang terus meningkat. Itulah yang pada gilirannya akan membuat sistem politik akan semakin matang dan makin berakar," urai Wapres. Tentang sistem politik mana yang cocok untuk kemajuan bangsa yang berkelanjutan, Wapres mengatakan, pihaknya berpendapat bahwa sistem itu adalah demokrasi. "Tentu, demokrasi di sini adalah yang dilaksanakan dengan benar. Bagi saya, demokrasi adalah sistem yang dapat memenuhi falsafah manunggaling kawulo Gusti, menyatunya kehendak rakyat dengan kehendak penguasa," paparnya. Sebagian lain bangsa-bangsa tidak beruntung melaksanakan demokrasi. Mereka seakan berjalan di tempat, selalu mengulang siklus sejarahnya, tetapi tidak mengalami kemajuan. "Mereka ini juga terperangkap dalam semacam eternal circle yang tak berujung. Sebagian lain lebih tidak beruntung dan terseret oleh lingkaran setan (vicious circle) menuju kemunduran. Bahkan, akhirnya menjadi bagian dari kuburan sejarah," jelas Wapres. Indonesia, lanjut Wapres, bertekad untuk menjadi bangsa maju. Ini berarti kita harus bersedia memenuhi segala syarat dan prasyarat bagi bangsa maju itu. "Salah satu pertanyaan yang saya cari jawabannya dalam literatur adalah hal-hal apa saja yang harus kita waspadai dan hindari agar kita tidak terperangkap ke dalam eternal circle atau vicious circle," kata Wapres lagi. Dalam kesempatan itu, Wapres Boediono mengambil contoh pengalaman demokrasi yang pernah dialami Perancis dengan kegagalan revolusinya sehingga memunculkan tokoh kuat, yaitu Napoleon Bonaparte, serta Kerajaan Romawi dengan kejayaan dan kemakmurannya. Akan tetapi, pada akhirnya runtuh dengan kemerosotannya karena korupsi dan kejahatan-kejahatan lainnya di tingkat elite dan birokrasi. Komaruddin menyatakan dengan contoh-contoh demokrasi di Perancis dan Romawi, Wapres memberikan peringatan kepada bangsa Indonesia agar berhati-hati dengan kegagalan revolusi dan demokrasi di kedua negara itu. "Namun, harapan saya, contoh demokrasi di dua negara itu tidak akan lagi terjadi di Indonesia. Sebab, kita sendiri memiliki pengalaman demokrasi sejak merdeka tahun 1945 lalu hingga zaman Bung Karno dan Soeharto," demikian Komaruddin. |
Posted: 23 Dec 2010 12:16 PM PST Romli Bebas Kejagung Buka Opsi Ajukan PK Kamis, 23 Desember 2010 | 20:16 WIB KONTAN/MURADI Mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Romli Atmasasmita.JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung mungkin saja akan mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan bebas mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Departemen Kehakiman, Romli Atmasasmita oleh Mahkamah Agung. Akan tetapi, PK itu bisa diajukan jika ada alat bukti baru (novum). Demikian yang disampaikan Wakil Jaksa Agung Darmono, saat dihubungi wartawan, Kamis (23/12/2010). Pokoknya nanti kalau ada yang bertolak belakang dengan hukum tentu bisa kami jadikan novum sebagai alasan untuk mengajukan PK. -- Darmono "Ya bisa saja. Pokoknya nanti kalau ada yang bertolak belakang dengan hukum tentu bisa kami jadikan (novum) sebagai alasan untuk mengajukan PK," ucap Darmono ketika ditanyakan soal kemungkinan PK. Kejaksaan Agung, lanjut Darmono, tidak akan terpengaruh pada putusan kasasi Romli dalam melanjutkan perkara Sisminbakum yang kini masih menyisakan dua tersangka utama yakni mantan Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra dan Komisaris PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) Hartono Tanoesoedibjo. "Saya kira faktanya lain. Jadi dalam perkara itu, masing-masing perkaranya itu hukumnya lain. Masing-masing tersangka juga beda, tidak serta merta terpengaruh pada putusan itu semua," ujarnya. Romli pada Selasa (21/12/2010) lalu diputuskan bebas oleh MA karena tidak ada perbuatannya yang melawan hukum atau merugikan negara. Selain Romli, MA juga memutuskan Dirjen AHU lain yakni Syarifudin Manan pada hari ini. Namun, berbeda dengan Romli yang dibebaskan, Manan justru tetap harus menjalani hukuman penjara selama satu tahun. Perbedaan putusan MA ini diakui Darmono tidak bisa serta merta membuat Kejagung langsung mengajukan PK. "Kami kan dengar dulu bunyi putusannya bagaimana, perkembangan hukum itu nanti akan jadi pertimbangan kami yang penting tunggu dulu salinan putusannya," kata Darmono. Penulis: Sabrina Asril | Editor: I Made Asdhiana Loading... Kirim Komentar Anda Kirim Komentar Anda |
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Nasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan