Sabtu, 3 November 2012

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Janggal, Sesmenpora Bisa Teken Kontrak Hambalang

Posted: 03 Nov 2012 06:31 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik Burhanudin Muhtadi melihat banyak kejanggalan dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahap I terhadap proyek Hambalang di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).

Burhanudin menyoroti soal persetujuan kontrak multiyears yang diduga menjadi salah satu cara untuk menggelembungkan dana proyek senilai Rp 1,2 triliun itu. Menurut Burhanudin, alasan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Malarangeng yang mengaku tidak tahu harus meneken kontrak proyek di kementerian yang nilainya di atas Rp 50 miliar sangat tidak masuk akal.

"Ini harus jadi PR BPK buktikan apakah dalam proses pengajuan dana dari Kemenkeu ada tanda tangan Andi Malarangeng atau tidak," kata Burhanudin, dalam diskusi di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (3/11/2012).

Di temuan pertama, BPK hanya menemukan tanda tangan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) Wafid Muharram atas nama menteri yang kemudian disetujui Menteri Keuangan Agus Martowardoyo.

"Kalau pun tidak ada tanda tangan Andi, bisa dicari kenapa Wafid bisa punya keberanian untuk teken itu. Secara politis apa bisa Sesmenpora ambil alih tanggung jawab menteri. Apa ini hanya sekadar keuntungan finansial," kata Burhanudin.

Spekulasi-spekulasi itu, lanjut Burhanudian, bisa berkembang ke mana-mana. Namun, ia mengaku tak masuk akal sehat jika seorang Sesmenpora memiliki keberanian seperti itu apalagi dengan nilai proyek yang begitu besar.

"Kalau dia (Wafid) tidak dapat persetujuan atau support dari seorang menteri maka logika akal sehat kita, Wafid tidak akan berani senekat itu. Kalau pun hanya tanda tangan Sesmenpora, bagaimana bisa Menkeu setuju?" ujar Burhanudin lagi.

BPK akhirnya menyerahkan hasil audit investigasi terhadap proyek Hambalang pada tanggal 31 Oktober lalu. Hasil audit itu baru merupakan tahap pertama. Di dalam audit itu, BPK akhirnya memasukkan Menpora Andi Mallarangeng dan Menkeu Agus DW Martowardoyo.

Andi dinilai sudah membiarkan Sesmenpora Wafid Muharram melakukan kewenangan menteri dan tidak melakukan pengawasan dalam hal penyetujuan kontrak tahun jamak dan penentuan pemenang lelang konstruksi.

Padahal, nilai kontrak tersebut di atas Rp 50 miliar sehingga harus atas persetujuan menteri. Sementara Agus Martowardoyo menyetujui kontrak tahun jamak setelah melalui proses penelahaan secara berjenjang meskipun diduga melanggar tiga hal.

Ketiga hal itu yakni terkait spesifikasi unit bangunan yang tidak seluruh unitnya harus dibangun dalam waktu lebih dari satu tahun anggaran, permohonan persetujuan kontrak tahun jamak tidak diajukan oleh menteri/pimpinan lembaga, dan RKA-KL Kemenpora 2010 (revisi) terkait rencana anggaran tahun jamak belun ditandatangani Dirjen Anggaran Kemenkeu.

Ada Anggota DPR yang Sengaja Loloskan Kontrak "Multiyears"

Posted: 03 Nov 2012 04:42 AM PDT

Skandal Proyek Hambalang

Ada Anggota DPR yang Sengaja Loloskan Kontrak 'Multiyears'

Penulis : Sabrina Asril | Sabtu, 3 November 2012 | 18:43 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan indikasi kerugian negara dari sistem multiyears yang digunakan untuk membangun Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) Hambalang di Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Sistem pembiayaan multiyears ini bahkan disetujui Menteri Keuangan Agus Martowardoyo meski tidak ditandatangani Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng. Penganggaran Hambalang ini tidak terlepas dari persetujuan anggota DPR.

Hal ini diakui anggota Panja Hambalang Zul Fadhli, Sabtu (3/11/2012), usai diskusi di Warung Daun Cikini. Zul Fadhli tidak memungkiri bahwa skema pembiayaan multiyears harus disepakati DPR sebelum disetujui Menteri Keuangan. "Seharusnya memang dibahas dulu di DPR. Yang membahas itu Pokja Anggaran Hambalang," katanya.

Menurut Zul Fadhli, rapat kerja antara Komisi X dengan Kemenpora sama sekali tidak pernah membahas proyek Hambalang. Pembahasan di rapat kerja hanya untuk alokasi anggaran program, misalnya jumlah anggaran pemuda dan olahraga di Kemenpora.

"Sementara untuk membahas anggaran-anggaran per program secara detail di masing-masing kegiatan, Pokja Anggaran diisi perwakilan masing-masing fraksi. Jadi pokja ini seperti menerima mandat dari komisi untuk membahas lebih mendalam untuk kemudian disetujui di tingkat Badan Anggaran," ujar politisi Partai Golkar ini.

Zul Fadgli pun mengakui bahwa setiap rapat yang terjadi di Pokja Anggaran tidak pernah dibawa lagi ke sidang Komisi. Pokja Anggaran bisa langsung mengajukannya ke Badan Anggaran untuk disahkan masuk ke dalam APBN. Anggota Panja Hambalang ini menduga ada permainan oknum-oknum anggota DPR di Pokja Anggaran yang menyetujui kontrak multiyears Hambalang.

"Iya, pasti ada yang oknum yang bermain di situ karena kontrak itu atas persetujuan DPR, sementara kami di Komisi tidak tahu kalau ternyata multiyears," kata Zul Fadhli lagi.

Dia menjelaskan bahwa Komisi X baru tahu proyek Hambalang dibuat multiyears setelah melakukan rapat kerja dengan Menpora Andi Malarangeng pada tahun 2011 di mana Menpora memaksa untuk anggaran tambahan proyek Hambalang sebesar Rp 400 miliar. Padahal di rancangan awal, proyek Hambalang yang dirintis di masa Menpora Adhyaksa Dault ini hanya dianggarkan Rp 125 miliar.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan