JAKARTA - Maraknya aksi teror serta tindakan kekerasan mengatasnamakan agama dapat merugikan Indonesia dalam percaturan dunia. Ujung-ujungnya, bila situasi ini tidak cepat dikendalikan, maka dapat dijadikan amunisi untuk menekan pemerintah.
"Ini bisa menjàdi amunisi dunia luar untuk menekan kebijakan Indonesia dalam percaturan dunia. Hal ini tidak boleh dibiarkan, jangan sampai bangsa ini diacak-acak lalu didikte untuk mengikuti kemauan asing yang mengancam kesinambungan dan keberlangsungan bangsa ini," tegas Ketua Dewan Pembina Laskar Aswaja Marwan Ja'far dalam keterangan tertulis kepada Okezone di Jakarta, Senin (10/9/2012).
Musibah bertubi-tubi memang tengah melanda bangsa ini. Di mulai dari aksi intoleransi di Sampang, Madura. Kemudian berlanjut dengan aksi teror di Solo, Jawa Tengah dan Depok, Jawa Barat. Marwan berharap, aparat keamanan dan rakyat Indonesia bisa cepat menuntaskan persoalan-persoalan ini. Pasalnya, masa depan bangsa menjadi taruhannya.
Sedikit menilik ke belakang, Marwan menjelaskan, sejarah toleransi bangsa ini seumur dengan berdirinya Indonesia, bahkan jauh sebelumnya. Dalam sejarahnya yang panjang itu, Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa menempati posisi yang sangat strategis, baik secara geografis, ekonomis, maupun politis. Maka tak mengherankan, pada zaman kolonialisme, kondisi itu menjadi malapetaka bagi bangsa ini, yaitu direbutkan oleh para penjajah.
Setelah merdeka, Indonesia dalam politik kawasan masih menempati posisi yang strategis, karena selain SDA-nya juga disebabkan SDM dan kondisi sosial masyarakatnya.
Saat ini, ujar Marwan, Indonesia bagaikan medan tempur semua ideologi besar dunia, untuk saling memperebutkan pengaruh dan kepentingan masing-masing. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar dunia, menjadi target dan semacam "zone test", tempat menguji berbagai produk peradaban manusia, mulai teknologi sampai ideologi.
"Semua ideologi besar dunia sampai yang kecil, hidup dan berkembang di Indonesia, mulai ideologi sosial, politik, ekonomi, juga keagaamaan. Berbagai aliran dan organnya berseliweran dan berkembang bersama masyarakat Indonesia. Jadi bisa dikatakan, Indonesia sejatinya merupakan barometer dan tempat di mana semua peradaban dunia berdampingan, saling mempengaruhi dan berkembang," ungkapnya.
Dalam kondisi seperti itu, maka bangsa Indonesia harus mampu menempatkan diri dan kepentingannya. Jangan sampai ideologi, budaya, kepentingan politik dunia dan perebutan pengaruh negara adidaya, menghilangkan dan mencerabut budaya bangsa.
Saat ini ditengah-tengah kita sedang berlangsung "culture war" dan "ideology war". Dalam perang tersebut terjadi proses rekayatif dalam berbagai bentuk, dalam budaya bisa melalui mode, gaya hidup, bahkan sampai pada infiltrasi nilai-nilai sosial dan pendidikan. Dalam hal politik, ada perang stigma dan kebijakan, di mana Indonesia yang menempati posisi strategis dalam kawasan dunia seakan menjadi rebutan dan medan tempur pencitraan.
"Maka isu-isu mutakhir yang timbul di masyarakat adalah menjadi bagian dari proses pertempuran tersebut," paparnya.
Marwan menambahkan, hampir bisa dipastikan, kondisi sosial-politik, ideologi dan keagamaan dunia sangat dipengaruhi oleh kondisi di Indonesia. Nusantara menjadi semacam barometer dunia. Maka, ketika bangsa ini mampu mengelola kehidupannya dengan baik dan benar akan sangat berpengaruh dalam tatanan kehidupan dunia.
"Karena Indonesia kawasan di mana semua ideologi besar dunia ada dan berada, berkembang dan berdampingan," tutupnya.
(ful)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan