Khamis, 3 Mei 2012

ANTARA - Peristiwa

ANTARA - Peristiwa


Dubes: AS miliki komitmen untuk Jatim

Posted: 03 May 2012 07:46 AM PDT

Dubes AS untuk Indonesia Scot Marciel (FOTO ANTARA)

Berita Terkait

Surabaya (ANTARA News) - Duta Besar AS untuk Indonesia Scot Marciel menegaskan bahwa pihaknya memiliki komitmen untuk membina hubungan dengan Provinsi Jawa Timur, Bali, NTT, NTB, Maluku, Papua, dan Sulawesi.

"Pembangunan kantor baru Konjen AS di Surabaya merupakan bukti komitmen itu dan kantor yang besar tapi cukup merefleksikan komitmen yang besar pula," katanya di Surabaya, Kamis.

Ia mengemukakan hal itu saat meresmikan kantor baru itu di kawasan Citra Raya, Surabaya, yang ditandai dengan atraksi Reog Ponorogo "Setro Bhakti Budaya", pemecahan kendil, dan pemotongan pita dari rangkaian bunga.

"Alhamdulillah, (gedung) sudah selesai," katanya dalam Bahasa Indonesia yang disambut tepuk tangan hadirin, di antaranya Gubernur Jatim Soekarwo dan Pelaksana Harian Direktur Amerika dan Eropa Kemenlu RI, M Wahid Supriyadi.

Didampingi Konsul Jenderal AS di Surabaya Kristen F Bauer, ia menjelaskan AS sudah hadir di Surabaya pada tahun 1866, lalu tahun 1918 menjadi Konsuler dan akhirnya menjadi Konjen AS sejak tahun 1990.

"Jadi, kehadiran kami di Surabaya yang sudah lama dan tahun 2012 diperjelas dengan perluasan gedung hingga 16 kali lipat lebih besar dari gedung lama, sehingga kerja sama ekonomi dan pendidikan dapat ditingkatkan," katanya.

Bahkan, lokasi pengurusan visa juga lebih besar dan cukup serta ber-AC dengan dilengkapi ruang tunggu yang nyaman. Selain itu, ada pula ruang pusat informasi untuk mendekatkan Konjen AS dengan masyarakat Surabaya dan sekitarnya.

"Untuk hubungan perdagangan pada tahun 2011 tercatat nilai 26 miliar dolar AS yakni 19 miliar dolar AS merupakan ekspor dari Indonesia ke Amerika, sedangkan 7 miliar dolar AS dari Amerika ke Indonesia," katanya.

Menanggapi sambutan Dubes AS itu, Gubernur Jatim Soekarwo menyatakan bangunan yang lebih besar 16 kali daripada gedung lama hendaknya diikuti perluasan kerja sama 16 kali lebih besar daripada sebelumnya.

"Khusus Jatim, kerja sama ekonomi yang berlangsung pada tahun 2011 mencapai 1,5 miliar dolar AS dari Jatim ke Amerika dan 1,3 miliar dolar AS dari Amerika ke Jatim," katanya.

Bahkan, dalam kondisi krisis di Amerika justru terjadi kerja sama perdagangan untuk tahun ini naik 258 juta dolar AS. "Karena itu, saya usul Tuan Dubes untuk merelokasi perusahaan ke Jatim agar mengatasi krisis," katanya.

Ia menjamin kondisi Jatim dengan adanya anugerah tata pemerintahan dan pelayanan publik terbaik dari pemerintah pusat kepadanya.
(T.E011/M026)

Editor: Ruslan Burhani

COPYRIGHT © 2012

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Hukum Indonesia belum jamin kebebasan pers

Posted: 03 May 2012 07:40 AM PDT

Dokumen foto unjuk rasa antikekerasan terhadap pers. (ANTARA/Ahmad Subaidi)

"Sejumlah produk hukum justru tidak melindungi pers, seperti UU Intelijen."

Berita Terkait

Jember (ANTARA News) - Pengamat hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Herlambang Perdana Wiratama MH, mengatakan bahwa hukum di Indonesia belum sepenuhnya menjamin kebebasan pers.

"Sejumlah produk hukum justru tidak melindungi pers, seperti UU Intelijen. Bahkan, tidak sedikit jurnalis yang dijerat tindak pidana dan perdata," katanya Kamis, di Kabupaten Jember, Jawa Timur, menanggapi momentum peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia.

Dosen Fakultas Hukum Unair itu pernah melakukan penelitian di sejumlah kota di Indonesia untuk mengetahui sejauh mana kebebasan pers dari kacamata hukum pascarezim Orde Baru.

"Jumlah kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi di era reformasi justru lebih banyak dibandingkan rezim Orde Baru, dan hal itu menunjukkan bahwa produk hukum yang ada belum melindungi profesi jurnalis," katanya.

Penggagas Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Surabaya itu menilai, masih ada tekanan terhadap perusahaan media dan jurnalis baik dari segi hukum pidana maupun perdata, sehingga kebebasan pers belum sepenuhnya berjalan secara baik di Indonesia.

"Terbunuhnya sejumlah jurnalis Indonesia paling banyak terjadi pada tahun 2010, dan para penegak hukum masih menggunakan sejumlah pasal penghinaan atau perbuatan tidak menyenangkan di KUHP untuk menjerat jurnalis, padahal sudah ada UU Pers," ucap mahasiswa program pascasarjana di Leiden, Belanda, itu.

Herlambang menuturkan, seharusnya pemidanaan terhadap pers di Indonesia ditiadakan, seperti di Skandinavia, namun masih banyak pihak yang berusaha untuk menjerat jurnalis dan media dalam pidana.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat, sebanyak delapan jurnalis dibunuh sejak 1996 hingga 2012 dan pengungkapan kasusnya terbengkalai, sehingga pelakunya belum diadili.

Delapan kasus itu adalah pembunuhan Fuad Muhammad Syarifuddin alias Udin (wartawan Harian Bernas di Yogyakarta, 16 Agustus 1996), Naimullah (jurnalis Harian Sinar Pagi di Kalimantan Barat, ditemukan tewas pada 25 Juli 1997), Agus Mulyawan (jurnalis Asia Press di Timor Timur, 25 September 1999), Muhammad Jamaluddin (jurnalis kamera TVRI di Aceh, ditemukan tewas pada 17 Juni 2003).

Korban lainnya adalah Ersa Siregar, (jurnalis RCTI di Aceh, 29 Desember 2003), Herliyanto (jurnalis lepas tabloid Delta Pos Sidoarjo ditemukan tewas pada 29 April 2006), Adriansyah Matra'is Wibisono (jurnalis TV lokal di Merauke, Papua, ditemukan tewas pada 29 Juli 2010) dan Alfred Mirulewan (jurnalis tabloid Pelangi, Maluku, ditemukan tewas pada 18 Desember 2010).

AJI Indonesia menyatakan, peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia harus menjadi momentum bagi komunitas pers untuk menuntut aparat hukum mengakhiri praktik impunitas pembunuh jurnalis.
(T.KR-MSW/H-KWR)

Editor: Priyambodo RH

COPYRIGHT © 2012

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Tiada ulasan:

Catat Ulasan