ANTARA - Peristiwa |
Inpas temukan modus penggelembungan belanja subsidi 2009 Posted: 24 Oct 2011 07:33 AM PDT Jakarta (ANTARA News) - LSM Indonesia Pemantau Aset (Inpas) menemukan adanya modus penggelembungan anggaran dalam pengelolaan belanja subsidi 2009 yang berpotensi merugikan negara hingga Rp1,9 triliun. Kepada pers di Jakarta, Senin, Direktur Eksekutif Inpas, Boris Korius Malau mengemukakan Kemenkeu melalui Direktorat Jenderal Anggaran telah merealisasikan anggaran Belanja Subsidi tahun 2009 sebesar Rp138.082.160.271.329. "Atas realisasi tersebut ditemukan selisih mencapai Rp1,9 triliun yang berpotensi merugikan keuangan negara dengan modus penggelembungan anggaran," ujar Boris seraya menambahkan data tersebut terungkap dalam hasil temuan BPK di Dirjen Anggaran Kemenkeu selaku kuasa pengguna anggaran. Dikemukakannya selisih terbesar terjadi pada subsidi listrik yang dikelola PLN yang mencapai Rp1,66 triliun. Menurut data BPK, subsidi listrik yang telah direalisasikan PLN pada 2009 mencapai Rp55,38 triliun sedangkan kebutuhan riil hasil koreksi yang dilakukan BPK hanya sebesar Rp53,72 triliun, sehingga ditemukan selisih mencapai Rp1,66 triliun. Hal tersebut, ujar Boris, terjadi karena PT PLN masih membebankan biaya yang tidak diperkenankan sesuai kriteria PMK No.111/PMK.02/2007, diantaranya menagihkan penjualan listrik yang bukan merupakan sasaran subsidi, dan membebankan susut energi listrik sebesar nilai maksimal bukan berdasarkan realisasinya. Selanjutnya pada subsidi BBM, menurut dia, juga ditemukan selisih sebesar Rp33 miliar. "Hasil koreksi BPK atas subsidi Jenis BBM Tertentu (JBT) tahu 2009 hanya sebesar Rp34.900.304,18 juta, sementara yang direalisasikan sebesar Rp34.933.317,95 juta. Hal tersebut disebabkan, karena Pertamina masih membebankan pengenaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) yang membebani subsidi JBT, penjualan solar kepada SPBU non subsidi, kelebihan penyaluran BBM bersubsidi dari alokasi yang ditetapkan dalam kontrak, dan menyalurkan JBT bersubsidi kepada sektor industri. Demikian pula dengan subsidi pupuk, Inpas menemukan selisih mencapai Rp198,8 miliar dikarenakan beberapa perusahaan pengelola subsidi pupuk seperti PT Pupuk Kaltim, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Pupuk Sriwijaya, dan PT Petrokimia Gresik masih membebankan biaya-biaya yang seharusnya tidak dapat diganti oleh Pemerintah. "Selain itu terjadi pula kelebihan mencatat realisasi kuantum penyaluran pupuk urea ke sektor pertanian, sehingga nilai subsidi pupuk yang dibutuhkan atas koreksi BPK hanya sebesar Rp15.300.008,62 juta, sementara realisasi atau tagihan BUMN Operator yaitu sebesar Rp15.498.836,84 juta," ujar Boris. Hal serupa terjadi pada subsidi benih. BUMN operator masih menetapkan harga pokok benih bersubsidi tahun 2009 lebih tinggi dari harga yang ditetapkan dalam Peraturan Menkeu dan harus dikenakan penalti berupa pengurangan profit margin sebesar 10 persen dari selisih harga pokok tersebut. Tak hanya itu, penyaluran subsidi Raskin tahun 2009 sebesar Rp12,987 triliun, yang dikelola Kemenko Kesra selaku KPA dan Perum Bulog sebagai operator, tidak memperlihatkan aturan dan mekanisme yang jelas serta diduga bertolak belakang dengan PMK No 99/PMK.02/2009 tentang subsidi beras untuk masyarakat berpendapatan rendah tahun 2009. Dengan demikian, tambah Boris, pengelolaan belanja subsidi tahun 2009 sangat memprihatinkan dengan ditemukannya selisih sebesar Rp1,9 triliun yang berpotensi merugikan keuangan negara. Pertanggungjawabannya pun tidak jelas apakah selisih tersebut dikembalikan ke negara apa tidak. "Untuk itu, kami mengharapkan Menkeu dan Dirjen Anggaran agar menjelaskan pertanggungjawaban selisih Rp1.9 triliun kepada publik dan segera melakukan pengembalian ke kas negara," ujarnya. Editor: Ruslan Burhani COPYRIGHT © 2011 Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com Full content generated by Get Full RSS. |
Caleg yang didiskualifikasi tidak bisa untuk PAW Posted: 24 Oct 2011 07:29 AM PDT Jakarta (ANTARA News) - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate Dr Margarito Kamis menegaskan, calon anggota legislatif (caleg) yang telah didiskualifikasi pada berbagai level tidak bisa lagi diajukan menjadi anggota DPR pergantian antar waktu (PAW). "Kalau pencalonan seorang caleg sudah didiskualifikasi pada berbagai level, seperti di KPU atau bahkan PTUN dan Mahkamah Konstitusi, bagaimana cara menghidupkannya kembali?," ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Senin. Artinya, ia menambahkan, secara hukum pencalonan seseorang untuk menjadi anggota legislatif sudah digugurkan sehingga dalam konteks PAW anggota legislatif, maka yang lebih berhak adalah caleg dengan suara terbanyak urutan berikutnya di daftar peringkat perolehan suara pada parpol dan dan dapil yang sama. Kalau pun pengajuan nama caleg tersebut tetap dipaksakan untuk penggantian antar waktu anggota DPR, Margarito mempertanyakan aturan hukum mana yang digunakan karena hal tersebut pasti melanggar UU yang ada. "Jadi tidak bisa caleg yang sudah digugurkan secara hukum diajukan lagi untuk mengisi PAW. Itu jelas melanggar hukum," ujarnya. Sebelumnya, setelah anggota Fraksi PAN DPR RI Rudi Sukendra Sindapati meninggal dunia pada 20 Maret 2011, DPP PAN kembali mengusulkan nama Eri Purnomohadi. Padahal KPU secara tegas tidak melakukan verifikasi kepada nama tersebut karena selain yang bersangkutan telah digugurkan pencalonannya oleh Bawaslu juga telah dilakukan penggantian calon terpilih oleh KPU. Selain itu, yang bersangkutan juga telah mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi serta gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terhadap SK KPU tentang penetapan calon terpilih anggota DPR dalam Pemilu 2009. Atas gugatan tersebut, baik MK maupun PTUN, dalam amar putusannya yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, menyatakan tidak dapat diterima dan ditolak. Dalam surat KPU No 419/KPU/IX/2011 tentang PAW dari PAN kepada pimpinan DPR tertanggal 22 September 2011 secara tegas disebutkan bahwa penetapan calon terpilih hasil Pemilu 2009 untuk dapil Jawa Barat XI adalah Rudi Sukendra Sindapati. Rudi mendapat kursi itu setelah caleg PAN lainnya yang mendapat suara terbanyak, Eri Purnomohadi, dinyatakan tidak memenuhi syarat berdasarkan surat DPP PAN No: PAN/B/KU-SJ/014/VI/2009 maupun rekomendasi Bawaslu bernomor 661/BAWASLU/IX/2009 tertanggal 9 September 2009. Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 217 ayat 1 UU No 27/2009 tentang Susunan dan Kedudukan Anggota MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) anggota DPR yang berhenti antar waktu digantikan oleh caleg yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara pada parpol yang sama dan dapil yang sama pula. Dengan demikian, maka sesuai aturan perundang-undangan yang ada pengganti (Alm) Rudy Sukendra Sindapati sebagai anggota Fraksi PAN DPR pengganti antar waktu adalah A. Muhajir yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya. (T.D011/E001 Editor: Ruslan Burhani COPYRIGHT © 2011 Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com Full content generated by Get Full RSS. |
You are subscribed to email updates from ANTARA News - Nasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan