KOMPAS.com - Internasional |
Saadi Khadafy Dalam Tahan Rumah Posted: 14 Sep 2011 04:15 AM PDT Saadi Khadafy Dalam Tahan Rumah Egidius Patnistik | Rabu, 14 September 2011 | 11:15 WIB AP Saadi Khadafy TERKAIT: WASHINGTON, KOMPAS.com - Saadi Khadafy, putra pemimpin Libya Moammar Khadafy yang terjungkal, kini dikenakan tahanan rumah di satu gedung pemerintah di Niger, kata Departemen Luar Negeri AS, Selasa (13/9). Saadi tiba di negara Afrika barat itu pekan lalu. "Setahu kami, seperti yang lain, ia dikenakan tahanan rumah di satu wisma tamu negara. Niger dan NTC bekerja sama dalam hal ini," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Victoria Nuland, kepada wartawan di Washington. NTC atau Dewan Transisi Nasional merupakan pemerintah sementara di Libya. "Pada dasarnya itu tahanan rumah di fasilitas pemerintah, itu yang kami tahu," lanjut Nuland. Saadi (38), putra ketiga dari tujuh putra Khadafy, tiba di Niger, salah satu negara Afrika barat yang menerima keuntungan dari sumbangan Khadafy, Minggu lalu. Ia datang dalam rombongan dengan anggota lain dari rejim Libya yang tumbang tersebut. Saadi, yang dipandang sebagai playboy, direkrut klub sepak bola divisi satu Italia, Perugia, tahun 2003. Namun ia jarang menendang bola karena diskors setelah positif punya nandrolone, sebuah steroid anabolik. Ia meninggalkan karir sepak bolanya setahun kemudian dan bergabug dengan militer Libya. Di sana ia memimpin satu unit elite militer negara itu. |
AS Kritik Kebebasan Beragama Indonesia Posted: 14 Sep 2011 03:16 AM PDT WASHINGTON, KOMPAS.com - Meski Indonesia secara umum menghormati kebebasan beragama tetapi dalam sejumlah kasus negara telah gagal melindungi orang dari diskriminasi dan pelecehan berdasarkan agama. Demikian menurut sebuah laporan Departemen Luar Negeri (Deplu) AS yang dirilis Selasa (13/9/2011). Laporan tersebut, yang diperlukan oleh Kongres AS dan mencakup paruh kedua tahun 2010, sesungguhnya mengulas tentang kebebasan beragama di seluruh dunia. Penganiayaan terkait agama, kata laporan itu, terus memburuk di China dan Afganistan. Vietnam, Laos, Myanmar, dan Pakistan juga dikecam dalam laporan tersebut. Khusus tentang Indonesia, laporan Deplu AS itu yang mengutip laporan dari organisasi nonpemerintah menyatakan bahwa ada lebih dari 50 serangan terhadap anggota sekte Ahmadiyah di Indonesia selama 2010 dan lebih dari 75 serangan terhadap umat Kristen. Laporan tersebut juga mengecam Pakistan karena telah gagal mereformasi undang-undang tentang penghujatan yang digunakan untuk menganiaya umat dari agama minoritas dan dalam sejumlah kasus juga menyiksa kaum Muslim yang mempromosikan toleransi. Laporan itu juga mengatakan Myanmar yang didominasi militer masih menahan ratusan biksu di penjara menyusul penumpasan terhadap aksi demonstrasi pro-demokrasi pada 2007. Tentang China laporan itu mengatakan, di China dakwah di tempat umum atau beribadah di tempat yang tidak terdaftar tidak diperbolehkan. Sejumlah agama dan kelompok spiritual bahkan dilarang. Para anggota Partai Komunis China ditakut-takuti untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan. Di wilayah baratdaya China, kata laporan itu, kaum Muslim Uighur menghadapi pembatasan dalam melakukan ibadah haji dan mengenakan jilbab. Para pemimpin agama Buddha Tibet juga dilaporan mengalami diskriminasi yang terus meningkat. Mereka tidak bebas untuk secara terbuka menghormati pemimpin mereka yang berada di pengasingan, Dalai Lama, dan menghadapi intervensi pemerintah yang hebat dalam menjalankan agama. Di Afganistan, kata laporan itu, pemerintah telah gagal untuk melindungi kaum minoritas Kristen, Hindu, Sikh dan Bahai yang semuanya merupakan sekitar 1 persen dari populasi negara itu. Mereka mengahadapi penganiyaan yang meningkat di negara yang terkoyak perang tersebut. Sementara tentang Vietnam, AS mengatakan kebebasan beragama di negara itu memperlihatkan wajah yang ambigu. Pemerintah mengijinkan pembangunan ratusan tempat ibadah baru tetapi pemerintah lokal lambat atau menolak untuk mendaftarkan sejumlah kelompok agama minoritas termasuk Budha Hoa Hao dan kelompok-kelompok Protestan di utara dan baratlaut dataran tinggi. Di Laos, sejumlah pihak berwenang provinsi curiga terhadap masyarakt non-Buddhis, kata laporan itu. Di antara pelanggaran yang dilaporkan adalah, para pejabat lokal menekan kaum Protestan untuk meninggalkan agama mereka atau mengahadapi ancaman penangkapan atau pengusiran paksa dari desa mereka. |
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Internasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan