KOMPAS.com - Nasional |
Layak Terbang Tanpa Sertifikasi FAA Posted: 09 May 2011 03:51 PM PDT JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama PT Merpati Airlanes, Sarjono Johny Citrokusumo, menegaskan pengoperasian pesawat Merpati M 60 dapat dijalankan tanpa harus mendapat dari sertifikasi dari FAA (Federal Aviation Administration). Pasalnya, menurut Sarjono, pesawat buatan Xian Industri Co, China tersebut telah mendapat sertifikasi dari Civil Avition Administration of China (CAAC). "Selain itu M 60 juga sudah diberikan sertifikasi dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan RI," kata Sarjono ketika melakukan Konferensi Pers di Gedung Basarnas, Jakarta, Senin (9/5/2011). Sarjono menambahkan, sertifikasi FAA tidak dapat dijadikan patokan untuk memberikan izin sebuah maskapai penerbangan. Menurutnya, dalam maskapai penerbangan Indonesia yang terpenting harus mempunyai sertifikasi dari Kementrian Perhubungan terlebih dahulu. "Jadi dalam kasus FAA itu sebenarnya hanya persaingan bisnis antara negara-negara saja. Dan saya pun, sebenarnya menyayangkan hal tersebut. Karena, ketika suatu sertifikasi dikuasai oleh satu negara itu tidak sehat," jelasnya. Oleh karena itu, lanjut Sarjono, pesawat yang digunakan Merpati Airlines saat ini dapat dikatakan masih layak untuk beroperasi di Indonesia. Dalam kasus jatuhnya pesawat Merpati M 60 di Kaimana, ia menilai, hal tersebut murni terjadi karena kecelakaan, bukan karena kesalahan pada sistem pesawat. "Mohon maaf, saya bukan orang yang begitu sadis, untuk membiarkan teman-teman saya ini terbang dengan MA 60 kalau pesawat itu tidak safe. Karena saya, bersama Direktur Operasi, Direktur Teknik juga ikut ketika test drive pesawat tersebut di China. Dan di sana juga telah dilakukan assessment dengan baik," pungkasnya. Seperti diberitakan, pesawat Merpati Nusantara MA 60 jatuh dari ketinggian 15.000 kaki di dekat Bandara Kaimana, Papua Barat, Sabtu (7/5/2011) sekitar pukul 14.00 WIT. Jatuhnya pesawat tersebut menewaskan semua penumpang yang terdiri dari 6 kru pesawat (pilot, co-pilot, dua pramugari, dan dua teknisi), 16 penumpang dewasa, 1 anak-anak, dan 2 bayi. Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price. |
Rektor UMM Desak Pengusutan Al-Zaytun Posted: 09 May 2011 03:01 PM PDT MALANG, KOMPAS.com — Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Jawa Timur, DR Muhadjir Effedy mendesak agar pemerintah segera bertindak tegas dan mengusut tuntas masalah Negara Islam Indonesia (NII) di Pondok Pesantren Al-Zaytun. Muhadjir meminta agar pemerintah mengabaikan kedekatan Al-Zaytun dengan sejumlah partai politik. "Seharusnya pemerintah mengabaikan faktor partai politik dan adanya pejabat yang sering berkunjung ke Al-Zaytun itu," katanya, Senin (9/5/2011). Namun, pemerintah pusat harus tetap melakukan penyelidikan di Pondok Pesantren Al Zaytun itu. Kata Muhadjir, sejak awal berdirinya sudah curiga terhadap pembentukan atau pendirian Al-Zaytun. "Sebelum banyak dikunjungi pejabat negara atau tokoh politik sudah layak dicurigai, baik itu dalam sistem pengelolaannya, seperti dana di internal pondok sendiri," katanya. Keberadaan NII sendiri, katanya, memang susah dibuktikan dengan hukum positif. Apalagi, di Indonesia tidak memiliki Internal Security Act, layaknya di Singapura atau Malaysia. Andaikata Indonesia memiliki sistem keamanan internal seperti di dua negara tersebut, tentu lebih memudahkan dalam langkah antisipasi terhadap NII. "Masalah NII adalah masalah persoalan masa depan bangsa karena sudah berkaitan dengan pelanggaran terhadap ideologi NKRI. Oleh karena itu, harus ada tindakan tegas dari pemerintah, terutama menyelidiki Al-Zaytun," ujarnya. Terkait dengan kasus indoktrinasi yang dialami sejumlah mahasiswa UMM, menurut Muhadjir, diyakini itu tidak memengaruhi penerimaan mahasiswa baru. Hingga pendaftaran gelombang pertama tercatat sudah 3.219 calon mahasiswa baru. "Jumlah itu hampir sama dengan masa penerimaan mahasiswa baru tahun lalu. Kami juga menyiapkan berbagai program untuk antisipasi penyusupan NII di kalangan mahasiswa, khususnya di UMM," katanya. Salah seorang calon mahasiswa UMM asal Blitar, Andika (19), mengaku bahwa kedua orangtuanya sempat mencemaskan isu NII yang menimpa sejumlah mahasiswa di UMM. "Memang orangtua saya sempat khawatir adanya NII yang menimpa mahasiswa UMM itu, tetapi saya yakinkan bahwa itu semua tergantung dari individu mahasiswanya. Alhamdulillah kedua orangtua saya memahaminya," katanya. Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price. |
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Nasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan