Republika Online |
Posted: 15 Jul 2013 11:06 PM PDT REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Afriza Hanifa Puasa diyakini banyak agama sebagai wasilah mencapai keagungan spiritual dan penawar kealpaan. Puasa merupakan bentuk ibadah yang memiliki sejarah sangat tua. Tak hanya dijalankan Muslimin, tapi juga hampir oleh seluruh penganut agama di dunia. Bahkan, tak hanya tiga agama Ibrahimiyyah atau agama Samawi, ibadah puasa pun telah dijalankan masyarakat Mesir Kuno, Yunani, Romawi, dan Cina kuno. Di dalam Misteri Bulan Ramadhan karya Yusuf Burhanudin disebutkan, bangsa Phoenix di Mesir berpuasa untuk menghormati Dewi Isis. Sekitar 193 SM, bangsa Romawi kuno berpuasa selama setahun penuh dalam setiap lima tahun untuk menghormati Dewa Osiris, yakni dewa pelindung kematian sekaligus suami Dewi Isis. Bangsa Yunani mempelajari kelebihan puasa dari bangsa Mesir kuno. Puasa, dalam kamus militer Yunani kuno, dianggap sebagai persiapan awal menghadapi peperangan. Bangsa Romawi pun meniru ritual puasa dari bangsa Yunani. Mereka percaya, puasa bisa menjadi benteng diri karena mengandung dua dimensi kekuatan, baik secara fisik maupun metafisik (ketahanan dan kesabaran). Sedangkan, dalam ajaran Cina kuno, puasa termasuk salah satu ajaran Buddha dalam rangka menyucikan diri. "Semenjak permulaan sejarah manusia, puasa diyakini oleh banyak agama sebagai salah satu wasilah mencapai keagungan spiritual dan menjadi penawar kealpaan yang bisa menuntun pelakunya dari kemungkaran. Puasa bukan amalan ibadah umat Islam saja, ia juga merupakan amalan lazim masyarakat non-Islam, seperti Mesir kuno, Yunani kuno, bangsa Romawi, dan Cina kuno," ujar Yusuf. Adapun dalam agama Samawi, puasa merupakan ibadah yang disyariatkan Allah. Tak hanya Islam, puasa juga disyariatkan agama Yahudi dan Nasrani. Dalam kitab suci Yahudi, yakni dalam surah Eksodus Kitab Taurat (Perjanjian Lama) dikisahkan Nabi Musa berpuasa selama 40 hari di Gunung Sinai. Tradisi puasa Nabi Musa pun diteruskan oleh Yahudi. Yasin T Al Jibouri & Mirza Javad Agha Maliki Tabrizi dalam Rahasia Puasa Ramadhan menyebutkan, selama periode melaksanakan puasa 40 hari di Bukit Sina, Nabi Musa diberikan tanggung jawab berat berupa "Sepuluh Perintah Tuhan" (The Ten Commandments). Musa diperintahkan dalam Taurat untuk melaksanakan puasa pada hari kesepuluh bulan ketujuh dan hari kesembilan bulan kedelapan. Orang Yahudi dulunya (dan sebagian masih) melaksanakan puasa selama masa kesedihan dan ratapan serta ketika menghadapi bahaya. Kaum Yahudi juga terbiasa untuk melaksanakan puasa satu hari sebagai pertaubatan dan kapan saja saat mereka percaya bahwa Tuhan sedang murka. Pada masa ini, mereka melaksanakan puasa selama satu minggu untuk memperingati kehancuran Yesuralem di tangan Nebukadnezar II (605-562 SM), putra Nabopolassar pendiri kerajaan Babilonia Baru, pada 16 Maret 597 SM. Mereka juga melaksanakan puasa pada hari-hari lain. Adapun bagi Nasrani, dicontohkan oleh Nabi Isa dan ibundanya, Maryam bintiImran, yang diberitakan melaksanakan puasa pada hari pertaubatan. Nabi Isa dan para muridnya (hawariyyun) melaksanakan puasa selama 40 hari sebagaimana yang dilaksanakan oleh Nabi Musa sebelumnya. Inilah puasa yang lebih utama dilaksanakan sebelum Hari Paskah dikalangan orang Kristen. Kemudian, para teolog Kristen memulai jenis-jenis puasa lainnya, seperti puasa tidak makan daging, ikan, atau telur. Yusuf Burhaudin mengatakan, sejarah mencatat empat model puasa, yakni meninggalkan makan, minum, bersetubuh, maupun berbicara. Seperti, puasanya Siti Maryam, ibunda Isa, yang tidak berkata-kata dengan seorang manusia pun. "Seperti nazarnya Siti Maryam, suku Aborigin di Australia pun melakukan hal yang sama. Mereka mewajibkan puasa dari berkata-kata bagi seorang istri yang ditinggal mati suaminya selama satu tahun penuh," ujarnya. |
Istana Belum Terima Surat Priyo Posted: 15 Jul 2013 11:04 PM PDT REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara presiden, Julian Aldrin Pasha menyatakan belum menerima surat yang diteruskan Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Surat tersebut merupakan aduan dari narapidana kasus korupsi terkait revisi PP 99/2012. "Belum sampai, tuh. Saya cek juga gak ada," katanya, Selasa (16/7). Ia juga belum mengetahui keberadaan surat tersebut, apakah berada di Sekretariat Kabinet, Dipo Alam atau Menteri Sekretaris Negara, Sudi Silalahi. Yang jelas, lanjutnya, jika surat ditujukan kepada presiden, biasanya surat tersebut mendapatkan paraf terlebih dulu oleh Seskab atau Mensesneg. Tetapi, hingga saat ini, surat yang diteruskan Priyo belum sampai ke istana. "Di meja bapak (SBY) gak ada itu. Saya cari-cari gak ada, belum ada," katanya. Sebelumnya Priyo mengirim surat kepada SBY yang berisi gugatan napi korupsi terhadap PP 99/2012. Surat ini dianggap memfasilitasi koruptor sehingga mendapat keringanan hukuman. Surat tersebut tertanggal 22 Mei 2013, berkop DPR dan bernomor surat, PW/05473/DPR RI/V/2013. Dalam paragraf awal surat ini, Priyo menyatakan diri sebagai pimpinan DPR dan menerima aduan dari perwakilan narapidana. Menurutnya Warga Binaan Permasyarakatan merasa dirugikan atas pasal 34 A, PP No 99/2012. Paragraf kedua berisi gugatan bahwa pasal 34 A, PP No 99/2012 dianggap telah bertentangan dengan Pasal 28 D ayat 1 yang berarti melanggar HAM. Kemudian paragraf ketiga merupakan permohonan kepada presiden untuk memberi solusi. Selain ditujukan kepada SBY, surat ini juga ditembuskan kepada Menkumham, Mensesneg, Pimpinan Komisi III, Sekjen dan Wasekjen DPR RI, serta pelapor. |
You are subscribed to email updates from Republika Online RSS Feed To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan