Selasa, 29 Januari 2013

KOMPAS.com - Internasional

KOMPAS.com - Internasional


Kolombia Akan Legalkan Ekstasi

Posted: 30 Jan 2013 03:45 AM PST

BOGOTA, KOMPAS.com - Menteri Kehakiman Kolombia, Ruth Stella Correa, mengatakan undang-undang narkotika baru akan melegalkan penggunaan pribadi narkotika sintetis seperti ekstasi.

Proposal itu akan menggantikan undang-undang yang berlaku saat ini, yang melarang kokain dan mariyuana, meski tidak ada sanksi hukum jika memiliki dalam jumlah kecil.

Hukum Kolombia ditinjau ulang dalam upaya mengatasi penggunaan dan penyelundupan narkotika.

Pihak oposisi mengatakan masuknya legalisasi narkotika sintetis akan membuat perdebatan berlarut-larut.

Menteri kehakiman berbicara setelah pertemuan dengan komisi untuk meninjau kebijakan narkotika pemerintah dalam 10 tahun terakhir.

Mantan Presiden Cesar Gaviria adalah bagian dari kelompok tersebut bersama sejumlah pakar dan akademisi yang diharapkan dapat memproduksi sebuah dokumen dengan rekomendasi pada delapan bulan mendatang.

Ruth menegaskan bahwa Mahkamah Konstitusi telah menyatakan menentang kriminalisasi orang yang membawa mariyuana dan kokain dalam jumlah kecil.

"RUU yang akan dipresentasikan ke Kongres dalam mandat ini berniat membuat otorisasi itu konkrit, tapi memperluasnya agar mencakup narkotika sintetis dalam dosis pribadi," kata sang menteri. 

Mengakhiri Bisnis

Juru bicara Partai Hijau negara itu menunjukkan dukungan bagi rencana pemerintah itu.

"Masalah di Kolombia adalah masalah dengan narkotika ringan: mariyuana dan kokain. Kutukan perdagangan obat tergantung pada kokain dan dekriminalisasi dalam dunia ini akan mengakhiri bisnis narkotika," kata senator Roy Barreras pada stasiun Radio Caracol.

Namun, kritik mengatakan legalisasi penggunaan pribadi narkotika sintetis hanya akan membuat debat semakin sulit.

Para pakar setuju bahwa narkotika sintetis meliputi ekstasi dan methamphetamines, tetapi ada yang bersikeras bahwa definisi itu juga bisa diterapkan pada heroin.

Pengumuman menteri kehakiman itu membuka kembali diskusi tentang penggunaan narkotika di Kolombia.

Hingga saat ini, negara itu menerapkan pendekatan represif pada penggunaan narkotika yang mengancam hukuman pidana bagi pemilik dan pengguna narkotika.

Tetapi, serangkaian keputusan oleh Pengadilan Tinggi dalam dua tahun terakhir disebut membalikkan tren tersebut.

RUU narkotika baru itu diperkirakan akan dipresentasikan pada Kongres Kolombia dalam beberapa bulan mendatang.

 

Petani Afganistan Dipenggal karena Tak Bayar Utang

Posted: 30 Jan 2013 02:28 AM PST

Geng-geng opium Afganistan mengambil paksa anak-anak laki dan perempuan para petani negara itu sebagai jaminan atas utang yang tidak mampu dibayar.

Sebuah film dokumenter memperlihatkan nasib mereka yang meminjam uang dari bandar narkoba (drug lords) untuk berbudidaya opium. Sekitar 90 persen opium dunia, bahan baku untuk heroin, berasal dari Afganistan. Maka, tanam poppy di sana telah menjadi industri yang menguntungkan.

Namun pemerintah Afganistan dan pasukan internasional dukungan NATO berusaha untuk menghentikan perdagangan opium dengan merusak tanaman mereka. Hal itu membuat Para petani itu jatuh miskin sehingga tidak mampu mengembalikan utang. Banyak petani opium kemudian berada dalam situasi mengerikan.

Karena tidak sanggup bayar utang, para bandar narkoba lalu mengambil anak-anak mereka, termasuk anak-anak perempuan berumur sepuluh tahun. Anak-anak itu dibawa ke Pakistan atau Iran. Di sana dijual untuk dijadikan budak seks atau jadi penyalur narkoba.

Para pembuat film dokumenter berjudul Brides Opium dari lembaga penyiaran Amerika PBS itu juga memperoleh rekaman tentang seorang petani yang dipenggal secara perlahan-lahan dengan pisau lipat. Petani malang itu menolak untuk menyerahkan putrinya kepada bandar.

"(Adegan) itu tampak terlalu mengerikan untuk (percaya) bahwa itu kenyataan," kata produser Jamie Doran, yang membuat film itu bersama wartawan investigasi Afganistan, Najibullah Quraisy.

"Ada seorang petani miskin yang tidak mampu membayar utang kepada para pedagang dan menolak untuk menyerahkan putrinya. Dan kami benar-benar memiliki seluruh film bagaimana dia dipenggal dengan pisau lipat. Itulah yang mereka lakukan jika anda menolak untuk menyerahkan putri anda."
Film itu juga menampilkan sebuah wawancara dengan seorang gadis kecil, berusia sekitar enam tahun, yang menghadapi kemungkinan diserahkan kepada pedagang narkoba sebagai pertukaran dengan ayahnya, yang ditangkap setelah sang ayah tidak mampu bayar utang. Gadis cilik itu mengatakan, "Para penyelundup akan membawa saya secara paksa dan ibu saya tidak bisa menghentikan mereka."

Para penculik ayahnya mengirim film berisi gambar sang ayah tengah ditutup matanya di kegelapan. Dalam fim itu, sang ayah terlihat mengatakan, "Ini tempat yang benar-benar buruk. Saya mohon, berikan kepada mereka apa yang mereka inginkan. "

Quraisy dan Doran mengatakan kepada Christiane Amanpour dari CNN tentang sejumlah pertemuan mengerikan mereka dan korban-korban tragis para bandar narkoba Afganistan.

Sang ibu, yang bahkan tidak mampu melihat putrinya, juga diwawancarai. "Saya harus memberikan kepada mereka putri saya untuk melepaskan suami saya," katanya datar.

Para pembuat film yakin ada ratusan, jika bukan ribuan gadis yang lari dari para pedagang itu. Seorang gadis kecil yang cukup beruntung berhasil melarikan diri. Ia menceritakan betapa mengerikan kondisi yang terjadi. "Mereka tidak mengizinkan saya mengganti baju. Mereka tidak memberikan sabun untuk mencuci baju. Pakaian saya rusak di badan saya. Mereka melakukan berbagai macam kekejaman terhadap saya. Saya benar-benar takut para penyelundup itu akan membawa saya lagi."

Walau gadis-gadis itu berhasil melarikan diri, mereka sering tidak punya tempat berlindung selagi mereka mencari keluarganya. Para pembuat film menemukan satu rumah singgah, tapi tempat itu hanya cukup untuk sekitar 30 anak perempuan.  

Menurut Quraisy, persoalannya akan lebih runyam saat pasukan NATO meninggalkan Afganistan tahun 2014.

"Peran NATO dan PBB menarik dalam situasi ini," kata Doran. "PBB dan pasukan internasipnal dukungan NATO akan memberitahu anda bahwa itu bukan tanggung jawab mereka. Mereka juga tidak membela penghancuran, pemberantasan opium. Namun mereka menyediakan perlindungan bagi polisi untuk benar-benar melakukan itu. Jadi di satu sisi mereka mengatakan, 'Kami tidak ada hubungannya dengan hal ini'. Namun polisi Afganistan tidak bisa melakukan hal itu tanpa dukungan NATO."

Namun Doran menunjukkan, akar masalahnya adalah para pengguna opium. "Saya tidak tahu apakah ada solusi karena dunia menuntut budidaya opium untuk kecanduan heroinnya. Mungkin kesalahan seharusnya tidak hanya ditimpakan kepada pemerintah Afganistan. Mungkin kita harus sedikit mencari ke dalam diri kita sendiri. "

 

Editor :

Egidius Patnistik

Tiada ulasan:

Catat Ulasan