Khamis, 15 November 2012

Sindikasi welcomepage.okezone.com

Sindikasi welcomepage.okezone.com


Belajar (Kembali) Mencintai Indonesia

Posted: 15 Nov 2012 01:48 AM PST

BAPAK Proklamator Republik Indonesia, Soekarno dan M Hatta, baru saja diresmikan menjadi pahlawan nasional. Tentu berkaca dari perjuangan dua sosok yang berjasa besar dalam kemerdekaan Indonesia, gelar pahlawan nasional dapat dianggap hal "yang sudah seharusnya".  
Berbicara tentang pahlawan, selalu menghadapkan kita pada orang-orang yang mau berkorban demi orang lain; lebih luas lagi, untuk bangsa dan negaranya. Contohnya Gajah Mada yang bersumpah tidak akan memakan buah palapa jika belum berhasil menyatukan Nusantara, atau Bung Hatta yang berjanji tidak akan menikah sebelum Indonesia merdeka. Terlihat jelas ciri khas seorang pahlawan adalah mereka yang menempatkan kepentingan orang lain di atas kepentingan dirinya sendiri. Sebuah sifat yang kini sulit kita temukan pada pejabat Tanah Air yang dianggap berperan sebagai perwakilan rakyat Indonesia. Sungguh sangat miris melihat pejabat negeri yang seharusnya mampu menempatkan diri menjadi pahlawan bagi rakyat miskin tetapi justru bertindak sesuka hati bahkan cenderung lebih banyak yang mementingkan diri sendiri hingga tega melakukan korupsi.
 
Pahlawan terdahulu bukanlah mereka yang menempatkan diri pada jalur penuh tepuk tangan. Justru perjuangan pahlawan Indonesia saat itu lebih banyak diisi dengan pengasingan, intaian peluru serta ancaman-ancaman kematian. Sebuah pilihan yang sekali lagi dapat kita katakan luar biasa.
 
Mengutip kata-kata Rahmat Abdullah, "Cinta akan meminta semuanya dari dirimu. Sampai fikiranmu, sampai perhatianmu. Berjalan, duduk, dan tidurmu. Bahkan di saat lelapmu." Seperti itulah kekuatan besar dari sebuah rasa yang bernama cinta. Rasa cinta para pahlawan terhadap bangsa ini, yang kemudian membuat mereka mampu berkorban sangat besar bagi Indonesia, tetap berusaha menjadi bagian dari solusi permasalahan bangsa meski nyawa taruhannya. Menjadi sangat mengenaskan banyak pemuda hari ini yang kemudian malu mengaku diri sebagai bagian dari Indonesia. Seakan lupa bahwa bangsa ini terlahir dari tingkah laku warga negaranya, yang artinya bisa jadi mereka juga berkonstribusi pada penilaian negatif terhadap bangsa ini.
 
Kita memang bebas memilih untuk tetap mencintai Indonesia atau terus menghujat Indonesia. Tapi bukankah akan lebih bijak jika kemudian kita mau berusaha memiliki ciri khas sifat pahlawan di atas, berusaha menjadikan diri sebagai bagian dari solusi permasalahan bangsa, daripada menghujatnya terus menerus. Berusaha mewujudkan pesan cinta para pahlawan yang tertuang dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yaitu, "Untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial."
 
Jika rasa cinta ini telah memudar, mari bersama kita tumbuhkan kembali rasa cinta terhadap negeri ini. Sebuah negeri yang terbentuk dari darah dan air mata para pahlawan masa lalu. Melanjutkan perjuangannya menjadi garuda muda yang siap berbakti untuk Ibu Pertiwi karena rasa cinta yang bergelora di dalam hati. Mari belajar kembali untuk  mencintai Indonesia.
 
Kuncoro Probojati
Presiden BEM FH
Universitas Sebelas Maret
(//rfa)

Kerbau Bule Ngadat, Kirab Pusaka Keraton Surakarta Molor

Posted: 15 Nov 2012 01:47 AM PST

Kamis, 15 November 2012 - 16:47 wib wib
Bramantyo - Okezone

SOLO - Kirab pusaka Malam 1 Suro di Keraton Surakarta yang digelar untuk menyambut pergantian Tahun Baru 1434 Hijriah sempat molor 30 menit. Penyebabnya, kerbau bule yang akan dikirab berbalik arah dan menolak jalan.

Awalnya, kirab berjalan sesuai waktu yang telah ditetapkan pihak Keraton Kasunan Surakarta. Tepat pukul 00.00 WIB, sembilan kerbau yang dipercaya sebagai keturunan Kiai Slamet memimpin barisan kirab.

Di belakang barisan sembilan kerbau, ada barisan sekira 7.000 abdi dalem membawa benda-benda pusaka, seperti tombak. Namun, setiba di Bundaran Gladak, kerbau bule itu tiba-tiba berhenti dan tidak mau berjalan. Malah sebaliknya, sembilan ekor kerbau ini tanpa dikomando berbalik arah menuju ke dalam Keraton.

Sang pawang terus melakukan upaya agar kerbau pusaka milik Keraton tersebut mau jalan kembali. Bukannya menuruti sang pawang, kerbau-kerbau itu terus saja berjalan melawan barisan kirab.

Untuk menenangkan, panitia berulangkali meminta para pengunjung tidak menggunakan lampu kilat pada kameranya. Mereka menduga, kerbau bule itu stres lantaran melihat kilatan lampu-lampu kamera.

Semula, pihak Keraton memutuskan kirab berjalan tanpa keikutsertaan Kerbau Pusaka. Baru setelah jumlah pengunjung berkurang, selang 30 menit kemudian, sembilan kerbau tersebut kembali bersedia berjalan. Namun, kali ini kerbau pusaka tersebut berjalan di belakang barisan benda-benda pusaka Keraton lainnya.

Sebelum kirab pusaka, terlebih dulu dilaksanakan beberapa ritual. Di antaranya, pada pukul 20.30 WIB dilakukan wilujengan (selamatan), dukutan, dilanjutkan kol-kolan (peringatan) meninggalnya Raja Surakarta Paku Buwono X.

Sempat timbul kekhawatiran Kirab 1 Suro kali ini tidak diikuti Paku Buwono XIII karena perselisihan internal di dalam Keraton. Namun, kekhawatiran itu sirna. Raja Surakarta Paku Buwono XIII dan Kuasa Hukum Keraton Yusril Ihza Mahendra ikut dalam kirab yang dimulai dari Kori Kamandungan Keraton menuju Jalan Jendral Sudirman-Jalan Arifin-Jalan Kapten Mulyadi-Jalan Veteran-Jalan Yos Sudarso-Jalan Slamet Riyadi-kembali ke Keraton.

Yang menarik, sepanjang kirab sejauh 4,5 km itu, tak jarang kerbau Kyai Slamet membuang kotoran. Anehnya, kotoran tersebut justru menjadi rebutan warga. Sebagian warga masih meyakini bahwa kotoran kerbaau akan membawa berkah bagi dirinya dan keluarga.

"Senang bisa dapat kotoran Kyai Slamet, ini mau saya sebar di pekarangan biar tanahnya subur," ujar Kadir Gunadi, warga Sleman, Yogyakarta.

Sementara bagi Andi, warga Sragen, meski tak mendapat kotoran kerbau dia tetap yakin akan bernasib baik. "Saya senang, meski kerbaunya terlambat keluar. Saya yakin dengan melihat kerbau langsung, akan membawa berkah bagi keluarga saya," katanya.

Selain di Keraton Kasunanan Surakarta, peringatan pergantian Tahun Hijrah atau 1 Suro juga diperingati di Istana Mangkunegaran. Hanya saja, berbeda dengan peringatan 1 Suro yang digelar Keraton Kasunanan, di Istana Mangkunegaran peringatan hanya diwarnai kirab mengitari tembok luar istana. Kirab pusaka dilepas langsung oleh pemimpin Istana Mangkunegaran, KGPAA Mangkunegoro IX.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan