Selasa, 21 Jun 2011

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Hanura Akan Beri Sanksi pada Dewi Limpo

Posted: 21 Jun 2011 06:52 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP Hanura, Akbar Faisal mengatakan, partainya akan mengklarifikasi keterlibatan kadernya Dewi Yasin Limpo pada kasus dugaan penggelapan dan pemalsuan surat putusan MK. Dia mengatakan, partainya siap memberikan sanksi berupa pemberhentian Dewi dari partai jika terbukti bersalah.

"Jika memang terbukti melakukan intervensi perolehan suara, kami akan memberikan sanksi Dewi Yasin Limpo. Bisa jadi sampai pemberhentian dia dari partai. Diminta kepada pihak kepolisian untuk memproses Dewi Yasin Limpo. Jika terbukti melakukan intervensi pemalsuan surat. Kami tidak akan memberi ampun," ujar Akbar saat mengikuti pertemuan Panja Mafia Pemilu dengan Mahkamah Konstitusi (MK) di ruang Komisi II DPR RI, Selasa (21/06/2011).

Dia juga menyesalkan kinerja KPU dalam kasus itu. Dia menduga kasus ini juga terjadi pada kasus pilkada dan pilpres lainnya.

"Kinerja KPU juga sungguh-sungguh sangat mengecewakan. Kalau di pemilu legislatif seperti ini saja banyak terjadi kecurangan, tidak menutup kemungkinan pilpres dan pilkada banyak kasus. Kalau ada pilpres yang juga diduga ada suara ilegal harus dibuka semua. Kabarnya ada 18 juta suara haram pada Pilpres lalu yang mengalir ke parpol tertentu," ujarnya.

Akbar juga meminta MK untuk membuka pemberitaan seputar sejumlah kursi haram di DPR RI. Selain itu, harapannya, tak hanya kasus Andi Nurpati yang dibuka dalam Panja ini.

"Dengan pemberitaan menyangkut beberapa kursi haram, saya ingin tahu kursi haram itu yang mana. Saya minta MK buka saja semuanya. Panja ini jangan hanya mengungkap kasus Andi Nurpati, tapi semua kasus yang berkaitan dengan Pemilu harus terungkap," ujarnya.

Seperti diberitakan, Dewi Yasin Limpo disebut-sebut turut melakukan intervensi kepada staf dan Panitera MK melalui Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi dan putrinya, Nesya.

Selain itu, Dewi juga disebut-sebut berusaha membujuk panitera MK, Zainal Husein agar mengubah redaksional dalam surat putusan MK, agar ditambah kata "penambahan suara". Hal ini kemudian tak digubris oleh Panitera MK. Namun, Dewi sempat meminta salinan surat putusan MK yang asli, pada staf MK Hasan dan Nalom sesaat sebelum diserahkan pada Andi Nurpati. Ia menggunakan kewenangan Arsyad sebagai hakim untuk meminta salinan surat asli itu.

Sent Using Telkomsel Mobile Internet Service powered by

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Mahfud: MK Hormati Revisi UU MK

Posted: 21 Jun 2011 05:57 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan, lembaganya akan menghormati keputusan pemerintah dan DPR mengenai revisi atas perubahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Hal ini disampaikan Mahfud saat menghadiri rapat dengan Panitia Kerja Mafia Pemilu, Selasa (21/6/2011) di Gedung DPR RI.

"Mahkamah Konstitusi (MK) menghormati pengesahan rancangan undang-undang itu, dan memang pemerintah dan DPR tidak perlu terombang-ambing oleh opini kalau sudah diskusi lama dan saya tahu itu sudah lama didiskusikan. Keputusannya, ya sudah disahkan saja," ujar Mahfud, Selasa.

Dia menyatakan, MK siap menggelar sidang uji materi undang-undang (UU) tersebut jika ada pihak yang mengajukannya, apalagi jika pihak tersebut merasa dirugikan karena adanya UU MK baru.

"Ya wajib menerima. MK kan tidak boleh menolak. Namun, MK juga punya martabat, enggak mau diperalat orang. Misalnya, ada orang minta pengujian, padahal dia, misalnya, tidak punya kerugian. MK juga tidak akan sembarangan menguji UU yang dibuat DPR. Menurut saya, kami terima kalau nanti ada yang lebih kami pelajari, di bidang apakah kajiannya," ujarnya.

Mahfud mengatakan, MK bisa menguji UU terkait institusinya. Dia berpendapat, UU tersebut sudah cukup bagus. "Kalau bisa jangan menguji dirinya sendiri. Itu teori saya dulu, waktu saya di DPR dilarang hakim MK melakukan nemoyudat in caususua, yaitu mengadili hal yang tersangkut dirinya sendiri, tetapi ini bukan diri hakim, ini institusi. Lawan dari judicial review bukan orang, tetapi institusi lawan institusi. Jadi bukan soal diri sendiri. Tapi itu nantilah. Saya kira UU itu sudah bagus, sudah didiskusikan, dan saya setuju di-UU-kan," ujarnya.

Seperti diberitakan, DPR serta Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar membahas revisi UU MK. Dalam revisi itu, beberapa kewenangan MK dipangkas, seperti menghilangkan keputusan ultra petita yang memungkinkan MK menyelidiki lebih jauh terhadap persoalan yang dilaporkan.

Selain itu, dalam UU itu, MK akan diawasi oleh tim pengawas yang beranggotakan lima orang. Kelima orang itu berasal dari unsur hakim konstitusi, Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, DPR, dan pemerintah. Tim pengawas ini akan mengawasi kinerja MK agar sesuai kewenangannya.

Selain itu, MK dinyatakan tidak akan menangani kasus pemilukada, seperti yang terjadi selama ini.

Sent Using Telkomsel Mobile Internet Service powered by

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan