Ahad, 10 April 2011

Sindikasi welcomepage.okezone.com

Sindikasi welcomepage.okezone.com


Produsen Alas Kaki Cibaduyut Tidak Khawatirkan ACFTA

Posted: 10 Apr 2011 01:01 AM PDT

BANDUNG - Para produsen alas kaki berskala kecil di Cibaduyut, Bandung mengaku, tidak mengkhawatirkan dampak dari implementasi perjanjian perdagangan bebas Asean-China (Asean- China free trade Agreement/ACFTA).

Pelaku industri sepatu safety di Cibaduyut Gun Gun Runiadi mengatakan, yang justru mengkhawatirkan dampak dari ACFTA adalah produsen yang berskala menengah keatas. Pasalnya, kata dia, kapasitas produksi mereka jauh lebih besar ketimbang yang berskala kecil. Para produsen alas kaki berskala kecil, lanjut Gun Gun, lebih terkendala masalah sumber daya manusia (SDM) serta pasar.

"Teknologi China yang sudah tidak dipakai lagi, disini masih dipakai. Perbedaan kualitas teknologi. Masalah IKM kecil lebih kompleks, sehingga harus lebih kreatif,"kata Gun Gun di Cibaduyut, Bandung akhir pekan lalu.

Pelaku industri sepatu kulit wanita Asep Dedi menegaskan, sebesar 80 persen alas kaki di Cibaduyut merupakan produk handmade, yang justru tidak bisa diproduksi oleh China. "China kalau buat barang tidak memikirkan kualitas dan kenyamanan. Dengan adanya Cibaduyut, maka tren sepatu tetap ada di Bandung,"tegas Asep.

Hal senada diungkapkan oleh pelaku industri alas kaki dengan merek Adrian Gamaliel, Anton Irsak. "Leader dan SDM yang berkualitas itu sangat penting. ACFTA tidak berpengaruh terhadap kami. Banyak tangan emas disini,"ucap Anton.

Sementara itu, Kepala Dinas Perindustriaan dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat Ferry Sofwan Arif memastikan, tidak ada produk alas kaki impor asal China yang distempel buatan Cibaduyut. Namun, Ferry mengaku, memang terdapat produk alas kaki buatan China yang telah masuk ke Cibaduyut.

"Saya yakin tidak ada stempel produk China, tapi memang ada produk China dijual di Cibaduyut, tapi tidak banyak,"tegas Ferry.

Ferry menjelaskan, kedepan, pihaknya akan berupaya untuk meningkatkan produksi serta jumlah pelaku usaha alas kaki di Cibaduyut. "Kami ingin dorong Cibaduyut menjadi brand," ucap Ferry.

Dirjen Industri Kecil  dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Euis Saedah mengatakan, kendala dari IKM adalah modal, SDM, serta teknologi. Euis mencontohkan, lembaga pengembangan IKM alas kaki di Cibaduyut, sama sekali tidak memiliki komputer. "Menteri Perindustrian meminta, selama 2012-2013, semua masalah IKM itu harus benar-benar dikenali dan digarap,"kata Euis.

Menteri Perindustrian MS Hidayat menambahkan, untuk mendorong daya saing industri alas kaki nasional, maka pemerintah akan melakukan penyederhanaan ketentuan Ditjen Peternakan dan Balai Karantina Kementerian Pertanian (PMK dan IKHS) untuk importasi bahan baku.

"Selain itu, juga akan dilakukan penyesuaian bea keluar (BK) kulit mentah dan kulit setengah jadi,"kata Hidayat.

Berdasarkan laporan instalasi pengembangan IKM alas kaki Bandung, jumlah unit usaha yang berada di Cibaduyut pada tahun 2009 adalah sebanyak 844, atau turun dari tahun sebelumnya yang hanya 867. Jumlah tenaga kerja yang terserap pada 2009 adalah 3.590 orang,atau turun dari tahun sebelumnya yang sebesar 3.613 orang. Kapasitas produksi pada tahun 2009 juga mengalami penurunan yakni menjadi 4.091.200 dari 4.952.780 pada tahun sebelumnya. Total investasi di Cibaduyut pada 2009 adalah sekitar Rp23 juta, atau naik dari tahun sebelumnya yang hanya sekitar Rp14 juta.(Sandra Karina/Koran SI/wdi)

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Dua Perusahaan Investasi Serat Rayon

Posted: 10 Apr 2011 12:56 AM PDT

BANDUNG- Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat Usman mengatakan, terdapat dua perusahaan nasional yang akan melakukan investasi berupa pembangunan pabrik serat rayon di Indonesia pada tahun depan. Nilai investasi dari masing-masing perusahaan itu yakni melebihi USD100 juta. Sehingga nantinya, kata dia, jumlah produsen serat rayon akan menjadi empat. Pada saat ini, terdapat dua produsen utama serat rayon yakni South Pasific Viscose (SPV) dan PT Indo Bharat Rayon (IBR).

Kendati belum bisa menyebutkan nama kedua perusahaan baru tersebut, namun Ade menjelaskan, masing-masing pabrik baru itu akan memproduksi sekitar 20.000 serat rayon per tahun. Pada saat ini, menurut Ade, kedua perusahaan baru tersebut masih melakukan uji kelayakan (feasibility study) serta mencari lokasi pembangunan pabrik. Ade memastikan, kedua perusahaan itu akan membangun pabrik di wilayah pulau Jawa.

"Ada tiga alternatif wilayah di pulau Jawa tapi saya belum bisa bilang dimana saja. Karena di Jawa, sumber daya manusia (SDM) tersedia. Selain itu, pelabuhan ekspor impor juga berlokasi di Jawa. Pembangunan fisik pabrik dilakukan pada tahun depan. Over all, Indonesia masih menjadi tujuan investasi,"kata Ade di Bandung akhir pekan lalu.

Ade mengaku, pihaknya belum mengetahui berapa besar porsi dari hasil serat rayon yang akan diekspor dan dijual di dalam negeri oleh dua perusahaan tersebut. "Ekspor kan tanpa PPN. Kita tidak bisa menuduh produsen menjual dengan harga lebih murah untuk ekspor. Harus ditelisik perbedaan impor dan ekspor,"ucapnya.

Penurunan Penggunaan Kapas

Di sisi lain, Dirjen Basis Industri Manufaktur (BIM) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Panggah Susanto mengatakan, kedepan, tren penggunaan kapas sebagai salah bahan baku utama tekstil dan produk tekstil (TPT) akan mengalami penurunan, lalu akan diisi oleh serat poliester.

"Kontribusi kapas di kain akan menurun. Jadi poliester akan naik. Kain yang bagus itu, apabila komposisi poliester semakin tinggi. Kedepan, kualitas poliester akan semakin baik. Kapas penggunaannya akan menurun kedepan. Di industri TPT, kapas masih 99,5% impor,"kata Panggah.

Lebih lanjut Ade mengatakan, tren tersebut disebabkan oleh lonjakan harga kapas yang terus terjadi. "Harga naik tiga kali lipat, pasti penggunaannya turun. Dulu punya uang Rp1 miliar, bisa beli 1.000 kilogram (kg), sementara sekarang hanya bisa beli 300 kg. Sehingga, harus ada tambahan modal kerja. Akan ada suatu resiko,"tegas Ade.

Selain itu, menurut Ade, penurunan produksi di negara-negara produsen kapas terbesar di dunia seperti Pakistan, India, dan China, menyebabkan terjadinya lonjakan harga kapas. "Impor kapas menurun secara volume, tapi secara value naik. Seluruh petani di beberapa negara beralih menanam kapas ketimbang kedelai dan jagung. Pada Agustus dan september 2011, apabila tidak ada perubahan cuaca, maka akan panen besar kapas, suplai over daripada demand. Harga jatuh,"jelas Ade.

Sementara itu, untuk peningkatan kapasitas produksi serat rayon, menurut Panggah, pemerintah akan menghidupkan kembali industri bahan baku serat rayon yakni dissolving pulp.

"Pemerintah akan mempersiapkan sektor industi pulp kayu agar memproduksi dissolving pulp sehingga negative list di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bisa dicabut,"jelas Panggah.(Sandra Karina/Koran SI/wdi)

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan