Isnin, 4 April 2011

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Pemulangan 2.927 WNI Butuh Rp 32 Miliar

Posted: 04 Apr 2011 04:21 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah memprioritaskan pemulangan tenaga kerja Indonesia bermasalah dari Jeddah, Arab Saudi. Namun, pemerintah akan memulangkan 2.927 orang yang tersisa menggunakan kapal laut.

Dari laporan BNP2TKI, ada juga yang sebetulnya WNI tidak bermasalah dan bisa pulang biasa malah menggunakan fasilitas ini.

-- Menakertrans Muhaimin Iskandar

Pemerintah dan tim khusus penanganan WNI di Arab Saudi DPR kini berkonsentrasi memulangkan WNI yang sudah melanggar ketentuan izin tinggal di Arab Saudi.

DPR akan membahas soal anggaran pemulangan dengan Kementerian Keuangan setelah biaya pemulangan tiga dari enam kelompok terbang terakhir 1.087 orang masih menunggak.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar seusai rapat kerja gabungan dengan DPR di Jakarta, Senin (4/4/2011), menegaskan, tidak ada kendala anggaran. Namun, pemerintah tak ingin anggaran pemulangan mubazir karena mengangkut orang yang mampu.  

"Dari laporan BNP2TKI, ada juga yang sebetulnya (WNI) tidak bermasalah dan bisa pulang biasa malah menggunakan fasilitas ini. Kami akan menyeleksi ketat dan mengutamakan pemulangan mereka yang bermasalah," ujarnya.

Menurut Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Mohammad Jumhur Hidayat, pemulangan dengan kapal laut membutuhkan biaya Rp 24,5 miliar.

"Kebutuhan ini hasil rapat kabinet paripurna pada 24 Maret lalu dan masih membutuhkan dana lain-lain lagi sekitar Rp 7,8 miliar," ujarnya. Dengan demikian, total jenderal bisa mencapai lebih dari Rp 32 miliar. 

Pemulangan menggunakan kapal laut menjadi keprihatinan DPR. Meski demikian, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Eva Kusuma Sundari, memahami.

"Perhatian kami adalah memulangkan seluruh WNI over stayers (pelanggar izin tinggal) di Arab Saudi. Kami mau memanggil Kemkeu untuk penyelesaian menyeluruh," ujarnya.

TKI Tewas Sementara itu, kisah pilu TKI di Arab Saudi muncul lagi. TKI asal Majalengka, Jawa Barat, Aan Darwati binti Udin Encup (37), tewas di toilet rumah majikan di Mekah, Arab Saudi, pekan lalu.

Adapun proses hukum terhadap majikan penganiaya Sumiati binti Salan Mustopa (23), TKI asal Dompu, Bima, Nusa Tenggara Barat, di Madinah, memasuki babak baru. Hakim membebaskan sementara pelaku karena menilai peradilan melanggar syarat.

Anggota Komisi IX DPR dari FPDIP, Rieke Diah Pitaloka mendesak pemerintah menghentikan sementara penempatan ke Arab Saudi.

Jumhur mengutuk keras kematian Aan Darwati. Jumhur meminta aparat berwenang setempat menahan pelaku sekaligus menjeratnya dengan hukuman berat sesuai hukum Islam di Arab Saudi.

Sent Using Telkomsel Mobile Internet Service powered by

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Busyro: Vonis Mati Koruptor Tetap Perlu

Posted: 04 Apr 2011 02:39 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas, menegaskan poin hukuman mati dalam RUU Tipikor perlu dipertahankan. Hal ini karena menyangkut bahaya tindak pidana korupsi apalagi ketika sudah membudaya di tengah kehidupan masyarakat.

"Hukuman mati perlu dipertahankan, tidak perlu merespon budaya luar dan negara-negara barat. Bahkan, di Amerika sendiri saat ini masih merespon mengenai hukuman mati bagi koruptor," ujar Busyro usai mengisi seminar bertajuk "Penguatan dan Pembangunan Kapasitas Kelembagaan DPR RI," di Jakarta, Senin (4/4/2011).

Busyro menuturkan, penerapan hukuman mati memiliki landasan filosofi, argumen sosiologis dan kultural tersendiri. Menurutnya, ketika korupsi di Indonesia ini sudah mengkristal, maka budaya tersebut dapat menjadi momok yang membahayakan bagi kelangsungan hidup bernegara.

"Sangat berbahaya jika budaya tersebut sudah mengkristal di Indonesia. Oleh karena itu, hukuman mati dari aspek budaya sangat lebih efektif," katanya.

Selain itu, lanjutnya, perlu pendekatan yang lebih integral dalam menyikapi RUU tersebut, misalnya menghilangkan undang-undang gradasi untuk koruptor. Ia juga menyarankan, jika disetujui publik, maka ada baiknya para koruptor diberi sanksi sosial. Misalnya dengan melakukan kerja bakti sosial memakai seragam korupsi di jalan-jalan selama seminggu, sehingga keluarga mereka melihat.

"Kalau istri mereka melihat, anak, besan, menantu, dan cucu yang mereka sayangi melihat, efektif nggak? Saya yakin itu efektif. Tidak ada koruptor yang berbahagia jika rumah tangganya rusak akibat korupsi," ujarnya.

Sent Using Telkomsel Mobile Internet Service powered by

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan