Rabu, 13 April 2011

ANTARA - Mancanegara

ANTARA - Mancanegara


KTT Negara-negara Emerging Utama Dunia di China

Posted: 13 Apr 2011 07:04 PM PDT

Sanya, China (ANTARA News) - Para pemimpin negara-negara emerging utama dunia dipastikan bertemu Kamis di China dalam sebuah pertemuan tingkat tinggi yang diperkirakan akan mengatasi konflik di Libya dan mereformasi sistem keuangan internasional.

KTT lima anggota blok BRICS -- Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan -- di Sanya di pulau tropis Hainan bagian selatan juga akan melihat bagaimana negara-negara berkembang dapat menggunakan pengaruh di pentas global.

Presiden China Hu Jintao akan mengetuai pertemuan tersebut bersama rekan-rekannya dari Afrika Selatan, Brazil dan Rusia yakni Jacob Zuma, Dilma Rousseff dan Dmitry Medvedev, dan Perdana Menteri India Manmohan Sing.

Para pemimpin itu diperkirakan akan mengeluarkan pernyataan bersama pada akhir pembicaraan pagi mereka yang mencakup berbagai hal.

Ekonom Goldman Sach Jim O'Neill yang pertama menciptakan istilah BRICS pada 2001 untuk menggambarkan semakin meningkatnya pengaruh empat ekonomi emerging terbesar di dunia.

Afrika Selatan diundang untuk bergabung dengan kelompok tersebut pada akhir tahun lalu.

"Ekonomi BRICS semakin menjadi cerita utama  perekonomian dunia -- mereka telah mendongkrak tren pertumbuhan ekonomi dunia 3,7-4,5 persen dalam pandangan saya," kata O'Neill seperti dikutip surat kabar resmi China Daily.

Bersama-sama, lima negara tersebut mewakili lebih dari 40 persen penduduk dunia, dan PDB gabungan mereka membukukan 18 persen total global pada 2010, menurut Dana Moneter Internasional (IMF).

Singh mengatakan sebelum dia berangkat ke China bahwa dia mengharapkan lima negara tersebut mau mengordinasikan posisi mereka di bidang seperti pertumbuhan berimbang, keamanan energi dan makanan, reformasi institusi keuangan internasional dan perimbangan perdagangan.

"Semuanya itu akan menjadi keuntungan kami," kata Singh.

Setibanya di Sanya Rabu, Zuma menyebut kesempatan tersebut "momen bersejarah" bagi Afrika Selatan.

Menteri Luar Negerinya Maite Nkoana-Mashabane mengatakan desakan agar melakukan reformasi akan "memastikan bahwa masalah Afrika akan menjadi pusat pembahasan dalam Dewan Keamanan PBB, IMF dan Bank Dunia."

Sebuah pertanyaan yang dikeluarkan pertemuan para menteri BRICS Rabu pada malam sebelum KTT menyatakan lima negara tersebut masih menghadapi "masalah-masalah pemanasan ekonomi" seperti "tekanan inflasi dan gelembung aset", lapor Dow Jones Newswires.

Para pemimpin diperkirakan akan mendiskusikan situasi Libya yang dilanda perang, sesudah upaya Uni Afrika untuk menjadi perantara perdamaian gagal.

Afrika Selatan adalah satu-satunya negara BRICS yang menyetujui resolusi DK PBB yang memutuskan zona larangan terbang atas Libya dan mengotorisasikan "semua langkah yang perlu" untuk melindungi warga sipil, membuka jalan bagi serangan udara koalisi.

Empat negara lain telah menyatakan keprihatinannya bahwa serangan yang dipimpin NATO tersebut -- yang ditujukan untuk menggagalkan serangan Moamer Kadhafi terhadap pemberontak yang berusaha mengakhiri 41 tahun kekuasaannya -- mengakibatkan korban sipil.

Asisten Menteri Luar Negeri China Wu Hailong mengatakan kepada para wartawan pada suatu briefing tentang KTT tersebut bahwa situasi di Libya akan "menjadi keprihatinan besar para pemimpin BRICS".

Juga agendanya akan menyangkut bagaimana memperkuat kontribusi BRICS untuk mereformasi sistem moneter internasional, kata Wu.

Namun banyak masalah yang memecah kelima negara tersebut antara lain kebijakan yuan China dan reformasi DK PBB yang mungkin tidak akan mengemuka -- setidaknya tidak secara terbuka, tambahnya, demikian AFP melaporkan. (ANT/K004)

Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Hillary Kecam Berlanjutnya Serangan Pasukan Gaddafi

Posted: 13 Apr 2011 06:26 PM PDT

Menlu AS, Hillary CLinton. (FOTO ANTARA/REUTERS/Amr Abdallah Dalsh)

Di bawah komando dan kontrol NATO, koalisi kini menegakkan Resolusi 1973 DK PBB untuk melindungi warga sipil tak berdosa di Libya

Berita Terkait

Video

Washington (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton Rabu mengecam "serangan-serangan brutal" oleh pasukan Muammar Gaddafi terhadap warga sipil Libya..

Hillary menanggapi laporan-laporan rangkaian penembakan mortir dan artileri pasukan Gaddafi ke daerah-daerah perumahan Misrata, yang memutus aliran air dan listrik ke kota itu, dan para penembak jitu menembaki warga sipil yang mencari perawatan medis.

Pasukannya juga "dilaporkan menghancurkan gudang-gudang suplai makanan penting" dengan yang tujuan jelas untuk membuat mereka kelaparan dan menjadi tunduk, kata diplomat tinggi AS itu.

"Amerika Serikat mengutuk serangan-serangan brutal lanjutan rezim Gaddafi terhadap orang-orang Libya sebab melanggar Resolusi Dewan Keamanan PBB (UNSCR) 1973, yang menyerukan penghentian semua serangan terhadap penduduk sipil," katanya.

"Dalam beberapa hari terakhir, kami telah menerima laporan yang mengganggu bahwa kekejaman muncul kembali dan dilakukan oleh pasukan Gaddafi," katanya.

Resolusi Dewan Keamanan PBB 19 Maret, yang memungkinkan untuk melakukan "semua langkah yang diperlukan" guna melindungi warga sipil, membuka jalan bagi AS, angkatan udara Inggris dan Prancis untuk menerapkan zona larangan terbang dan peluncuran serangan-serangan terhadap pasukan darat Gaddafi.

Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) kemudian ditugasi melakukan pengendalian operasi militer, yang awalnya dipimpin oleh Amerika Serikat.

"Di bawah komando dan kontrol NATO, koalisi kini menegakkan Resolusi 1973 DK PBB untuk melindungi warga sipil tak berdosa di Libya," kepala diplomat Amerika itu mengatakan.

"Amerika Serikat juga mengumpulkan informasi tentang tindakan Gaddafi yang dapat menimbulkan pelanggaran hak asasi kemanusiaan (HAM) atau hukum HAM internasional untuk memastikan bahwa mereka didokumentasikan dengan baik dan berkatalog, serta memastikan bahwa mereka yang melakukan kekejaman ini harus bertanggung jawab atas tindakan mereka," katanya.

"Masyarakat internasional terus berbicara dalam satu suara untuk mendukung transisi yang mengarah ke masa depan yang lebih cerah bagi rakyat Libya," tuturnya.
(H-AK/C003)

Editor: Aditia Maruli
COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan