Isnin, 28 Mac 2011

ANTARA - Mancanegara

ANTARA - Mancanegara


Jejak Radioaktif Iodine Ditemukan di Seoul

Posted: 28 Mar 2011 09:27 PM PDT

Berita Terkait

Video

Seoul (ANTARA News) - Jejak radioaktif iodine dalam tingkat tak berbahaya telah dideteksi di Seoul, Korea Selatan setelah krisis nuklir di Jepang, demikian isi satu laporan Selasa (27/3).

Korea Institute of Nuclear Safety (KINS), milik negara, menyatakan lembaga tersebut telah menemukan jejak radioaktif iodine-131 di Seoul setelah menganalisis sampel yang diambil dari udara di 12 tempat di seluruh Korea Selatan, demikian laporan kantor berita Yonhap.

KINS menyatakan jumlah iodine uty sangat kecil sehingga tak membahayakan kesehatan masyarakat atau lingkungan hidup.

Pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima, Jepang, rusak parah akibat gempa yang mengguncang dan tsunami yang menerjang negeri itu pada 11 Maret dan bahan radioaktif telah bocor ke udara.

Air laut di dekat pembangkit listrik tersebut telah ditemukan berisi radioaktif iodine lebih dari 1.850 kali batas yang diperkenankan, meskipun tidak jelas bagaimana kontaminasi menyebar ke Samudra Pasifik.

Gempa dengan kekuatan 9,0 pada skala Richter dan tsunami yang meluluhlantakkan yang terjadi setelah gempa itu membuat lebih dari 28.000 orang tewas atau hilang, demikian AFP.
(C003)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Pemimpin Dunia Bahas Krisis Nuklir Jepang

Posted: 28 Mar 2011 09:18 PM PDT

Gambar yang diambil ketika ledakan terjadi fasilitas pembangkit listrik tenaga nuklir di Fukushima, Jepang, daerah yang dilanda gempa dan tsunami. (istimewa)

Berita Terkait

Video

PBB, New York (ANTARA News) - Badan PBB yang mengkoordinasikan keamanan nuklir global, IAEA, pada Senin meminta pemimpin dunia segera bertemu dalam konferensi tingkat tinggi untuk membahas upaya penguatan langkah pengamanan dan tanggap darurat berkaitan dengan terjadinya krisis pembangkit nuklir Jepang, Daiichi Fukushima.

Direktur Jenderal IAEA (Badan Energi Atom Internasional), Yukiya Amano, berharap KTT tersebut sudah dapat terselenggara dalam waktu tiga bulan ini, demikian dilaporkan oleh pusat media PBB di New York, Senin.

"Krisis Fukushima ini memberikan sebuah tantangan besar terhadap badan dan masyarakat internasional," kata Amano dalam jumpa pers yang berlangsung di markas besar IAEA di Wina, Austria.

Ia berbicara mengenai pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima yang rusak karena gempa bumi dan tsunami di Jepang pada 11 Maret hingga reaktor itu memuntahkan pencemaran radioaktif.

Amano menegaskan semua pihak perlu memetik pelajaran dengan cermat dari insiden yang terjadi pada 11 Maret tersebut maupun situasi setelahnya agar keamanan nuklir dapat diperkuat di seluruh dunia.

"Karena itu, saya mengusulkan konferensi tingkat tinggi IAEA tentang keselamatan nuklir digelar di sini di Wina sebelum musim panas," katanya.

Ada beberapa agenda utama yang ia sebutkan untuk dibicarakan di KTT nanti, antara lain penilaian awal menyangkut insiden reaktor nuklir, dampak dan konsekuensinya; pelajaran apa saja yang perlu diambil dari insiden itu; peluncuran proses penguatan keamanan nuklir; serta penguatan tanggap darurat terhadap kecelakaan-kecelakaan nuklir.

"Tugas ke depan akan sangat penting. Saya sangat yakin bahwa IAEA adalah tempat yang paling tetap untuk menindaklanjuti insiden Fukushima. Kita punya keahlian yang diperlukan, keanggotaan yang luas dan transparansi juga terjamin," kata Amano.

IAEA atau International Atomic Energy Agency saat ini beranggotakan 151 negara, termasuk Indonesia.

Amano sendiri telah secara langsung mengunjungi Jepang untuk meninjau situasi setelah reaktor Daiichi Fukushima mengalami kerusakan serius pasca gempa bumi dan tsunami di sejumlah wilayah di Jepang.

Dalam pertemuannya dengan Dewan Gubernur IAEA pekan lalu setelah kunjungannya dari Jepang, Amano menekankan pentingnya kerangka tanggap darurat internasional ditetapkan kembali serta komunikasi global semakin ditingkatkan.

Kerangka tanggap darurat yang ada saat ini, ujarnya, adalah kerangka yang dibentuk terutama setelah tragedi Chernobyl tahun 1986 di Uni Soviet --yang disebut-sebut sebagai bencana nuklir yang terbesar berdampak terhadap warga sipil-- serta sebelum munculnya dampak dari revolusi di bidang informasi.

Kerangka yang ada saat ini, menurut dia, hanya mencerminkan realitas pada era 1980-an, bukan era abad ke-21.
(TNY)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan