Ahad, 27 Mac 2011

ANTARA - Mancanegara

ANTARA - Mancanegara


NATO Ambil Alih Komando Operasi Militer di Libya

Posted: 27 Mar 2011 08:52 PM PDT

Moskow (ANTARA News) - Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mengambil alih komando operasi militer di Libya dari tentara koalisi, menurut laporan sejumlah media dunia.

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa memberlakukan wilayah larangan terbang terhadap Libya pada 17 Maret, bersamaan dengan perintah "melakukan hal yang diperlukan" guna melindungi warga sipil dari serangan pasukan Muammar Gaddafi di sejumlah kota yang dikuasai pemberontak.

Menurut RIA Novosti dalam laporannya, 28 utusan negara anggota NATO bertemu pada Minggu untuk menentukan strategi militer terhadap Libya.

Amerika Serikat mengalihkan komando pengawasan wilayah larangan terbang terhadap Libya kepada NATO, sementara pasukan koalisi akan tetap melanjutkan upaya perlindungan terhadap warga sipil dari serangan pasukan Gaddafi.

Operasi militer di Libya, yang diberi nama sandi "Pengembaraan Fajar", sejauh ini telah melibatkan 13 negara, termasuk Amerika Serikat, Inggris dan Prancis.

Negara anggota NATO pada Kamis memutuskan untuk memikul tanggung jawab penegakan wilayah larangan terbang di Libya, namun tidak menyepakati untuk menanggung komando penuh terhadap seluruh operasi militer di negara tersebut.

Sementara itu, para pemimpin dari 27 negara anggota Uni Eropa pada Kamis mengeluarkan sebuah pernyataan yang mengatakan kesiapan Uni Eropa untuk membantu pembangunan Libya, yang bekerja sama dengan Perserikatan Bangsa Bangsa, Liga Arab, Uni Afrika, dan sejumlah pihak lainnya.

(KR-PPT/H-AK)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Rakyat Tripoli Makin Sengsara

Posted: 27 Mar 2011 06:46 PM PDT

Seorang warga Libya membawa poster Muammar Gaddafi di sebuah fasilitas angkatan laut yang rusak akibat serangan udara koalisi di bagian timur Tripoli, Selasa (22/3). (FOTO ANTARA/REUTERS/Zohra Bensemra)

Situasi bertambah buruk dan parah. Saya orang yang sederhana. Saya tak tahu mengapa

Berita Terkait

Jakarta (ANTARA News) - Di luar gedung kokoh yang tak mudah ditembus di kompleks Muamar Gadafi, kekurangan bahan bakar dan antrian tanpa ujung menambah suram keadaan di kota yang sudah berpekan-pekan dirongrong konflik.

Pasukan pemberontak bergerak maju dengan cepat ke arah kubu terbesar Gaddafi, dan rakyat biasa di ibukota Libya, Tripoli, tak peduli apa pun pandangan politik mereka, khawatir terhadap apa yang bakal terjadi.

Warga Tripoli hidup di tengah dentuman suara ledakan dan tembakan senjata antipesawat saat serangan udara Barat berlanjut, dan kenyataan baru telah membuat sebagian warga berani menyampaikan kekecewaan mereka secara terbuka.

"Situasi bertambah buruk dan parah. Saya orang yang sederhana. Saya tak tahu mengapa," kata Radwan, pria yang berusia 40-an tahun, saat ia mengantri untuk membeli bahan bakar di satu stasiun pompa bensin di Tripoli tengah.

Di satu stasiun pengisian bahan bakar di Tripoli, ratusan kendaraan membentuk antrian lebih dari satu kilometer pada Ahad (27/3). Pengendara yang sudah kelelahan menunggu selama berjam-jam untuk mengisi tangki kendaraan mereka.

Satu tanda sementara di stasiun pompa bensin lain bertuliskan, "Tak ada bensin hari ini. Cuma Tuhan yang tahu kapan (ada lagi)."

Kebanyakan orang menunggu dengan sabar, sementara mesin kendaraan mereka dimatikan. Sebagian duduk di bawah bayang-bayang pohon besar, sambil merokok. Satu mobil kehabisan bahan bakar di tengah jalan raya pantai, dan sekelompok pejalan kaki membantu pengemudi mendorong kendaraan itu.

Pemandangan serupa di beberapa bagian lain Tripoli dan kota kecil yang berdekatan. Jaringan pasokan kebutuhan pokok telah terganggu oleh berpekan-pekan pertempuran Arus pengungsi ke luar Libya hampir berarti bahwa toko roti tak memiliki tenaga kerja untuk membuat cukup banyak roti.

Libya adalah salah satu pengekspor minyak OPEC dan memiliki pengolahan atau pengilangan sendiri, tapi sektor itu telah sangat terganggu oleh konflik. Banyak prasarana kilang minyaknya telah rusak, dan produksi minyak telah merosot tajam.

Stasiun TV negara telah menjamin rakyat bahwa cadangan bahan bakar mencukupi, tapi seorang pejabat bidang energi mengakui kepada Reuters pekan lalu bahwa Libya perlu mengimpor lebih banyak pasokan untuk mengatasi kekurangan tersebut.

Pasukan pemberontak, yang berusaha menggulingkan Gaddafi dan berbesar hati oleh serangan udara Barat, telah mendesak dengan cepat ke arah Libya barat dalam beberapa hari belakangan. Mereka merebut kembali wilayah yang ditinggalkan oleh militer Gaddafi.

Kemarahan
Tripoli, yang berada di pantai Laut Tengah dan tempat tinggal sebanyak dua juta orang, adalah kota yang dibentengi paling kuat di Libya. Di sana ketidakpuasan tak ditoleransi oleh anggota milisi Gaddafi yang ditakuti.

Meskipun begitu, sebagian warganya sangat jelas kelihatan marah ketika didekati oleh wartawan pada Ahad (27/3).

"Stasiun televisi menyatakan Inggris dan Prancis ingin membawa pergi minyak kami, tapi saya berdiri di sini, saya tak bisa membeli bahan bakar buat mobil saya," kata seorang pria yang antri untuk membeli bensin.

"Mana minyak itu? Minyak apa yang mereka bicarakan?" ia mempertanyakan, sebagaimana dilaporkan wartawan Reuters, Maria Golovnina, yang dipantau ANTARA di Jakarta, Senin.

Seorang pria lain, Sufiyah, sambil menggosok matanya yang berwarna merah setelah tidak tidur semalaman untuk antri di satu stasiun pompa bensin, menambahkan, "Saya telah menunggu sejak pukul 4 pagi. Tidak ada bensin. Saya sangat capek. Dan ya, saya marah. Banyak orang juga marah."

Kerusuhan juga telah mengganggu pasokan pangan di negara gurun tersebut, yang bergantung atas impor guna menutupi kebutuhan pangan rakyatnya.

Seorang perempuan, Fatima, yang berbaris untuk menerima jatah roti di satu permukiman, mengatakan sangat sulit untuk membeli minyak goreng, gula dan produk olahan lain. Fatima berusia 20-an tahun.

"Sebelum ini, keadaan normal tapi sekarang terjadi kekurangan. Itu dimulai dengan krisis satu bulan lalu, dan akan terus bertambah parah," kata Fatima. Ia mengatakan, menurut dia, harga bahan makanan penting seperti beras dan tepung telah melonjak setidaknya tiga kali lipat.

Ia menyatakan ia cuma diperkenankan membeli satu tas roti buat keluarganya setiap kali ia datang. Toko di Tripoli tampaknya memiliki simpanan yang mencukupi tapi banyak toko sudah tutup.

Harga roti sendiri telah sedikit berubah, kata orang. Kekurangan roti terutama terjadi karena terjadi pengungsian besar-besaran pekerja pendatang.

"Sebelumnya, roti berlimpah, sekarang tak ada. Kami tak punya pekerja sekarang, jadi sulit untuk membuat cukup banyak roti," kata Adil Mohammed Ali, pria muda yang bekerja di pabrik roti.

Ali Salim, pengemudi taksi yang masih muda, mengatakan ia tidak tahu apa yang mesti dharapkan tapi menuduh negara asing sebagai penyebab semua kesulitan itu.

"Saya telah menunggu selama empat jam. Saya harus melakukan ini setiap hari. Saya pengemudi taksi," katanya. "Tak seorang pun mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. Besok itu semua dapat berubah. Itu semua disebabkan oleh negara asing yang ikut campur."
(C003/A011)

Editor: Aditia Maruli
COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan