KOMPAS.com - Nasional |
Mau Jadi Penerbang TNI Ini Informasinya Posted: 31 May 2012 12:44 PM PDT JAKARTA, KOMPAS.com — Tentara Nasional Indonesia (TNI) memanggil generasi muda lulusan SMA sederajat untuk dididik menjadi penerbang TNI, melalui Sekolah Penerbang Prajurit Sukarela Dinas Pendek TNI (Sekbang PSDP TNI). Dalam keterangan pers yang diterima Tribunnews.com, Kamis (31/5/2012), setelah lulus, siswa akan diangkat menjadi prajurit TNI berpangkat letnan dua, dan menjalankan ikatan dinas pertama untuk jangka waktu 10 tahun. Selanjutnya, diberikan pilihan untuk tetap berkarier di TNI atau mengakhiri ikatan dinas. 1. Warga Negara Indonesia pria, bukan prajurit TNI, Polri, dan PNS. 2. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 3. Setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI Tahun 1945. 4. Berusia setinggi-tingginya 22 tahun, dan sekurang-kurangnya 17 tahun 9 bulan saat pembukaan pendidikan pertama. 5. Tidak kehilangan hak untuk menjadi prajurit TNI, berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 6. Tinggi badan minimal 165 cm, dan panjang kaki minimal 100 cm. 7. Sehat jasmani, rohani, bebas narkoba, dan tidak berkacamata. 8. Berijazah serendah-rendahnya SMA/madrasah aliyah (MA) jurusan IPA, dengan nilai rata-rata akhir ujian nasional, untuk lulusan tahun 2012 akan ditentukan kemudian menunggu hasil ujian nasional. Untuk lulusan tahun 2011, nilai UAN minimal 7,5. Untuk lulusan tahun 2010, nilai akumulatif UN (6 MP) dan UAS (4 MP) rata-rata minimal 7,00. Untuk lulusan tahun 2009 dan 2008, tidak kurang dari 6,5 dan tidak ada nilai yang kurang dari 6. 9. Belum pernah menikah, dan sanggup untuk tidak menikah selama mengikuti pendidikan pertama, dan selama dua tahun setelah selesai pendidikan pertama. 10. Bersedia dalam ikatan dinas pendek (IDP) keprajuritan selama 10 tahun, terhitung mulai diangkat sebagai letnan dua, dan dapat diangkat kembali menjadi prajurit karier sesuai persyaratan. 11. Bersedia ditempatkan dan ditugaskan di seluruh wilayah NKRI. 12. Tidak memiliki catatan kriminalitas yang dikeluarkan secara tertulis oleh Polri. 13. Bagi yang sudah bekerja secara tetap sebagai pegawai/karyawan diharuskan: a. Memiliki surat persetujuan dari kepala jawatan/instansi yang bersangkutan. 14. Lulus pemeriksaan dan pengujian yang meliputi postur dan lahiriah, administrasi, kesehatan, kemampuan jasmani, psikologi, mental, ideologi, tes bakat terbang, dan tes akademik (PKN, Fisika, Bahasa Inggris, Matematika).
|
Banyak Pelanggaran terhadap Nilai-nilai Pancasila Posted: 31 May 2012 10:38 AM PDT YOGYAKARTA, KOMPAS.com -- Penegasan Pancasila sebagai filosofi, ideologi, jiwa, dan pandangan hidup sudah final. Akan tetapi, dalam tahap pelaksanaan masih banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Dari sekitar 400 pengaduan gugatan undang-undang (UU) yang masuk ke Mahkamah Konstitusi (MK), periode Agustus 2003 hingga Mei 2012, sekitar 27 persen di antaranya dibatalkan. Pembatalan dilakukan karena UU tersebut banyak melakukan pelanggaran nilai-nilai Pancasila. Ketua MK Mahfud MD mengatakan, yang paling membahayakan saat ini bukan hanya korupsi uang atau kekayaan negara, tetapi korupsi dalam pembuatan peraturan dan kebijakan. Apabila korupsi seperti ini terjadi, maka akan timbul kasus korupsi yang berkesinambungan. "Korupsi pada peraturan dan kebijakan akan memunculkan banyak korupsi, karena peraturan dan kebijakan itulah sumbernya," kata Mahfud, Kamis (31/5/2012) dalam Kongres Pancasila IV di Balai Senat Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, yang diikuti akademisi dan pemerhati Pancasila dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga. Menurut Mahfud, ada dua kelompok besar bentuk korupsi peraturan dan kebijakan, yaitu menyangkut masalah politik dan korupsi. Beberapa UU yang pernah digugat, antara lain UU Pemilu, UU Pemerintahan Daerah, dan UU Pemberantasan Korupsi. "Ada pula potensi korupsi peraturan dan kebijakan dalam hal sumber daya alam, misalnya UU Pertambangan, UU Perhutanan, dan UU Sumber Daya Alam. Pada praktiknya, UU-UU ini membahayakan keutuhan NKRI," kata Mahfud. Mahfud menyebut UU tentang SDA disinyalir kuat sengaja dibuat untuk memberi peluang korupsi. "Kasus ini masih kami tangani. Yang jelas, banyak UU yang sengaja dibuat agar orang atau institusi bisa korupsi," katanya. Sangat sulit hanya mengandalkan MK untuk memperbaiki UU yang ada karena MK tidak akan memproses UU sebelum ada pengaduan dari luar. Karena itu, perlu tindakan yang terstruktur oleh pemerintah dan DPR dengan melibatkan akademisi dan masyarakat untuk membahas kembali UU yang bermasalah. Dalam situasi seperti ini, menurut Mahfud dibutuhkan pemerintahan yang kuat tapi bukan otoriter. Kuat artinya memiliki tujuan jelas, aturan hukum yang jelas dan siap menindak yang salah. Sementara itu, Gubernur Daerah Istimwa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X mengusulkan agar pembahasan UU yang bermasalah melibatkan orang-orang bijak yang tidak terlibat politik praktis. Sehingga, UU tersebut bisa dibahas secara obyektif. Menurut Sultan, Pancasila tidak akan bisa membumi jika tetap hanya dijadikan mitos tanpa memiliki model praktis dalam memecahkan masalah hidup masyarakat. Karena itu, Pancasila perlu dikembangkan sebagai metodologi hidup atau ideologi praktis. "Sekarang ini tidak ada lagi lembaga yang menangani aplikasi Pancasila. Bahkan, di dalam pendidikan pun Pancasila bukan lagi menjadi pelajaran wajib. Jika Pancasila tidak lagi menjadi perhatian pemerintah maupun masyarakat, ya berarti secara sengaja atau tidak sengaja telah meminggirkan Pancasila sebagai ideologi negara," tutur Sultan. |
You are subscribed to email updates from KOMPAS.com - Nasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan