Rabu, 4 Januari 2012

Republika Online

Republika Online


Psst...Pemicu Lemak Tinggi Ternyata Bukan Protein

Posted: 04 Jan 2012 05:43 AM PST

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Bila selama ini orang menduga bahwa menyantap protein bisa memicu kondisi tinggi lemak, maka anggapan itu melest. Ternyata orang yang mengonsumsi terlalu banyak makanan dengan kalori tinggi dan menjalani diet rendah protein cenderung memiliki kadar lemak tubuh lebih tinggi ketimbang mereka yang menyantap makanan dengan kadar protein tinggi, kata peneliti AS, Selasa (4/12)

Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Jurnal Asosiasi Kesehatan Amerika edisi 4 Januari itu melibatkan 25 orang di Louisiana yang setuju untuk bertindak sebagai pasien dalam penelitian mengenai penambahan berat badan selama periode 56 hari.

Selama sekitar dua bulan, mereka makan makanan dengan kalori berlebih, lebih sekitar 1.000 kalori setiap harinya.

Beberapa diantaranya makan makanan diet dengan kandungan lima persen protein, beberapa diantaranya dengan kandungan 15 persen protein - yang dianggap sebagai tingkat normal - dan sisanya makan makanan dengan kandungan 25 persen protein, atau jumlah yang lebih tinggi.

Tujuan dari peneliti itu adalah untuk mengungkap perbedaan pengaruh dari kadar protein terhadap kenaikan berat badan secara keseluruhan, lemak tubuh dan pengeluaran energi.

Mereka menemukan bahwa orang-orang dengan diet rendah protein mengalami penambahan berat badan jauh lebih sedikit dari pada yang lain, namun kelebihan energi mereka disimpan dalam bentuk lemak dibandingkan dengan orang dengan diet protein normal atau tinggi.

Orang dengan diet rendah protein mengalami penambahan berat badan setengah dari yang lain, yaitu sekitar rata-rata 3,6 kilogram selama penelitian sedangkan orang dengan diet protein normal dan tinggi mengalami penambahan berat badan sebesar 6,05 kilogram dan 6,51 kilogram.

Namun penambahan berat badan itu dalam bentuk massa tubuh tanpa lemak, untuk orang dengan diet protein menengah atau tinggi.

Sembilan puluh persen dari energi ekstra yang dikonsumsi oleh orang-orang dengan diet rendah protein disimpan sebagai lemak, dibandingkan dengan sekitar 50 persen dalam dua kelompok lainnya.

"Temuan dari penelitian ini adalah bahwa kalori lebih berperan daripada protein apabila mengonsumsi kelebihan energi sehubungan dengan peningkatan lemak tubuh," kata penelitian itu, yang dipimpin oleh George Bray dari Pennington Biomedical Research Center di Baton Rouge, Louisiana.

Full content generated by Get Full RSS.

Doyan Daging Merah? Waspadai Risiko Tinggi Kanker Ginjal

Posted: 04 Jan 2012 01:04 AM PST

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK - Bila anda pecinta daging merah, sebaiknya kini konsumsilah dengan lebih bijak. Pasalnya studi terkini mengungkap orang yang menyantap banyak daging merah memilki risiko lebih besar terkena beberapa jenis kanker ginjal. Periset menemukan kaum dewasa di usia pertengahan yang menyantap daging merah dalam sebagian besar menunya cenderung didiagnosa dengan kanker ginjl ketimbang mereka yang mengonsumsi lebih sedikit.

Kandungan unsur kimia lebih tinggi yang ditemukan dalam daging yang dipanggang atau dibakar juga terkait dengan tingginya risiko penyakit tersebut. Studi itu dilaporkan dalam American Journal of Clinical Nutrition.

"Daging merah adalah sumber zat besi penting dan ia mengandung protein," ujar Dr. Mohammed El-Faramawi, pakar epidmiologi dari Pusat University of North Texas Health Science Center di Fort Worth, yang pernah mengkaji diet dan risiko kanker ginjal. Namun, ia tak terlibat dalam studi terbaru tersebut.

"Anda tidak dianjurkan berhenti mengonsumsi daging merah karena ada asosiasi antara daging merah dan kanker," ujarnya. Alih-alih, santaplah dalam jumlah terbatas diikuti dengan pola makan sehat yang dianjurkan. "Itu baru ide yang bagus," ujarnya

Mengonsumsi daging merah dalam jumlah besar--meski tidak selalu mengarah pada kanker ginjal--memang meningkatkan masalah kesehatan bagi pemilik tubuh, seperti sumbatan terbentuk dalam pembuluh arteri.

Lantas seperti apa studi tersebut? Dalam studi skala besar yang diterbitkan dalam jurnal tadi, peneliti memeriksa kaitan antara daging merah dan kanker ginjal. Menurut Carrie Daniel, salah satu peneliti dari National Cancer Institute di Rockville, Maryland dan koleganya, riset menghasilkan kesimpulan beragam.

Untuk mendapat gambaran jelas, mereka menggunakan data dari sebuah studi yang dilakukan terhadap hampir 500 ribu orang dewasa di AS berusia 50 tahun dan lebih. Kebiasaan dan pola makan mereka dipantau termasuk konsumsi daging harian. Peneliti mengikuti para responden tersebut rata-rata 9 tahun untuk melacak keberadaan diagnosa kanker terbaru.

Selama waktu itu, sekitar 1.800 orang--kurang dari setengah persen--didiagnosa dengan kanker ginjal.

Rata-rata, responden pria dalam studi tersebut menyantap dua hingga tiga ons daging merah per hari dibanding dengan wanita yang mengonsumsi satu hingga dua ons per hari. Partisipan dengan konsumsi daging tertinggi, sekitar empat ratus gram per hari, cenderung mengalami peningkatan risiko 19 persen dalam diagnosa kanker ginjal dibanding dengan mereka yang memakan porsi paling sedikit, kurang dari satu ons per hari.

Temuan itu muncul setelah menghitung aspek-aspek diet dan gaya hidup lain yang bisa mempengaruhi risiko kanker, seperti usia, ras, asupan buah dan sayuran, kebiasaan merokok dan minum dan kondisi medis lain seperti diabetes dan tekanan darah tinggi.

Ketika periset memeriksa ke tipe kanker ginjal paling umum, mereka menemukan kaitan kian kuat antara daging merah dan kanker pada jenis kanker papilari, namun tidak ada efek untuk sel kanker ginjal.

Kemudian mereka yang meyantap daging bakar matang, sehingga terpapar dengan unsur kimia karsinogenik yang dihasilkan proses pemasakan, juga memiliki risiko tambahan mengidap kanker ginjal dibanding mereka yang jarang memasak daging dengan cara itu.

Namun studi itu sendiri tak  membuktikan secara langsung bahwa memakan daging merah atau memasak dengan cara terntu dapat menyebabkan kanker ginjal. El Faramawi pun menekankan, beberapa orang yang menyantap banyak daging tidak mengembangkan kanker, sementara kelompok yang lain bahkan kurang dalam konsumsi daging pun bisa terkena kanker.

Daniel dan koleganya menyatakan diperlukan riset lebih untuk memastikan mengapa daging merah terkait dengan kanker ginjal dan bukan yang lain.

Namun kini, materi kimia dari aktivitas memasak daging "dapat dikurangi dengan menghindarkan daging terpapar langsung pada api atau permukaan logam panas, mengurangi waktu masak dan menggunakan oven gelombang mikro untuk memasak setengah matang sebelum dipapar ke suhu tigni

"Temuan kami mendukung rekomendasi pola makan yang direkomendasikan Masyarakat Kanker Amerika untuk mencegah kanker yakni membatasi daging termasuk tipe daging olahan dan masaklah dengan memanggang dalam oven atau merebusnya.

Full content generated by Get Full RSS.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan