Rabu, 6 Julai 2011

KOMPAS.com - Regional

KOMPAS.com - Regional


Ketika Orang Rimba Masuk ke Mal

Posted: 06 Jul 2011 07:17 AM PDT

SEMARANG, KOMPAS.com - "Atur sugeng dumateng kang samya dateng, amriksani badan kula wujud cemeng," suara Jumadi (47) mengalun dengan vibrasi rapat. (Selamat datang kepada semua yang hadir, untuk menyaksikan badan kami yang hitam legam).

Sementara itu, tabuhan bonang, bendhe, kendang dan tambur terus dibunyikan ritmis. Sepuluh orang yang berada di hadapan para penabuh gamelan, bergerak dinamis. "Mama, aku mau lihat itu dulu," Yongki (6), warga Gabahan Semarang yang siang ini berkunjung ke DP Mal Semarang menarik tangan ibunya.

Maka, merekapun berhenti sejenak. Demikian suasana pembukaan pameran Klaster dan UMKM di DP Mal, Rabu (6/7/2011). Adapun yang diinginkan Yongki, adalah menonton kelompok kesenian Topeng Ireng Manusia Rimba, dari Gendongan, Wanurejo, Borobudur.

Menurut Jumadi, sejak kelompok Manusia Rimba didirikan awal 1990, awalnya lebih banyak bermain untuk kegembiraan semata. Namun saat ini, seiring dengan besarnya liputan media, mereka jadi sering "ngamen" hidup dari undangan. "Tapi kami tetap menempatkan kesenian rakyat ini sebagai media ekspresi dan bergembira saja. Tak ada nilai komersial dalam pertunjukkan kami," kata Jumadi.

Wakil Gubernur Jawa Tengah Rustriningsih yang membuka pameran itu menyebutkan, apapun potensi masyarakat, baik bernilai ekonomi atau tidak, tetap harus diperhatikan. "Seperti kesenian ini. Mereka kita datangkan ke sini, paling kami hanya mengisi kas dan dana transportasi saja. Tapi tetap harus kita jaga, karena mampu membangkitkan semangat kemandirian masyarakat," kata Rustri.

Cerita Kelompok Seni Rakyat Manusia Rimba ini, sedikit berbeda dengan Kesenian Topeng Ireng lainnya. Setidaknya kelompok ini memiliki pesan lingkungan dan keseimbangan alam yang harus dijaga melalui tarian yang bercerita.

Dikisahkan, sekelompok manusia rimba, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akan sandang, pangan, dan papan, mereka mengeksplorasi alam. Baik dari flora, fauna, maupun kekayaan alam lainnya. Hingga suatu saat ada seorang dari komunitas manusia rimba itu yang mulai serakah. Eksploitasi alam secara berlebihan.

Ending-nya ketika persediaan kekayaan alam mulai menipis, ternyata menyisakan kesengsaraan bagi keturunan mereka. Kemajuan yang sudah dicapai peradaban manusia ternyat membawa dampak lain, kesengsaraan bagi manusia lainnya.

Maka sebagian kelompok manusia rimba itu mulai mencoba melakukan restorasi dan konservasi alam. "Dalam adegan pertarungan dengan dua ekor harimau, digambarkan dalam tarian bahwa keduanya akhirnya sepakat menghentikan pertarungan. Bersekutu melawan kelompok manusia serakah," kata Jumadi.

Fenomena seni rakyat masuk Mal, memang bukan hal baru. Bowo Kajangan, salah satu pelaku seni rakyat di Semarang mengatakan, ketika ruang berekspresi makin sempit, seni rakyat dipaksa beradaptasi. Salah satunya dengan ngamen. "Mesti ada nilai yang dikorbankan. Misalnya nilai spontanitas, egaliter dan kadang religius juga. Karena seni rakyat itu akhirnya berhenti sebagai hiburan semata, bukan lagi media bergembira bagi rakyat," kata Bowo.

Pameran Klaster UMKM dan kerajinan yang rencananya berlangsung tanggal 6-10 Juli ini, memang hanya sekali menampilkan seni rakyat. Namun Rustriningsih, sang Wakil Gubernur berharap, yang sekali itu mampu menampilkan eksotisme pertunjukkan.

Sent Using Telkomsel Mobile Internet Service powered by

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Flu Burung, Ribuan Ayam di Sidrap Mati

Posted: 06 Jul 2011 06:57 AM PDT

Flu Burung, Ribuan Ayam di Sidrap Mati

K24-11 | Glori K. Wadrianto | Rabu, 6 Juli 2011 | 13:57 WIB

SIDRAP, KOMPAS.com - Kasus virus avian influenza atau flu burung, mewabah luas Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan. Sedikitnya 10.000 ayam mati mendadak. Bahkan, wabah tersebut sudah meluas di sebagian besar wilayah sentra peternakan yang ada di Kabupaten Sidrap.

Wilayah yang sudah terindikasi penyebaran virus avian influenza (AI) di antaranya Desa Wanio, Kecamatan Panca Lautang; Desa Lanrang dan Bulo, serta Desa Tanete. Sementara sentra produksi peternakan ayam petelur terbesar di Sidrap berada di Desa Tanete.

Pertama kali, penyebaran virus flu burung ditemukan di Desa Wanio, Senin lalu. Dari sana, virus meluas hingga ke titik lokasi peternakan lainnya di beberapa kecamatan lainnya.

Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Sidrap Muhammad Azis kepada Kompas.com mengatakan, setelah menerima laporan dari warga, pihaknya langsung membentuk tim untuk segera melakukan pemantauan ke lokasi pertama kali flu burung menyerang.

"Kita sudah mengambil sampel unggas yang mati. Hasilnya, ayam-ayam yang mati memang positif flu burung," ujarnya, Rabu (6/7/2011).

Penyebaran virus AI tersebut, kata Muhammad Azis, sangat cepat dan meluas ke peternakan lain. Dapaknya sangat merugikan para peternak. Bahkan, tingkat penyebaran flu burung di Kabupaten Sidrap tergolong sangat tinggi, mencapai 10.000 ekor. "Paling banyak menyerang ayam buras dan penyebarannya nyaris merata di seluruh wilayah. Kalau jenis ayam ras, hanya di beberapa titik saja," katanya.

Saat ini, kata Muhammad Azis, pihaknya sementara melakukan penyemprotan desifektan di seluruh peternakan ayam di Kabupaten Sidrap yang dinilai rawan. Dinas Peternakan menurunkan petugas Participatory Disease Surveylens and Response (PDSR).

Tercatat masih terdapat 3,4 juta ekor ayam dan 2 juta ekor ayam pedaging di Kabupaten Sidrap yang harus diselamatkan. "Namun, kami mengharapkan tidak terjadi kepanikan warga karena ini akan segera kami tangani," katanya.

Sent Using Telkomsel Mobile Internet Service powered by

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan