ANTARA - Mancanegara |
Presiden Minta Menlu ASEAN Percepat Pembahasan Laut China Selatan Posted: 18 Jul 2011 07:16 PM PDT Masalah ini seharusnya tidak bergerak selambat ini. Saya meminta pertemuan menteri luar negeri ini untuk mempercapat upaya ini, untuk menyelesaikan tahap terpenting dan terakhir dari dokumen penting ini. Berita Terkait Video Dalam pidatonya pada pembukaan pertemuan ke-44 Menteri Luar Negeri ASEAN di Bali Convention Center, Nusa Dua, Selasa, Presiden Yudhoyono menyatakan deklarasi bersama ASEAN tentang Laut China Selatan untuk pertama kalinya dikeluarkan pada waktu yang telah lama berselang, yaitu pada 1992. Setelah itu, lanjut Presiden, butuh waktu sepuluh tahun bagi China untuk menyetujui deklarasi tersebut meskipun akhirnya kedua pihak selama sembilan tahun berikutnya belum bisa menyelesaikan kesepakatan bersama tentang petunjuk baku untuk penanganan kawasan Laut China Selatan. "Masalah ini seharusnya tidak bergerak selambat ini. Saya meminta pertemuan menteri luar negeri ini untuk mempercapat upaya ini, untuk menyelesaikan tahap terpenting dan terakhir dari dokumen penting ini," ujar Presiden yang menyampaikan pidato dalam Bahasa Inggris dibantu oleh dua layar teleprompter. Menurut dia, ASEAN perlu mengirimkan sinyal kuat kepada dunia bahwa masa depan di kawasan Laut China Selatan secara optimistis dapat ditangani dan dapat diperkirakan. "Karena itu kita harus menyelesaikan kesepakatan bersama tentang petunjuk menangani kawasan Laut China Selatan yang telah lama tertunda ini, dan setelah itu kita harus melangkah ke tahap selanjutnya yaitu identifikasi elemen dari pelaksanaan petunjuk penanganan kawasan Laut China Selatan," tuturnya. Semakin cepat ASEAN membahas kesepakatan itu dengan China, lanjut dia, maka kawasan Laut China Selatan akan semakin mudah dikelola dan ditangani. Presiden pun menyampaikan keyakinannya bahwa ASEAN dan China bisa segera menyepakati pembahasan tentang tata cara penanganan kawasan Laut China Selatan. Dalam pidatonya, Presiden yang hadir didampingi oleh Ani Yudhoyono juga meminta para menteri luar negeri ASEAN untuk mempercepat kesepakatan kawasan ASEAN sebagai zona bebas nuklir. Menurut Kepala Negara, saat ini adalah waktu terbaik untuk segera mencapai kesepakatan tersebut karena sinyal positif yang ditunjukkan oleh negara-negara yang memiliki senjata nuklir untuk meratifikasi kesepakatan zona bebas nuklir di Afrika dan Pasifik Selatan. "Ada momentum segar untuk membuat negara-negara pemilik kekuatan nuklir termasuk China, Amerika Serikat, dan Rusia, agar menyepakati kawasan bebas nuklir ASEAN dalam waktu sedini mungkin," ujarnya. Presiden Yudhoyono juga mengingatkan pentingnya mempercepat penanganan penyelundupan dan perdagangan manusia di kawasan Asia Tenggara. Dengan bertambahnya gejolak peristiwa di kawasan Timur Tengah dan Asia Selatan, menurut dia, maka potensi perdagangan dan penyelundupan manusia di kawasan ASEAN kian terbuka. "Hal ini akan berlanjut menjadi masalah di kawasan dan kita harus mengadakan kerjasama aktif dan terkoordinasi guna menangani masalah ini," demikian Yudhoyono. (D013) Editor: Ella Syafputri Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price. |
Hormati PBB, Kamboja akan Tarik Tentara Posted: 18 Jul 2011 06:09 PM PDT Phnom Pen (ANTARA News/Xinhua-OANA) - Pemerintah Kamboja, Senin malam waktu setempat, mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa pihaknya akan menghormati perintah Mahkamah Peradilan Internasional (ICJ). ICJ dalam sidangnya di Den Haag memerintahkan Kamboja dan Thailand harus menarik pasukan mereka keluar dari zona demiliterisasi baru di sekitar kuil abad 11 Preah Vihear sehingga memungkinkan para pengamat ASEAN ke daerah yang disengketakan di sekitar candi itu. "Pemerintah Kamboja mendukung sepenuhnya keputusan ICJ," kata pernyataan itu. "Perintah tersebut menanggapi keinginan Kamboja untuk membuat area candi Preah Vihear damai dengan kehadiran pengamat ASEAN untuk menjamin gencatan senjata." "Perintah itu juga akan menjamin kenormalan kegiatan sipil di daerah itu," lanjutnya. Ia menambahkan bahwa pemerintah berharap pemerintah Thailand juga akan mematuhi perintah Pengadilan Internasional. "Kamboja telah siap untuk menyambut dan memfasilitasi semua misi pengamat Indonesia ke daerah tersebut," katanya. ICJ pada Senin sore memerintahkan Kamboja dan Thailand untuk segera menarik personel militer mereka yang saat ini berada di zona demiliterisasi sementara di sekitar area candi Preah Vihear. Ia menambahkan bahwa Kamboja dan Thailand harus melanjutkan kerja sama mereka dalam ASEAN dan khususnya memungkinkan pengamat yang ditunjuk oleh perhimpunan memiliki akses ke zona demiliterisasi sementara. Perintah Pengadilan itu dilakukan setelah Kamboja, pada 28 April, mengajukan petisi untuk interpretasi putusan Mahkamah Internasional 1962 bersama dengan permintaan untuk penetapan indikasi langkah-langkah bersama. ICJ memberikan kuil Preah Vihear kepada Kamboja pada tahun 1962 dan candi itu terdaftar sebagai Situs Warisan Dunia pada 7 Juli 2008. Konflik perbatasan antara Kamboja dan Thailand terjadi hanya sepekan setelah pendaftaran pada saat Thailand mengklaim kepemilikan atas sebidang tanah luas 4,6 kilometer persegi (1,8 mil persegi) berupa semak-semak di samping kuil. Sejak itu, kedua pihak telah membangun kekuatan militer di sepanjang perbatasan dan bentrokan periodik telah terjadi, yang mengakibatkan kematian tentara dan warga sipil di kedua pihak. Editor: Ella Syafputri Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price. |
You are subscribed to email updates from ANTARA News - Internasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan