ANTARA - Peristiwa |
DPR Diminta Audit Kunjungan ke Luar Negeri Posted: 10 May 2011 06:38 AM PDT Jangan kunjungan kerja ke luar negeri untuk studi banding dilakukan ketika pembahasan sebuah RUU hampir selesai Berita Terkait Video "Audit ini menyangkut efektifitas kunjungan, anggaran kunjungan, maksud dan target kunjungan, negara tujuan," kata anggota Komisi II DPR RI Abdul Malik Haramain di Gedung DPR RI di Jakarta, Selasa. Ia menambahkan, pimpinan DPR RI juga harus membuat mekanisme yang transparan terutama untuk disampaikan ke publik. Transparansi, kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu, juga berarti harus disampaikan kepada publik mengenai rencana kunjungan beserta anggarannya, maksud dan tujuan kunjungan, serta relevansi negara tujuan. "Tak kalah penting, melaporkan ke publik tentang hasil kunjungan kerja ke luar negeri, terutama efektifitas kunjungan. Pimpinan bisa menolak/membatalkan atau mengalihkan kunjungan jika dianggap tidak relevan," ujar dia. Hal yang sama dikatakan oleh Sekretaris Fraksi Partai Demokrat Saan Mustopa. Menurut Saan, kunjungan ke luar negeri harus lebih selektif. Dengan demikian akan terjadi penghematan anggaran yang lebih banyak. "Kalau kunjungan kerja itu lebih selektif, otomatis akan bisa menghemat anggaran. Fraksi Partai Demokrat akan mengusulkan efektifitas, selektifitas soal kunjungan kerja ke luar negeri," jelas Saan. Kunjungan kerja ke luar negeri untuk studi banding ada porsinya. "Jangan sampai kunker ke luar negeri untuk membahas RUU yang tidak ada kaitannya seperti pembahasan RUU Pramuka. Tapi perlu kunker ke luar negeri ketika membahas RUU Imigrasi," ujar anggota Komisi III DPR RI itu. Ditambahkan, kunjungan kerja ke luar negeri untuk studi banding sebaiknya dilakukan sejak awal ketika mulai membahas sebuah Rancangan Undang-Undang atau saat proses akademis dari RUU tersebut. "Jangan kunjungan kerja ke luar negeri untuk studi banding dilakukan ketika pembahasan sebuah RUU hampir selesai. Gak ada gunanya sama sekali dan bahkan menimbulkan polemik," ujar Saan. (Zul/S026) Editor: Suryanto Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price. |
ASEAN Sepakati Kerja Sama Manajemen Ketenagakerjaan Posted: 10 May 2011 06:32 AM PDT Berita Terkait Keputusan itu diambil delegasi negara-negara ASEAN pada seminar Kerja sama Manajemen Ketenagakerjaan ASEAN yang diselenggarakan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Yogyakarta pada Senin-Selasa (9-10/5). "Perwakilan para delegasi sepakat untuk mendorong kerja sama antara pengusaha, serikat buruh, dan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarga melalui dialog sosial dan berdasarkan saling pengertian dan kepercayaan," kata Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemenakertrans Myra M. Hanartani dalam keterangan pers di Kantor Kemenakertrans, Selasa. Para anggota delegasi juga menyatakan akan meminta pemerintah di masing-masing negara untuk memfasilitasi dan menyediakan lingkungan kerja yang baik dengan memfasilitasi kepastian hukum, kode etik kemitraan sosial serta penghargaan bagi pelaksanaan kerja sama bipartit. Lebih lanjut, para peserta seminar merekomendasikan ILO untuk memfasilitasi penelitian dan memberikan pelatihan dan bantuan teknis bagi negara-negara anggota ASEAN dalam bidang kerja sama manajemen ketenagakerjaan. Myra Hanartani mengatakan seminar itu diadakan sebagai tindak lanjut dari Pedoman ASEAN mengenai tata hubungan industrial yang baik yang telah diadopsi oleh negara-negara anggota ASEAN melalui pertemuan menteri tenaga kerja ASEAN di Hanoi, Vietnam pada Mei 2010. Seminar dihadiri delegasi negara-negara ASEAN yang terdiri atas unsur pemerintah, pengusaha dan serikat-pekerja/buruh. Anggota ASEAN yaitu Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja serta wakil dari Sekretariat ASEAN. "Delegasi Indonesia menawarkan konsep bipartit untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan ketenagakerjaan yang terjadi di negera-negara ASEAN. Konsep bipartit ini menjadi solusi untuk menghadapi ancaman krisis ekonomi global yang terjadi belakangan ini," kata Myra. Ia melanjutkan, untuk mewujudkan hubungan industrial yang baik dibutuhkan adanya penguatan dan pengembangan kerjasama bipartit yang efektif, termasuk teknik berunding antara pekerja dengan pengusaha untuk menyelesaikan berbagai permasalahan di bidang ketenagakerjaan. "Walaupun ada pendekatan dan pandangan yang berbeda dari masing-masing delegasi negara ASEAN, secara umum semuanya sepakat bekerja sama untuk mewujudkan pekerjaan yang layak, peningkatan produktivitas, pencegahan perselisihan, keselamatan dan kesehatan kerja dan penanganan aspirasi pekerja/buruh," paparnya. Selama ini, pemerintah Indonesia selalu mendorong menyelesaikan beragam konflik yang terjadi antara pengusaha dan pekerja dengan memperkuat relasi bipartit karena. Dengan demikian maka perundingan langsung antara serikat pekerja dengan pengusaha bisa dilakukan. "Pemerintah juga mendorong pembuatan peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama (PKB) yang berisi peraturan dan kesepakatan hak dan kewajiban pekerja pengusaha. Kedua hal tersebut jadi salah satu titik pijak penting menciptakan kerja sama antara pekerja dan pengusaha," kata Myra. Data Kemenakertrans selama 2010 mencatat ada 276 perusahaan yang membuat PKB dan 1.683 perusahaan yangmencatatkan peraturan perusahaan , sehingga secara keseluruhan terdapat 44.149 peraturan perusahaan dan ada 10.959 perusahaan yang telah membuat PKB di seluruh Indonesia.(*) Editor: Ruslan Burhani Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price. |
You are subscribed to email updates from ANTARA News - Nasional To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan