detikcom |
Posted: 24 Jan 2011 01:01 PM PST Selasa, 25/01/2011 04:01 WIB Ledakan bunuh diri, yang menewaskan sedikitnya 35 orang dan melukai sekitar 150, dianggap sebagai kegagalan Putin untuk menghentikan pemberontakan setelah lebih dari satu dekade berkuasa. Insiden ini juga membuat Medvedev menunda keberangkatannya ke Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, di mana Rusia sangat berharap di forum tersebut bisa menarik investasi dan menarik lebih banyak uang untuk memodernisasi ekonomi. Medvedev pun bersumpah untuk menemukan dan menghukum mereka yang bertanggung jawab. Tetapi ledakan itu bisa merusak kepercayaan masyarakat kepada kedua pemimpin Rusia, yang telah berjuang dalam beberapa bulan terakhir seperti memerangi kebakaran hutan musim panas dan asap pekat yang menewaskan ratusan orang, serta berusaha meredakan kekerasan rasis yang belum pernah terjadi sebelumnya. Menurut Glen Howard, presiden dari Jamestown Foundation yang berbasis di Washington, mengatakan insiden ini akan "lebih memperburuk ketegangan yang diciptakan oleh sayap kanan demonstrasi di Moskow." Namun analis keuangan tersebut mengatakan, para investor di Rusia, seperti warga Rusia sehari-hari, terbiasa dengan serangan teroris. Pasar pun diduga tidak terlalu terpengaruh dengan insiden ledakan bom yang telah menewaskan 35 orang tersebut. "Moskow tak akan menangis," kata John Winsell Davies, Manager Keuangan Wermuth Asset Management - mengutip judul film Soviet yang melambangkan sikap keras kebanyakan orang Rusia dan investor dalam negeri. "Saya tidak berpikir setiap investor besar akan tergoyahkan oleh serangan bom dari berinvestasi di Rusia setiap perusahaan besar," kata Zsolt Papp, dari UBP Asset Management di Zurich. "Rusia adalah sebuah negara yang stabil secara politis, sangat stabil, ... dan faktor lain seperti harga minyak memainkan peran yang jauh lebih besar," katanya. Tapi ledakan itu merupakan pukulan baru untuk citra Rusia di luar negeri. Medvedev tampaknya tidak mungkin untuk membatalkan perjalanannya ke Davos, di mana pesan utamanya akan menggaet investor asing untuk masuk ke negeri pecahan Uni Soviet itu. Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda! Redaksi: redaksi[at]detik.com |
DPR Juga Bahas Standarisasi Gaji Pejabat Posted: 24 Jan 2011 12:20 PM PST Selasa, 25/01/2011 03:20 WIB "Komisi II saat ini tengah membahas revisi UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Kepegawaian yang ke depannya akan diberi nama UU Aparatur Sipil Negara. Dalam ketentuan itu akan diatur pengkategorian mengenai pejabat negara ataupun hak protokolernya," kata Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (25/1/2011). Sementara, terkait gaji Presiden apakah dimasukkan atau tidak, saat ini masih diperdebatkan. Apakah akan dimasukkan dalam regulasi tersebut ataukah harus diatur dalam UU yang berbeda. "Sekarang kita lagi berdebat, kalau memang yang setuju gaji dimasukkan ke Kepegawaian maka sekalian dimasukan ke UU ini. Kalau setuju dengan klasifikasi kedua, pejabat negara terpisah dari Kepegawaian," kata politisi PDIP tersebut. Dia menjelaskan, UU Kepegawaian selama ini menyangkut mengenai aturan sipil pegawai. "Jadi ada Sebelumnya Sekjen Partai Amanat Nasional Taufik Kurniawan juga mengusulkan adanya UU yang mengatur standarisasi gaji pejabat. "Kami mengusulkan agar DPR dan pemerintah segera membuat UU yang mengatur tentang standarisasi gaji pejabat negara," kata Taufik Kurniawan, di Gedung DPR Undang-undang ini dikatakan Taufik sangatlah penting. Menurutnya, sekarang ini gaji pejabat di tiap instansi atau lembaga berbeda-beda. "Standarisasi itu untuk mencegah, disparitas atau kesenjangan gaji antar-pejabat lembaga tinggi negara," katanya. (anw/anw) Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda! Redaksi: redaksi[at]detik.com |
You are subscribed to email updates from detikcom To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan