Isnin, 3 Jun 2013

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Hentikan Kasus Awang Farouk, Kejaksaan Harus Ada Alasan Kuat

Posted: 03 Jun 2013 05:14 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Kejaksaan Agung diminta memberikan alasan yang kuat atas dikeluarkannya surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap tersangka kasus dugaan korupsi divestasi saham PT Kaltim Prima Coal (KPC), Awang Farouk Ishak. Saat ini Awang adalah Gubernur Kalimantan Timur.

Penghentian penyidikan kasus yang juga berdekatan waktunya dengan Pemilu Gubernur Kalimantan Timur diperkirakan bakal mengundang banyak tanda tanya publik. "Kejaksaan Agung harus benar-benar punya alasan yang kuat untuk menentukan sikap mengapa di-SP3 kasus Awang Farouk ini," ujar Ketua Komisi Keajaksaan Halius Hosen saat dihubungi, Senin (3/6/2013).

Awang ditetapkan sebagai tersangka pada 6 Juli 2010. Namun, dia baru satu kali diperiksa penyidik pada November 2012. Dia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan Bupati Kutai Timur, Kaltim, periode 2002-2008, terkait penjualan saham milik Pemkab Kutim di KPC senilai Rp 576 miliar.

Menurut Hosen, kejaksaan juga terlalu lama dalam menyidik kasus ini. Dia berjanji Komisi Kejaksaan akan meminta keterangan lebih rinci dari Kejaksaan Agung. "Untuk menemukan dua alat bukti yang cukup, seharusnya kejaksaan tidak perlu waktu yang lama," katanya.

Kuasa hukum Awang, Hamzah Dahlan, mengatakan, dari awal ia yakin kliennya tidak bersalah. Penghentian penyidikan oleh kejaksaan dinilai sudah tepat. "Itu hal yang wajar. Kejaksaan bertindak profesional," ujarnya.

Dalam kasus ini, dua tersangka Direktur Utama Kutai Timur Energy (KTE) Anung Nugroho dan Direktur KTE Apidian Triwahyudi telah dihukum penjara. Mahkamah Agung (MA) pada 20 November 2012 menolak kasasi yang diajukan Anung dan Apidian dan keduanya justru dijatuhi hukuman lebih berat dibandingkan putusan pengadilan di tingkat sebelumnya.

MA memvonis Anung 15 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 8 bulan kurungan serta harus membayar uang pengganti Rp 800 juta. Sementara Apidian mendapatkan hukuman 12 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 8 bulan kurungan, dan harus membayar uang pengganti Rp 800 juta.

Sebelumnya, Pengadilan Tinggi Kaltim menjatuhkan vonis 6 tahun dan denda Rp 600 juta subsider 8 bulan kepada Anung. Sementara Pengadilan Negeri Sangatta (Kutai Timur) memvonis bebas Apidian.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Andhi Nirwanto mengatakan, alasan dihentikannya penyidikan karena tidak cukup bukti dalam kasus Awang Farouk. Penerbitan SP3 kasus ini menambah panjang daftar kasus yang dihentikan penyidikannya oleh Kejaksaan Agung.

Pada tahun 2012, aku Andhi, tidak lebih dari lima kasus yang dihentikan penyidikannya. Di antaranya adalah kasus dugaan korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum), kasus tanah di Bogor, dan kasus Harbour Bay di Batam.

Andhi menjelaskan, penghentian kasus tersebut masuk dalam penyelesaian suatu perkara yang diatur Pasal 109 Ayat 2 KUHAP. Pasal tersebut berbunyi, suatu perkara dihentikan karena tidak diperoleh bukti yang cukup, peristiwa yang disangkakan bukan merupakan tindak pidana, dan penghentian penyidikan demi hukum. Penghentian penyidikan demi hukum berdasarkan alasan-alasan dihapusnya hak menuntut dan hilangnya hak menjalankan pidana, seperti tersangka meninggal dunia atau karena perkara pidana telah kedaluwarsa.

Editor : Palupi Annisa Auliani

KSAD: TNI AD Jangan Arogan

Posted: 03 Jun 2013 02:49 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Staf TNI AD (KSAD) Jenderal Moeldoko membeberkan persoalan-persoalan organisasi yang sedang dihadapi TNI AD, khususnya di bidang budaya. Ia mengatakan, prajurit TNI jangan rendah diri, tetapi harus rendah hati.

"Pendekatan kekerasan, sikap arogansi, dan sikap mau menang sendiri yang dilakukan prajurit TNI AD merupakan persoalan yang belum bisa diselesaikan TNI AD," kata Moeldoko di Markas Besar Angkatan Darat, Jakarta, Senin (3/6/2013).

Moeldoko mengatakan, dahulu sering didengar bahwa organisasi terbaik di Indonesia adalah TNI, khususnya TNI AD. Namun sekarang kondisinya sudah berbeda. "Kenapa?" tanya KSAD.

Jawabannya adalah karena TNI AD tidak bisa menyesuaikan dengan perkembangan lingkungan strategis saat ini. "Untuk itu, saya berharap kepada para pimpinan, para komandan, para panglima, pahamilah bahwa keinginan masyarakat saat ini terhadap sosok seorang prajurit, yaitu prajurit yang memiliki dedikasi tinggi kepada negara dan bangsa, serta prajurit TNI yang memiliki sikap rendah hati, bukan sombong dan arogan," tegas Kasad.

"Saya tidak pernah mengajarkan para prajurit saya untuk rendah diri, tetapi harus rendah hati. Dengan demikian, masyarakat akan menyayangi prajurit TNI," lanjut Moeldoko.

Moeldoko berharap profesionalitas prajurit dapat terus ditingkatkan. Menurutnya, tidak ada maknanya alutsista yang canggih tanpa dilengkapi dengan sumber daya manusia (SDM) yang memadai. 

Editor : Hindra

Tiada ulasan:

Catat Ulasan