SDA Serahkan KTA ke KPU Posted: 06 Nov 2012 01:19 AM PST JAKARTA - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Suryadharma Ali, mendatangi kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Selasa (6/11/2012). Kedatangannya itu, guna menyerahkan Kartu Tanda Anggota (KTA) yang belum sempat dia serahkan saat komisioner KPU, Bidang Divisi Sosialisasi, Pendidikan Politik dan SDM, Sigit Pamungkas, melakukan verifikasi faktual partai politik tingkat pusat ke kantor DPP PPP di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Senin 5 November kemarin. Saat Sigit datang, SDA sapaan akrab Suryadharma Ali tidak berada di tempat lantaran sedang menunaikan ibadah haji. "Hasilnya verifikasi administrasi itu sudah dilakukan dan Insya Allah lengkap dan sekarang memasuki verifikasi faktual, ketua umum sudah, bendahara sudah, keterwakilan permpuan belum lengkap," ujar SDA yang mengenakan jas hijau berlogo PPP itu. Kata dia, kekurangan verifikasi faktual partainya itu akan dilengkapi kemudian sesuai peraturan KPU No.15 tahun 2012. "Kan ada masa perbaikan, tetapi akan kami kirimkan KTA dan surat keterangan," tuturnya. Seperti diketahui verifikasi faktual parpol di tingkat pusat oleh KPU dilaksanakan pada tanggal 30 Oktober hingga 6 November 2012. Sedangkan penyampaian hasil verifikasi dilaksanakan pada 7 November hingga 10 November 2012. Sementara perbaikan verifikasi faktual pada 11November sampai 17 November 2012. Dan verifikasi hasil perbaikan 18 November sampai 24 November 2012. Setelah itu, 25 November hingga 27 November 2012 merupakan penyusunan berita acara. (hol) |
RUU Kamnas Harus Penuhi Tiga Syarat Utama Posted: 06 Nov 2012 01:04 AM PST JAKARTA - Polemik di balik rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan Nasional (Kamnas) terus bergulir. Mulai dari perang argumen sampai aksi massa, baik dari kubu pendukung maupun kontra. Salah satu dalil yang mengemuka dari kelompok penentang adalah kekhawatiran bahwa RUU Kamnas akan membawa Indonesia seperti pada masa Orde Baru. Menanggapi persoalan ini, mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto menyatakan kurang sependapat dengan argumen di atas. Sebab, Keamanan Nasional sebagai fungsi pemerintahan negara pada masa Orde Baru dengan saat ini tentu berbeda, karena lingkungan strategis, sistem kenegaraan, jenis, bentuk, dan intensitas ancaman memang mengalami perubahan. "Membandingkan keamanan nasional sebagai suatu hasil dari dua keadaan yang berbeda tentulah tidak fair karena perbandingan itu menjadi tidak apple to apple," ujar Endriartono melalui keterangan tertulis, Selasa (6/11/2012). Endriartono berpendapat, dalam menilai pelaksanaan fungsi Keamanan Nasional harus menggunakan dua parameter. Yaitu, parameter hasil dan parameter proses atau cara mencapai hasil. Sementara hasil dari fungsi Keamanan Nasional adalah keadaan aman dan rasa aman masyarakat. "Dan hasil tersebut harus dicapai melalui proses atau upaya-upaya yang tidak boleh melanggar prinsip-prinsip demokrasi dan ketentuan hukum," tegasnya. Menurut Endriartono, betapa pun negara dapat menciptakan keadaan aman dan rasa aman di masyarakat, namun bila dicapai dengan berbagai pelanggaran prinsip-prinsip demokrasi, seperti pelanggaran HAM dan pelanggaran hukum, maka pelaksanaan fungsi Keamanan Nasional seperti itu tidak dapat dikatakan berhasil, dan sebaliknya. Yang benar adalah apabila semua aktor keamanan nasional berfungsi optimal dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya, sehingga memberikan jaminan atas tercapainya keamanan negara, keamanan masyarakat, dan keamanan insani tanpa terlanggarnya ketentuan hukum yang berlaku dan nilai-nilai demokrasi. "Itulah sesungguhnya yang ingin kita capai. Dan apabila semua yang saya sampaikan di atas merupakan inti dari pengaturan yang ada di RUU Kamnas, maka itulah sebenarnya yang menjadi kebutuhan kita," ulasnya. Lebih lanjut, Endriartono memaparkan bahwa penyusunan RUU Kamnas harus memperhatikan tiga syarat keabsahan pembentukan undang-undang. Yaitu, keabsahan filosofis, keabsahan sosiologis, serta keabsahan yuridis. Keabsahan filosofis adalah adalah kesesuaian antara UU Keamanan Nasional dengan sistem nilai filsafat dan ideologi kenegaraan, dalam konteks Indonesia itu tercantum padat dalam empat alinea Pembukaan UUD 1945. Kemudian, Keabsahan Sosiologis yaitu kesesuaian antara UU Keamanan Nasional dengan sistem nilai bangsa Indonesia yang sangat majemuk dari aspek ras, etnik, suku, agama maupun tingkat sosial. Selanjutnya, Keabsahan Yuridis adalah kesesuaian dan konsistensi antara norma yang tercantum dalam UU Keamanan Nasional dengan keseluruhan sistem hukum positif di Indonesia. "Dengan memperhatikan tiga hal tersebut dalam pembentukan UU Keamanan Nasional, saya percaya tidak akan terjadi abuse of power oleh instrumen negara seperti tindakan represif yang berlebihan ataupun pelanggaran HAM dan lain sebagainya," tegasnya. (ful) |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan